Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Tanpa Nomor Urut di Amplop Cap Jempol Bikin Heboh

Selasa, 09 April 2019, 10:09 WIB
Tanpa Nomor Urut di Amplop Cap Jempol Bikin Heboh
Bowo Sidik Pangarso/Net
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso (BSP) sebagai tersangka.

Politikus Partai Golkar itu, disangka menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti. Total uang yang diamankan dalam kasus tersebut sebesar Rp 8 miliar.

Kasus suap distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia ini, masih menyisakan misteri. Sebab, ada kecurigaan bahwa uang Rp 8 miliar yang dikemas dalam 400 ribu amplop, bu­kan hanya untuk kepentingan pemilihan legislatif BSP.

Hal itu terungkap dari jumlah 400 ribu amplop yang disita KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (27/3) dan Kamis (28/3) lalu. Ratusan ribu amplop yang berisi uang pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu itu, jauh di atas perolehan suara Bowo di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II pada Pileg 2014, yakni hanya 66.909 suara.

Ditambah lagi pengakuan Juru Bicara KPK Febri Diansyah yang membenarkan, ada cap jempol di amplop tersebut. "Tidak ada nomor urut. Yang ada, cap jempol di amplop tersebut. Kami perlu tegaskan ini, bahwa kami hanya bisa berpijak pada fakta hukum yang ada," ucap Febri Diansyah di kantor KPK, Jakarta, Selasa (2/4) lalu.

KPK belum merinci arti dan maksud cap jempol di amplop itu. "Kalau dugaan keterkaitan penggunaan amplop-amplop tersebut kami buka, akan digunakan untuk serangan fajar kepentingan pemilu legislatif, khususnya pencalegan BSP (Bowo Sidik Pangarso) di Dapil Jawa Tengah II," kata Febri.

Sebelumnya, awak media dan pihak Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mem­pertanyakan pihak KPK yang menolak membuka amplop-amplop di dalam puluhan kardus secara acak saat jumpa pers OTT Bowo Sidik Pangarso.

Saat itu, petugas KPK hanya menunjukkan beberapa sampel amplop.

Lantas, bagaimana penjelasan KPK dan pemaparan BPN terkait hal ini? Berikut penjelasannya.

Saut Situmorang: Saya Belum Lihat, Apa Semua Ada Capnya  

Bagaimana perkembangan kasus korupsi Bowo Sidik Pangarso (BSP)?

Penyidik masih melanjutkan pe­meriksaan dan klarifikasi kepada beberapa pihak.

Apa benar ada cap jempol di barang bukti berupa amplop?

Saya belum melihat, apakah semua amplop ada capnya seperti itu.

Benarkah di tiga kardus yang sudah dibuka KPK, ada cap jem­polnya?
Berapa yang sudah dan belum dibu­ka, saya belum update. Nanti akan dicek terlebih dulu. Sabar.

Apakah KPK sudah mendalami cap jempol ini?
Masih akan didalami ada atau tidak ada kaitan dengn pidana lain, selain tindak pidana korupsin­ya. Akan tetapi, sejalan dengan kompetensi KPK dan undang-undang dalam kasus ini, maka yang didahulukan adalah tindak pidana korupsinya.

Apakah korupsi yang dilakukan BSP ada kaitannya dengan Pilpres 2019?
Pengakuan tersangka, uang itu un­tuk Pileg yang bersangkutan. Namun, kompetensi KPK tidak terkait proses Pemilu dari sisi penindakannya. Hanya saja, dari sisi pencegahan, KPK mencatatkan seperti apa tata kelola Pemilu yang harus direkomen­dasikan pada masa yang akan datang. Antara lain, apakah Pemilu dibuat wajib saja, sehingga seseorang datang ke TPS bukan karena ada transaksion­alnya dan lain-lain.

Apakah ada maksud sekaligus digunakan untuk serangan fajar Pilpres?

Kami tidak masuk ke isu itu. Akan tetapi, akal sehat kita bisa saja menga­takan demikian. Alhasil, itu sebabnya Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Bawaslu, KPU, KPK, dan semua stakeholder nasional bisa duduk bersama, seperti apa Pemilu mendatang akan kita buat.

BPN Prabowo-Sandi meminta KPK untuk menyelesaikan kasus ini hingga tuntas. Sehingga, tidak ada pihak yang dirugikan cap jem­pol ini. Apa tanggapan KPK?
Kompetensi dan wewenang KPK itu memenjarakan penyelenggara neg­ara yang bisa dibuktikan melakukan Tipikor. Dengan kata lain, dalam hal penegakan hukum itu, lalu ditemukan uang, ada tanda-tanda, simbol-simbol dan lain-lain yang tentu bisa dimaknai dengan banyak hal.

Maka, Selama tidak terkait dengan Tipikor-nya, maka simbol-simbol tersebut bukan fakta dalam kaitan Tipikornya.

Sulitkah bagi KPK untuk menda­lami maksud cap jempol ini?

Bukan soal sulit, tapi apa kaitannya dengan Tipikor yang dipidanakan kepada tersangka.

Butuh waktu berapa lama bagi KPK untuk menuntaskan maksud cap jempol ini?

Kasus korupsi itu kasus yang harus didahulukan. Lalu, apakah simbol-simbol di amplop itu relevan den­gan kasus korupsinya. Nanti biar­kan penyidik yang mendalami.

Apakah pendalaman KPK dalam kasus ini, sampai kepada partainya BSP?
Seperti apa yang bersangkutan terkait dengan background politiknya dalam melakukan Tipikor. Serta, apakah rel­evan dengan kasusnya, nanti penyidik akan melihat.

