Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

ROAD TO SENAYAN

Habib Hasyim Arsal Alhabsi: Politik Itu Suci

Sabtu, 29 Desember 2018, 11:36 WIB
Habib Hasyim Arsal Alhabsi: Politik Itu Suci
Habib Hasyim Arsal Alhabsi/Net
rmol news logo Habib Hasyim Arsal Alhabsi mencalonkan diri sebagai caleg DPR RI di wilayah Dapil 1 Kalsel. Tentu banyak hal yang harus dipertanyakan  terkait perspektif dan motivasi pencalonan beliau. Masyarakat setempat, khususnya di wilayah Kalsel Dapil 1, ingin tahu lebih jauh pribadi Habib Hasyim Arsal Alhabsi sebelum menjadi pilihan mereka.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Dalam kesempatan ini, redaksi melakukan  wawancara eksklusif dengan Habib Hasyim Arsal Alhabsi.

Habib Hasyim, Anda tertarik terjun politik. Bukankah politik di negeri ini kotor?
Dunia politik di Indonesia memang kotor. Tapi bukan  berarti politik terus dibiarkan kotor. Tentu sikap semacam ini adalah tindakan pongah. Pasalnya, kekuasaan dan tata sosial di negeri ini tak bisa lepas dari kebijakan para wakil rakyat dan pemangku jabatan.

Bila kita sadar bahwa politik negeri ini kotor, maka kewajiban kita adalah membersihkannnya. Sama seperti kita melihat rumah kotor. Apakah kita biarkan rumah itu terus menerus kotor? Tentu tidak!

Negeri kita adalah rumah kita. Di sinilah letak amar makruf dan nahi munkar untuk menjaga kesucian negeri kita sebagaimana warna putih menjadi simbol kesucian  dalam bendera  merah putih kita.

Apa alasan Anda terjun ke politik?
Melayani masyarakat. Menurut saya, politik adalah alat untuk menata masyarakat ke arah peradaban yang ideal. Tapi sangat disayangkan  sejumlah pihak menyalahgunakan politik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga dan kelompok tertentu.

Kepentingan politik harus mencakup seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang bulu. Apalagi adalah masyarakat muslim di negeri ini yang menjadi kekuatan demokrasi sebenarnya karena ummat Islam di Indonesia adalah mayoritas. Umat Islam harus menjadi skala prioritas karena jumlah mereka terbanyak, bukan malah ditindas.  Menindas umat Islam di negeri ini sama halnya membunuh pondasi demokrasi di negeri ini.

Bagaimana pandangan Anda tentang politik itu sendiri?
Menurut pandangan saya, politik tak lebih seperti sebilah pisau yang bisa berfungsi untuk kemanfaatan, tapi pada saat yang sama bisa disalahgunakan untuk kemudaratan. Pisau positif digunakan untuk mengiris keperluan memasak yang kemudian bermanfaat untuk kelangsungan hidup manusia dalam bentuk hidangan. Pada saat yang sama pisau bisa untuk menusuk orang.

Politik sama seperti pisau bisa untuk melangsungkan kehidupan manusia tapi pada saat yang sama juga bisa mematikan manusia. Dengan demikian,  politik yang dianalogikan seperti pisau pada dasarnya tak bersalah dan tak bisa disalahkan. Yang bersalah adalah penggunanya yang terkadang menyalahgunakan alat tersebut.

Bagaimana posisi politik dalam Islam?
Politik pada dasarnya adalah suci dan sakral sama seperti sholat dan puasa. Rasulullah Saw sendiri mendirikan pemerintahan di kota Madinah. Hijrah Rasulullah Saw yang menjadi awal kejayaan Islam bertujuan mendirikan pemerintahan ideal di kota Madinah. Hijrah Nabi Saw adalah pergerakan politik.

Rasulullah Saw juga berperang pertahankan pemerintahan Madinah dari tekanan kaum kafir saat itu. Rasulullah Saw berhasil menundukkan kota Mekah dalam peristiwa Fathu Mekkah. Semua itu adalah perilaku politik.

Madinah adalah kiblat politik dan pemerintahan paling ideal yang pernah terwujud di muka bumi ini. Islam dalam berpolitik punya acuan dan idealisme yang jelas. Acuannya adalah mengimpikan negeri peradaban Madinah yang pernah didirikan oleh Rasululllah Saw.

Dengan demikian, politik adalah sunnah Nabi Saw. Bila kita tak bisa mewujudkan peradaban Madinah secara utuh, maka setidaknya langkah kita mengarah ke sana.

Bagaimana dengan posisi Pancasila?
Menurut saya, Pancasila adalah salah satu wujud nyata dan upaya besar para pendiri bangsa untuk mewujudkan peradaban adil dan makmur di negeri kita. Dalam sila-sila Pancasila terangkum nilai ketuhanan pada sila pertama, kemanusiaan pada sila kedua, persatuan pada sila ketiga, demokrasi pada sila keempat dan keadilan pada sila kelima. Semua nilai sosial yang menjadi cita-cita Rasulullah Saw terangkum dalam Pancasila. Sangat sempurna!

لَقَد�' أَر�'سَل�'نَا رُسُلَنَا بِال�'بَي�'ِنَاتِ وَأَن�'زَل�'نَا مَعَهُمُ ال�'كِتَابَ وَال�'مِيزَانَ لِيَقُومَ الن�'َاسُ بِال�'قِس�'طِ ...

Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia menegakkan keadilan...(Q.S Al-Hadid: 25)

Yang kurang dari Pancasila saat ini adalah  mengimplementasikannya ke level ranah masyarakat.  Inilah yang menjadi tanggung jawab kita bersama. Bila semua sila Pancasila terimplementasi, maka peradaban ideal sebagaimana yang dicita-citakan Rasulullah Saw tinggal selangkah lagi.

Mengapa ingin jadi wakil rakyat?
Jihad konstitusi sebagaimana yang diserukan Habib Rizieq Shahab dan ulama-ulama pejuang lainnya. Dua kata ini mendorong saya untuk bersikap berani menjadi wakil rakyat. Motivasi saya kali ini untuk menjadi anggota DPR RI sangat berbeda dengan posisi sebelumnya. Apalagi di tengah ghiroh besar umat yang dilandasi kesadaran politik yang istimewa.

Fakta berbicara; banyak konstitusi yang diselewengkan untuk kepentingan segelintir, sedangkan kepentingan rakyat diabaikan. Padahal fungsi tata kelola negara yang di antaranya adalah legislatif, bertujuan menjaga hak-hak rakyat dari upaya pencaplokan segelintir orang.

Posisi wakil rakyat harus mendorong  pemerintah sebagai eksekutif untuk berpihak rakyat. Wakil rakyat harus mengawal konstitusi pro rakyat. Jangan sampai muncul kebijakan yang utamakan segelintir dan abaikan rakyat.

Bagaimana Anda melihat pemilu?
Pemilu adalah momentum penting sebagai pesta rakyat untuk mengubah nasib negeri yang kini semakin berantakan. Masyarakat harus disadarkan  bahwa peluang perubahan bermula dari memilih wakil rakyat. Karena di sanalah letak kebijakan.

Sangat disayangkan, sejumlah pihak menjadikan pemilu sebagai kesempatan mengeksploitasi masyarakat, bahkan ada yang berusaha menyuap mereka. Alhamdulillah,  masyarakat saat ini tak mau gadaikan nasib sosial mereka dengan uang sekedar 200 ribu atau lebih. Penyuapan adalah tindakan menjijikkan para mafia politikus yang merendahkan rakyat.

Kekayaan Kalsel bila dikelola dengan baik, rakyat akan makmur dari semua lini, khususnya kesehatan dan pendidikan. 200 ribu atau lebih tidaklah sepadan dengan kemakmuran sosial yang diharapkan rakyat Kalsel. Money politic atau penyuapan adalah penghinaan nyata terhadap rakyat.

Rakyat Kalsel saat ini mengharapkan ketulusan para politisi yang ingin duduk menjadi wakil rakyat dan jabatan publik. Ketulusan harus menjadi harga mati  rakyat Kalsel. Kini, rakyat pun bisa menilai siapa yang tulus dan tidak.

Bagaimana pandangan Anda  soal kepemimpinan Jokowi?
Salah satu bentuk pertolongan terhadap seseorang adalah dengan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mudah dan (akan) menyulitkannya. Sebagai contoh adalah amanah. Jangan berikan amanah yang nanti membebani pemegang amanah.

