Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Etika Politik Dalam Al-Qur'an (61)

Ijtihad Lokal

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Jumat, 05 April 2019, 08:52 WIB
Ijtihad Lokal
Nasaruddin Umar/Net
UMAT Islam ternyata memiliki kemampuan adaptative yang tinggi. Sekalipun mereka bu­kan ahli fikih, hanya pro­fessional dalam urusan non agama, tetapi mer­eka bisa menemukan solusi terbaik bagi dirinya sendiri seba­gai seorang muslim yang hidup di negeri orang. Umat di negara-negara non-mus­lim mampu bersahabat dan familiar den­gan berbagai bentuk problem yang dih­adapinya.

Khusus untuk menyelesaikan keke­cewaan masalah-masalah yang bersi­fat keagamaan, mereka memiliki "ijtihad" lokal, misalnya menyelesaikan masalah shalat, ia terpaksa harus menjamak be­berapa shalat yang tidak bisa dilakukan di lapangan atau di tempat kerja. Men­gatasi terbatasnya produk-produk halal, mereka menyiasati dengan membawa makanan sendiri ke mana pun ia berada. Mereka yang bekerja di restoran dan har­us mengolah daging babi, ia melakukan pembersihan (syarthu) di rumahnya set­elah ship-nya selesai. Soal pemakaman muslim mereka membeli kapling kuburan secara berjamaah.

Soal shalat Jum'at mereka memben­tuk asosiasi pekerja muslim dan secara kelembagaan meminta kepada pimpinan­nya untuk diizinkan menjalankan shalat Jum'at dan sekaligus meminjam tempat untuk menyelenggarakannya. Soal dis­kriminasi meraka bersama-sama menye­wa lawyer untuk membela hak-haknya. Soal pendidikan agama untuk anak-anak, mereka menyewa aula atau sekolah se­tiap hari Sabtu dan Minggu untuk dijadi­kan madrasah sekaligus mendatangkan guru dari negerinya atau dari kalangan mereka sendiri yang memiliki waktu dan kemampuan.

Soal mazhab yang berbeda dengan negeri asalnya juga sudah mulai ber­adaptasi. Mereka mengambil prinsip tol­eransi mazhab dan aliran. Mungkin di negeri asalnya sering menghujat mazhab atau aliran tertentu tetapi di negeri bar­unya terpaksa harus hidup dengan ma­zhab atau aliran itu karena prinsip ushul akhaff al-dhararain (memilih pendapat yang paling kecil resikonya).

Belakangan dengan semakin kuatnya wawasan dan keilmuan anak-anak mus­lim di Barat maka trauma dan rasa minder sudah berangsur-angsur hilang. Bahkan tidak sedikit jumlah dari generasi lapis kedua muslim menduduki posisi strate­gis, seperti di perusahaan multi-national di Eropa dan AS. Contoh lain, beberapa pemain bola nasional Perancis dan Be­landa berasal dari muslim keturunan Al- Jazair dan Indonesia.

Soal politik, komunitas muslim lokal ser­ingkali menjadi jembatan (brigin) antara pemerintah dengan negeri asal imigran tersebut. Kehadiran imigran muslim juga dimanfaatkan untuk "menjinakkan" kel­ompok ekstrimis yang menyempal di ne­gerinya. Kini komunitas muslim di negeri non-muslim menghadapi babak baru. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA