Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jakarta Bisakah Bebas Banjir

Mau Pake Naturalisasi Atau Normalisasi Sungai

Senin, 10 Desember 2018, 09:19 WIB
Jakarta Bisakah Bebas Banjir
Foto/Net
rmol news logo Memasuki musim penghujan, warga Jakarta dihantui banjir. Curah hujan yang tinggi tidak dibarengi drainase yang efektif. Belum lagi banjir kiriman dari hulu sungai yang melintasi kota Jakarta. Langkah Pemprov DKI Ja­karta menaturalisasi dan normalisasi sungai, diharapkan membuat ibu kota bebas banjir.

Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan, penanganan banjir di ibu kota tidak hanya bergantung pada proyek normalisasi sungai, namun juga dapat dilakukan dengan naturalisasi sungai.

Melalui naturalisasi, ekosistem di sungai akan terbangun. Sehingga air bisa terserap, mem­perlambat arus, dan mempertah­ankan ekosistem hijau di sekitar sungai. Hal tersebut tak bisa terwujud jika yang dilakukan adalah betonisasi badan sungai. Seperti yang terjadi selama ini.

Sejumlah warga di pinggir Kali Ciliwung yang ditemui Rakyat Merdeka mengaku kurang tahu soal naturalisasi sungai. Namun kata 'normalisasi' sungai baru ada yang mengaku tahu. "Kalau normalisasi kayaknya pernah denger," kata Anto, seorang ojek online di daerah Kramat Jati.

Dia berharap, pemerintah segera membenahi sungai biar Jakarta tidak banjir lagi. "Susah bos, kalau banjir. Dapur bisa nggak ngebul," ujarnya.

Warga lainnya, Endi mengira naturalisasi sungai sama dengan normalisasi sungai. Tapi apa pun program pemerintah, harusnya sukses bikin Jakarta nggak ban­jir lagi. "Mau naturalisasi atau normalisasi, kalau orang nggak berhenti buang sampah ke sun­gai, ya bakal banjir," ucapnya.

Wisnu, warga yang ditemui di daerah Cikini mengaku pernah baca berita soal naturalisasi sungai. Namun dia pesimistis, naturalisasi sungai bisa bikin Jakarta mirip Singapura atau Hong Kong. "Susahlah. Memang pinggir kalinya sudah dibeton. Tapi lihat aja airnya, kotor gitu. Musti dari hulunya dibenerin juga," katanya.

Seorang warga yang tak mau menyebutkan namanya menga­takan, program pemerintah buat sungai paling cuma ngebeton pinggirannya. Seperti di dekat RSCM, beton di pinggir sun­gai memang kokoh dan bikin daerahnya lumayan tertata. Tapi air Kali Ciliwung tetap kotor dan ada sampahnya. "Ini dari Bogor nih. Mau dibersihin di sini (Jakarta -red) juga percuma, kalau yang di sananya nggak dibersihin," ujarnya.

Untuk diketahui, dalam pro­gram anggaran Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKIJakarta, dalam Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) DKI2019, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terse­but mengalokasikan anggaran pengadaan tanah sungai atau saluran sebesar Rp 500 miliar.

Usulan anggaran tersebut disampaikan untuk pembiayaan pembebasan lahan di daerah bantaran sungai. Seperti di Sungai Ciliwung yang sempat berhenti sejak 2017. Sepanjang 2013-2017, normalisasi Sungai Ciliwung telah dilakukan sepa­njang 16,388 kilometer dari panjang sungai yang harus di­normalisasi 33,69 kilometer.

Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKIJakarta, Teguh Hendarwan mengata­kan, naturalisasi merupakan cara mengelola kali, saluran, waduk, situ dan embung melalui konsep pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Konsep ini tetap memperhatikan kapasitas tampun­gan, serta fungsi konservasi.

"Konsep dari naturalisasi adalah untuk bisa menampung kuantitas dan kualitas air yang cukup. Sungai, waduk, situ dan embung menjadi tempat berkembangnya flora dan fauna. Menjaga keaslian sungai dan waduk," terangnya.

Dia menambahkan, naturalisasi dilakukan dengan melihat kapasitas sungai atau waduk itu sendiri. Jika kapasitas untuk pengendalian banjir terpenuhi, bisa dilakukan naturalisasi. Selain itu perlu diperhatikan la­han yang tersedia untuk natural­isasi. Agar tidak bersinggungan dengan warga setempat.

Dalam naturalisasi akan di­lakukan penanaman pohon dan tanaman aquaponic. Pohon yang akan ditanam sejenis trembesi, pulai, flamboyan dan eucaliptus. Untuk tanaman aquaponic adalah papirus, lotus, airis dan apu.

Teguh mengakui, proses nor­malisasi Kali Ciliwung tertunda. Alasannya, pembebasan lahan butuh proses panjang. Seperti, warga yang terkena proyek normalisasi harus direlokasi dulu ke rumah susun sederhana sewa (Rusunawa). Ada juga yang harus melalui proses ganti rugi terlebih dahulu.

Dalam APBD DKI 2018, Dinas SDA Provinsi DKI Jakarta menda­pat anggaran Rp 400 miliar untuk pembebasan lahan guna normal­isasi waduk, Rp 900 miliar untuk pembebasan lahan guna normalisasi kali. Dalam APBD Perubahan 2018 juga ada tambahan Rp 450 miliar untuk pembebasan lahan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA