Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Etika Politik Dalam Al-Qur'an (57)

Pelajaran Diplomasi Publik (23)

Menghindari Sogokan

Jumat, 29 Maret 2019, 08:53 WIB
Pelajaran Diplomasi Publik (23)
Nasaruddin Umar/Net
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa


 Jika seorang diplomat berani disogok maka semuanya akan hancur. Sogok atau Bahasa agamanya risywah berasal dari kata rasya berarti menyuap (al-ja'lu), kemudian membentuk kata rasywah berarti sesuatu upaya untuk men­capai tujuan dengan cara menyogok. Dalam kitab-kitab fikih risywah biasa diartikan dengan pemberian kepa­da hakim atau kepada orang yang mempu­nyai kewenangan dan pengaruh agar orang tersebut memutuskan perkara berpihak ke­padanya atau membawa kepada yang diinginkannya.

Belakangan risywah kemudian dekade terakhir popular dengan istilah rasya dalam per­bendaharaan Bahasa Indonesia kita, diidentik­kan dengan korupsi, yaitu suatu tindakan yang dilakukan dengan sadar untuk memperkaya diri atau orang lain dengan cara-cara tidak saha (bathil). Cara-cara yang tidak sah tersebut sep­erti menyogok, me-mark-up, curang, menipu, memanipulasi, penyelewengan, penggelapan (gulu), cara-cara lain yang menyebabkan keru­gian orang atau pihak lain. Korupsi adalah se­suatu yang amat tercela karena tega memper­kaya diri, kelompok, atau golongan sementara orang lain menderita.

Selain istilah rasywah masih ada sejum­lah istilah yang dapat dikategorikan korup­si, seperti gulul (penggelapan), al-khiyanah (penyelewengan), al-aasb (Perampasan), al-saraqah (pencurian), al-intihab (Penco­petan), al-hirabah (perampasan), al-shab (penggunaan hak orang lain tanpa izin), al- ’aqlul al-mushlih (pemanfaatan hasil korup­si), al-nahl (perampokan), dll.

Di dalam Islam, risywah sesuatu yang amat dicela. Bahkan semua pihak yang terlibat di dalamnya termasuk mendapatkan peringatan keras. Risywah melibatkan pihak atau orang yang memberi sogokan (al-ra­syi), pihak yang mengambil sogok (al-murta­syi), dan pihak yang menjadi perantara dan mengambil keuntungan terhadap terjadinya sogokan (al-ra’syi). Dalam Islam semua pihak yang terlibat di dalam risywah mendapatkan ancaman hukuman, sebagaimana disebut­kan dalam hadis: Rasulullah melaknat orang yang menyogok dan yang menerima sogok serta orang yang menjadi perantara, yaitu orang yang berjalan di antara keduanya (HR. Ahmad). Di temukan beberapa hadis yang sejenis dari berbagai riwayat dengan tema yang sama, yaitu mengutuk semua pihak yang terlibat dalam kegiatan risywah.

Al-Qur’an juga secara umum banyak mencela seluruh kegiatan yang menyalahi kae­dah moral termasuk risywah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an: "Dan jangan­lah sebahagian kamu memakan harta se­bahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu mem­bawa (urusan) harta itu kepada hakim, su­paya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu menge­tahui". (QS 2:188).

Motivasi ayat dan hadis risywah atau korupsi di atas seharusnya membuat pelaku korupsi dan aparat hukum sama-sama takut dan hati-hati. Pelaku tentu takut dengan an­caman fisik yang keras dan aparat hukum juga harus takut untuk menerapkan hukum yang sesuai dengan ketentuan tanpa reka­yasa. Anggapan bahwa: "Lebih baik membe­baskan 100 terdakwa daripada menghukum seorang yang bersalah" sesuai dengan se­mangat kehati-hatian yang diserukan oleh Al-Qur’an dan hadis. Sebagai contoh, sank­si pelaku zina harus dapat menghadirkan empat orang saksi, sangat tidak gampang. Orang yang berbuat zina di depan delapan pasang mata memeang betul-betul layak dikenakan sanksi keras, karena itu artinya telah mempertontonkan sesuatu yang san­gat tabu di dalam masyarakat. 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA