Ayat tersebut menggunakan kata lau (
wa lau sya' Rabbuka), yang dalam kebiasaan Al- Qur'an jika digunakan kata lau, bukannya in atau idza yang memiliki arti yang sama, yaitu "jika". Kekhususan penggunaan lau adalah isyarat sebuah pengandaian yang tidak akan pernah mungkin terjadi atau terwujud. SebaÂliknya kata idza menisyaratkan makna kepasÂtian akan terjadinya sesuatu, sedangkan kata in mengisyaratkan kedua-duanya, bisa terjadi atau bisa tidak terjadi. Ayat di atas mengguÂnakan kata lau lalu dipertegas dengan potonÂgan ayat berikutnya dengan menggunakan shiÂgat istifhamiyyah, tanda Tanya: Apakah kalian (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanÂya? Dalam ilmu Balaghah, salahsatu cabang ilmu bahasa Arab, shigat istifhamiyyah tersebut menegaskan ketidakmungkinannya hal yang dipertanyakan.
Banyak ayat yang mendukung bahwa perÂbedaan dan pluralitas di dalam masyarakat merupakan ketentuan Allah Swt, seperti yang dinyatakan di dalam Q.S. A-Hujurat/49:13. Kita tidak perlu mempertanyakan mengapa Allah Swt menciptakan hambanya tidak seragam. Semuanya itu sesungguhnya sebagai perwujuÂdan nama-nama-Nya (al-asma' al-husna') yang bermacam-macam. Setiap nama-nama terseÂbut menuntut pengejawantahan di dalam realiÂtas alam raya.
Di dalam ayat lain Allah Swt lebih tegas meÂnekankan bahwa perbedaan setiap umat sudah dirancang sedemikian rupa: "Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, nisÂcaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian- Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berÂbuat kebajikan". (Q.S. al-Maidah/5:48). Dalam ayat lain Allah Swt menyatakan: "Janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berÂlain-lain". (Q.S. Yusuf/12:67).
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa jalan menuju Tuhan memang tidak Tunggal. Mungkin karena itu Allah Swt selalu mengingatÂkan kita: "Tidak ada paksaan untuk (memasuÂki) agama (Islam)". (Q.S. al-Baqarah/2:256). Di dalam menyampaikan dakwah dan ajakan Allah menegaskan agar kita menghindari cara-cara kekerasan dan pemaksaan kehendak.
Berdakwah memerlukan kesabaran dan ketekunan seperti yang ditunjukkan Rasulullah sendiri. Allah Swt sendiri menurunkan Al-Qur'an selama 23 tahun, padahal Ia bisa menurunkÂannya dalam waktu sekejap. Ini menunjukkan bahwa memanusiawikan manusia memerlukan waktu, proses, strategi, dan metode. Jika perÂbedaan atau masalah muncul maka di situlah seninya hidup bermasyarakat. Allah Swt menÂyarankan menyelesaikan setiap perbedaan dan pertikaian yang muncul dengan dengan cara mengedepankan musyawarah.