Jika seorang diplomat berani disogok maka semuanya akan hancur. Sogok atau Bahasa agamanya risywah berasal dari kata rasya berarti menyuap (al-ja'lu), kemudian membentuk kata rasywah berarti sesuatu upaya untuk menÂcapai tujuan dengan cara menyogok. Dalam kitab-kitab fikih risywah biasa diartikan dengan pemberian kepaÂda hakim atau kepada orang yang mempuÂnyai kewenangan dan pengaruh agar orang tersebut memutuskan perkara berpihak keÂpadanya atau membawa kepada yang diinginkannya.
Belakangan risywah kemudian dekade terakhir popular dengan istilah rasya dalam perÂbendaharaan Bahasa Indonesia kita, diidentikÂkan dengan korupsi, yaitu suatu tindakan yang dilakukan dengan sadar untuk memperkaya diri atau orang lain dengan cara-cara tidak saha (bathil). Cara-cara yang tidak sah tersebut sepÂerti menyogok, me-mark-up, curang, menipu, memanipulasi, penyelewengan, penggelapan (gulu), cara-cara lain yang menyebabkan keruÂgian orang atau pihak lain. Korupsi adalah seÂsuatu yang amat tercela karena tega memperÂkaya diri, kelompok, atau golongan sementara orang lain menderita.
Selain istilah rasywah masih ada sejumÂlah istilah yang dapat dikategorikan korupÂsi, seperti gulul (penggelapan), al-khiyanah (penyelewengan), al-aasb (Perampasan), al-saraqah (pencurian), al-intihab (PencoÂpetan), al-hirabah (perampasan), al-shab (penggunaan hak orang lain tanpa izin), al- ’aqlul al-mushlih (pemanfaatan hasil korupÂsi), al-nahl (perampokan), dll.
Di dalam Islam, risywah sesuatu yang amat dicela. Bahkan semua pihak yang terlibat di dalamnya termasuk mendapatkan peringatan keras. Risywah melibatkan pihak atau orang yang memberi sogokan (al-raÂsyi), pihak yang mengambil sogok (al-murtaÂsyi), dan pihak yang menjadi perantara dan mengambil keuntungan terhadap terjadinya sogokan (al-ra’syi). Dalam Islam semua pihak yang terlibat di dalam risywah mendapatkan ancaman hukuman, sebagaimana disebutÂkan dalam hadis: Rasulullah melaknat orang yang menyogok dan yang menerima sogok serta orang yang menjadi perantara, yaitu orang yang berjalan di antara keduanya (HR. Ahmad). Di temukan beberapa hadis yang sejenis dari berbagai riwayat dengan tema yang sama, yaitu mengutuk semua pihak yang terlibat dalam kegiatan risywah.
Al-Qur’an juga secara umum banyak mencela seluruh kegiatan yang menyalahi kaeÂdah moral termasuk risywah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an: "Dan janganÂlah sebahagian kamu memakan harta seÂbahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu memÂbawa (urusan) harta itu kepada hakim, suÂpaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengeÂtahui". (QS 2:188).
Motivasi ayat dan hadis risywah atau korupsi di atas seharusnya membuat pelaku korupsi dan aparat hukum sama-sama takut dan hati-hati. Pelaku tentu takut dengan anÂcaman fisik yang keras dan aparat hukum juga harus takut untuk menerapkan hukum yang sesuai dengan ketentuan tanpa rekaÂyasa. Anggapan bahwa: "Lebih baik membeÂbaskan 100 terdakwa daripada menghukum seorang yang bersalah" sesuai dengan seÂmangat kehati-hatian yang diserukan oleh Al-Qur’an dan hadis. Sebagai contoh, sankÂsi pelaku zina harus dapat menghadirkan empat orang saksi, sangat tidak gampang. Orang yang berbuat zina di depan delapan pasang mata memeang betul-betul layak dikenakan sanksi keras, karena itu artinya telah mempertontonkan sesuatu yang sanÂgat tabu di dalam masyarakat.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.