Saya sayang pada Pak Jokowi sebagai sesama hamba Allah. Karena sayang pada Pak Jokowi, saya meminimalisasi kemungkinan beliau berhadapan dengan bencana yang menimpa pada dirinya sendiri. Apalagi kemungkinan itu menimpa banyak orang. Maka, saya sendiri dan siapapun yang percaya pada saya, mendorong rakyat Indonesia untuk tidak memberi amanah kepemimpinan kedua kalinya kepada Jokowi.

Saya tak memilih Jokowi untuk Presiden 2019-2024. Dasarnya adalah cinta, bukan benci. Minimal inilah yang saya senantiasa dengungkan dalam diri sendiri.

Kasihanilah Jokowi sebagai anak bangsa sehingga ia tak terbebani lagi jadi presiden berikutnya. Ingat,  dasar kita tak memilih Jokowi adalah cinta bukan benci.

Bagaimana dengan Prabowo?
Ada harapan yang lebih optimis setelah sekian lama tergonjang-ganjing dalam berbagai serangan fitnah. Semua gonjang-ganjing itu akan membentuk pribadinya lebih baik dari sebelumnya. Bukankah keberhasilan itu terlihat dari proses?! Gonjang-ganjing selama ini akan membentuk dan mematangkan Pak Prabowo.

Secara psikologi, Prabowo saat ini ingin menunjukkan bahwa dirinya serius menata negeri.  Beliau juga ingin buktikan bahwa rakyat tak salah pilih. Inilah kondisi psikologi Prabowo saat ini yang sekiranya bisa saya amati dan rasakan.

Bahwa besok tidak ada jaminan Pak Prabowo bisa memanggul amanah itu,  maka di situlah pertaruhan kita. Apakah nanti ada masalah pada kepemimpinan Pak Prabowo? Maka, kita harus perbaiki. Bila tidak bisa diperbaiki, kita minta turun. Bila tidak mau, kita paksa. Semoga semua itu tak terjadi.

Apa yang terjadi pada pilkada DKI yang akhirnya memilih Anies Baswedan sebagai gubernur adalah bukti nyata tekad rakyat. Alhamdulillah, gubernur pilihan rakyat itu kini bekerja sesuai tuntutan rakyat. Semoga skala di level nasional bisa terwujud dengan  terpilihnya Pak Prabowo nanti. Amin.

Mari membangun cinta dalam pemilu kali ini dengan memberikan amanah kepada yang pantas dan kuat menerimanya. Paslon Prabowo-Sandi insya Allah masih memiliki dan masih punya harapan tersebut.

Sayangilah Pak Jokowi dan pilihlah Pak Prabowo-Sandi untuk amanah yang sangat berat ini. Cukup dibuatkan film untuk Pak Jokowi dan cukup perjuangannya sebagai kenangan, sekaligus  jadi cambuk bagi Prabowo untuk lebih baik menata negeri ini. Toh di Istana Negara foto Jokowi tetap akan terpampang! Ingat, pilih Prabowo dan salam dua jari untuk bangsa Indonesia.

Ada yang menilai bahwa Anda ikut pemilu sebagai caleg DPR RI dari PAN untuk Dapil 1 Kalsel demi kepentingan pribadi dan aji mumpung?
Insya Allah, saya bukan tipe seperti itu. Saya pun  tegaskan di berbagai kesempatan; Saya akan bersyukur bila tidak terpilih. Dan bila saya terpilih, saya memohon ampun kepada Allah dan karunia istiqomah.

Amanah ini berat. Demi Allah ini saya tetapkan dalam hati; Saya ikut dalam percalegan ini karena amanah dan saya jalankan tugas ini. Karena utamanya saya mendapat kesempatan meski sangat tahu dan sadar bahwa ada orang yang lebih baik dari saya dan banyak belum mendapat kesempatan. Saya bahkan berkeyakinan tim sukses saya lebih baik dari saya karena mereka bekerja tanpa pamrih.

Karena itu, kepada Allah Swt saya pertanggungjawabkan. Saya hanya takut bila tidak ikut maka saya dilaknat Allah karena tidak berusaha. Padahal saya memiliki kesempatan.