Apakah aliran uang kasus ini, sam­pai kepada partai?

Penyidik akan men­dalaminya.

Sudah ada berapa saksi yang diperiksa KPK?

Saya belum update lantaran masih berjalan.

Apakah saksi-saksi tersebut masih berasal dari PT Humpuss Transportasi Kimia?
Ada beberapa pihak yang sudah diperiksa, namun siapa-siapa saja yang terkait dan pihak mana, saya belum update.

Apakah KPK takut mendalami cap jempol ini?

Apakah itu relevan dengan ka­sus Tipikornya. Sabar, kita pelajari dulu.

Apakah KPK tidak mau gaduh beberapa hari jelang pencoblosan?

Bukan soal gaduh, tapi apakah simbol-simbol itu merupakan bagian dari proses terjadinya tindak pidana korupsi.

Ferdinad Hutahaean: KPK Sebaiknya Buka Saja, Jangan Berasumsi


Apa tanggapan BPN mengenai terkuaknya cap jempol di amplop kasus Bowo Sidik?
Kami mendesak KPK untuk mem­buka motifnya, apakah cap jempol itu untuk Pilpres, sekaligus memilih Bowo Sidik di Pileg. Nah, inilah yang perlu ditelusuri KPK.

Apakah Anda curiga, ada motif politik di balik cap jempol itu?
Memang, motif politiknya harus jelas dulu, supaya ini menjadi terang benderang. Namun, KPK juga kami minta untuk menelisik, jangan-jangan bukan hanya Bowo Sidik yang sep­erti ini. Bisa saja, ada Bowo Sidik- Bowo Sidik lain yang menggunakan cara-cara seperti ini.

Nah, kalau betul ada beberapa yang terkait seperti ini, apalagi jika sampai memperalat uang BUMN, terus digunakan untuk Pileg dan Pilpres, kita minta untuk didiskualifikasi.

Apakah harus sampai didiskuali­fikasi?
Kan sanksi itu jika terbukti ada politik uang. Jadi, kalau sudah pakai money politics, sudah sepatutnya didiskualifikasi. Apalagi jika benar ada keorganisasian lembaga, maka kita minta kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mendiskuali­fikasinya.

Bukankah KPK belum menemukan bahwa cap jempol ini ada kaitannya dengan Pilpres?
Sekarang ini penyidikan ada di tangan KPK, namun KPK jangan be­rasumsi, itu tidak boleh. Semestinya, KPK bertanya saja kepada tersangka Bowo Sidik. Apa maksud tanda jempol itu. Biar Bowo Sidik yang menjelaskan, karena dia pelakunya.

Apa saran Anda?
KPK jangan sampai berasumsi, bahwa ini tidak ada kaitannya dengan politik. KPK hanya boleh bertanya kepada tersangka, apa maksud tanda jempol ini.

Apakah untuk Pilpres atau untuk apa. Kan itu yang seharusnya ditanya­kan kepada tersangka yang diajukan penyidik KPK.

Jika ada motif politiknya?
Kalau memang ada motif politiknya di situ, maka kita minta kepada Bawaslu untuk turun menindaklanju­tinya. Kalau dia bilang untuk Pilpres, ya kita telusuri, mengapa dia mem­buat itu untuk Pilpres.

Apa yang perlu ditelusuri?
Apakah hal itu dilakukan inisiatif sendiri, atau ada perintah untuk melakukan hal seperti ini. Kalau me­mang terbukti ada perintah, ya harus didiskualifikasilah.

Namun, kalau tidak ada perintah, ya tidak ada masalah. Kita juga harus objektif dalam melihat kasus hukum. Kita tidak boleh membabi buta.

TKN menyatakan, cap jempol tidak identik dengan 01, karena 01 selalu menggunakan 01 saja. Apa tanggapan Anda?

Kan yang mengumumkan jempol sebagai 01 itu mereka. Kan bukan masyarakat yang membuat itu. Salam 01 itu salam jempol. Loh, kenapa sekarang mereka bilang tidak identik. Jangan larilah dari kenyataan.

Jangan-jangan ini cuma ke­curigaan pihak Anda?
Kalau memang terlibat, ya men­gaku terlibat. Kalau tidak terlibat, ya kita kliirkan. Kita juga objektif melihat permasalahan. Terpenting adalah, harus ditelusuri apakah ini ada perintah atau hanya inisiatif dari Bowo Sidik saja.

Anda curiga ini seperti diorganisir?
Bisa saja. Jadi, sudah ditetapkan dengan gambar tertentu. Kenapa itu ada gam­bar jempol ya, bisa saja karena diorganisir. Nah itu yang harus dite­lusuri jauh, ya minimal diperiksalah keterangan dari pelaku dan diminta juga keterangan dari pihak-pihak lain yang bisa menjadi saksi.

Kira-kira yang akan membagi itu siapa, terus apakah ada kaitannya untuk Pilpres juga. Kan itu bisa untuk ditelusuri.

Sejauh ini BPN sudah menemu­kan tindakan money politics?
Sampai saat ini belum menemukan, tetapi kan baru ini kejadian yang ter­tangkap. Nanti kita lihat itu semua. Temuan-temuan kita masih sebatas yang beredar-beredar itu, tinggal ditelusuri saja oleh aparat. Apakah hanya ini, atau apakah caleg-caleg dari 01 menyiapkan hal sama dengan amplop cap jempol itu.

Jangan memperalat uang rakyat untuk kepentingan politik. Ini kan seharusnya tidak boleh terjadi men­jelang Pemilu ini.

Karena kan di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 membuat larangan untuk itu. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA