Di dalam Al-Kitab keberadaan perempuan secara tegas dinyatakan, maksud penciptaan perempuan (Hawa) adalah untuk melengkapi salah satu hasrat keinginan Adam. Penegasan ini dapat dilihat di dalam Kitab Kejadian/2:18: "Tuhan Allah berfirman: 'Tidak baik kalau seÂorang laki-laki sendirian dan karenanya Eva (Hawa) diciptakan sebagai pelayan yang teÂpat untuk Adam (a helper suitable for him). Dalam literatur Islam, baik Al-Qur'an maupun Hadis, cerita seperti ini tidak dikenal. Dalam Hadis hanya dikenal nama Hawa sebagai satu-satunya istri Adam. Dari pasangan Adam dan Hawa lahir beberapa putra-putri yang kemudiÂan dikawinkan secara silang. Dari pasangan-pasangan baru inilah populasi menusia menÂjadi berkembang. Tentang tujuan penciptaan perempuan dalam al-Qur'an, tidak terdapat perÂbedaan penciptaan laki-laki, yaitu sebagai khalÂifah (Q.S.Q.S. al-An'am/6:165) dan sebagai hamba (Q.S.Al-Dzariya/51:56). Kedua fungsi ini diemban manusia semenjak awal penciptaanÂnya, terutama yang tercermin di dalam perjanjiÂan primordial manusia dengan Tuhannya (Q.S. al-A'raf/7:172). Dalam ayat lain ditegaskan, tuÂjuan penciptaan perempuan sebagai manifesÂtasi dari komitmen Tuhan yang menciptakan hambanya dalam keadaan berpasang-pasanÂgan (Q.S. al-Dzariyat/51/49).
Pernyataan teologis yang menyebutkan perempuan (Hawa) berasal dari tulang rusuk paling bawah, bengkok, sebelah kiri Adam palÂing banyak disoroti kaum feminis, karena itu artÂinya memberikan pembenaran perempuan seÂbagai subordinasi laki-laki. Isu tulang rusuk ini seolah menjadi isu universal pada hampir seÂmua agama dan kepercayaan di berbagai temÂpat di belahan bumi ini, tidak terkecuali di dalam dunia Islam. Menarik sekali untuk dikaji kareÂna di dalam Al-Qur'an tidak pernah diceritakan isu tulang rusuk ini. Bahkan, kata tulang rusuk (dlil') tidak pernah ditemukan dalam Al-Qur'an. Bahkan, kata Hawa yang sering dipersepsikan dengan istri Adam juga tidak pernah disebutkan secara eksplisit di dalam Al-Qur'an.
Pencitraan lain yang sulit diubah di dalam tradisi masyarakat ialah perempuan sebagai penggoda. Ini sulit diubah karena pernah termaktub secara eksplisit dalam Kitab Kejadian 3:12: “Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kau tempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan". Sebagai sanksi terhÂadap kesalahan perempuan itu, maka kepadanya dijatuhkan semacam sanksi sebagaimana disÂebutkan dalam Kitab Kejadian 3:16: "FirmanNya kepada perempuan itu: "Susah payahmu waktu mengandung akan kubuat sangat banyak; denÂgan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu".
Mitos perempuan sebagai penggoda hingga kini masih melekat dan masih menjadi stigma negatif di berbagai masyarakat, terutama di daÂlam dunia politik. Perempuan seringkali menjadi korban karena isu ini. Seolah perempuan dilahirÂkan sebagai makhluk penggoda (temtator). PadaÂhal, sesungguhnya perempuan adalah manusia biasa seperti halnya laki-laki. Bahkan, dunia laki-laki mungkin lebih sering menjadi faktor dalam persoalan kemanusiaan dan kemasyarakatan daÂlam lintasan sejarah. Menurut Prof Ivon Haddad, gurubesar di Georgetown University, Washington DC, seharusnya kaum perempuanlah yang harÂus paling banyak berterima kasih atas kehadiran Nabi Muhammd, karena dialah yang pertama kali mengangkat martabat kaum perempuan.