Saya pasti selamat dari tanggung jawab bila tak terpilih. Tapi apakah itu baik bagi orang banyak? Jelas belum tentu. Karena di setiap kemampuan ada tanggungjawab dan di setiap kelebihan ada kewajiban.

Analogi amanah sama seperti  orang yang cacat tak dapat fungsikan tangannya. Ketika cacat, maka ia selamat dari tanggung jawab atas tangan tersebut. Akan tetapi ketika seseorang diberi karunia tangan, maka ia fungsikan seoptimal mungkin baik untuk kepentingan pribadi maupun masyarakat.

Saya hanya menjalankan apa Yang Allah berikan. Keputusannya ada di tangan-Nya. Kepada-Nya saya menghamba dan kepada-Nya saya memohon petunjuk.

Mengapa Anda pilih PAN?
Saya memilih PAN sebagai partai wasilah melayani rakyat dengan pertimbangan penuh.  Menurut saya, PAN bisa dibilang sebagai partai egaliter yang sebenarnya.

Banyak partai di negeri ini malah melahirkan dinasti politik. Partai semestinya menyuarakan demokrasi, tapi pada faktanya malah menjaga kepentingan keluarga.

Partai seringkali dijadikan ladang duit untuk memperkaya diri dan keluarganya. Kondisi demikian sulit dipertahankan di PAN. Kalau pun adaupaya ke arah sana,  tak akan langgeng. Karena itu, saya menilai PAN sebagai partai egaliter. Terlebih posisi PAN saat ini mampu mengawal kekuatan ummat dan rakyat. Slogannya pun jelas; “Bela Rakyat Bela Umat.”

Sejauh ini, PAN menunjukkan sikap istiqomah di saat banyak partai terjebak dan tergelincir pada kondisi stagnasi tak mau mengubah keadaan. Padahal kondisi ekonomi di negeri ini terus merosot dan rakyat memikul beban yang berat. Perubahan adalah jalan keluar yang tak bisa ditawar bagi rakyat.

Karena itu, saya berharap partai ini terbaik bagi saya dan juga ideal bagi pendukung saya. PAN diharapkan berperan optimal untuk masyarakat bak matahari sebagaimana logonya.

Satu lagi, Anda bukan putra daerah?
Saya memang tidak terlahirkan di Kalsel. Akan tetapi hati dan jiwa saya ada di Kalsel. Saya bisa rasakan hal ini. Rasa ini bisa jadi karena kakek saya berasal dari keluarga Alhabsi Kalsel.

Habib  Ibrahim, kakek saya, tutup usia pada hari Jumat, 14 Shafar 1354 Hijriah (1935) dimakamkan di Jalan Sungai Mandala, Kecamatan Negara Daha Utara, Hulu Sungai Selatan.

Habib Ibrahim terlahir di Siwun, Hadhramaut kemudian hijrah ke Indonesia atas perintah Sohibul Maulid Simtu Dhiror, Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi. Kakek saya sempat menetap di Banjarmasin dan Martapura.

Kembalinya saya ke Kalsel bisa dikatakan sebagai pulang kampung dan napak tilas kakek saya, Habib Ibrahim Alhabsi. Saya berasal dari marga Alhabsyi Ahmad bin Zen yang secara nasab tersambung dengan Habib Ibrahim Negara.

Marga Alhabsi ini punya muara di Kalsel. Sebagaimana diketahui keluarga Alhabsi sangat erat dengan masyarakat Kalsel. Bahkan, ayah angkat almarhum Guru Sekumpul sendiri adalah dua orang tua Alhabsi, yakni almarhum Habib  Ali bin Hasan Alhabsi dan almarhum Habib Zen bin Muhammad Alhabsi.

Menariknya, posko besar kami di Martapura tanpa sengaja terletak di antara dua makam leluhur Alhabsi. Semoga hal ini menjadi tanda baik bagi upaya pengabdian saya untuk masyarakat Kalsel.

Mungkin karena inilah saya terpanggil untuk khidmat atau mengabdi kepada rakyat Kalsel. Bila saya mendapat taufik ilahi untuk berkhidmat kepada masyarakat Kalsel, saya akan semaksimal mungkin pegang amanat tersebut sebagai bentuk taklif dan kewajiban sebagaimana Allah Swt perintahkan kewajiban sholat, puasa dan zakat. Amin. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA