Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Peristiwa Kontroversi Yang Dilakukan Nabi & Sahabat (16)

Memberi Jaminan Sosial Hari Tua Non-Muslim

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Rabu, 14 November 2018, 08:36 WIB
Memberi Jaminan Sosial Hari Tua Non-Muslim
Nasaruddin Umar/Net
DALAM beberapa riwayat, Nabi Muhammad Saw ser­ing memberikan bantuan kepada orang-orang non-muslim, khususnya yang lemah. Nabi pernah mem­berikan sedekah kepada salah seorang Kepala Ke­luarga Yahudi. Di antara riwayat itu Nabi pernah mengatakan: "Sean­dainya Ibrahim (putra tunggal Nabi yang la­hir dari Maria al-Qibthiyyah) hidup, maka akan kubebaskan semua orang-orang Qibti dari pa­jak (jizyah). (HR Al-Manawi).

Islam betul-betul agama kemanusiaan. Bu­kan hanya menghargai kemanusiaan sesama umat Islam tetapi juga kemanusiaan seluruh umat manusia, tanpa membedakan agama, kepercayaan, etnik, kewarganegaraan, dan warna kulit. Ini sesuai firman Allah Swt: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam." (Q.S. Al-Isra'/17:70). Dalam ayat ini digunakan istilah anak cucu Adan (Bani Adam), tidak dikatakan Allah memulia­kan umat Islam atau umat beragama terten­tu, tetapi siapapun merasa anak cucu Adam wajib hukumnya dimuliakan. Baik ketika ia masih hidup maupun ketika sudah ia menjadi mayat.

Dalam tradisi Nabi yang kemudian dilan­jutkan oleh sahabat Nabi, orang-orang tua Bangka (uzur) diperhatikan oleh Negara atau pemerintah. Ada sebuah perjanjian yang per­nah ditandatangani Khalid bin Walid, sahabat seperjuangan Nabi yang wafat tahun 21 H, dengan penduduk Hirah, salah satu wilayah di dekat Kufah, Bagdad, yang intinya ia mem­buat kebijakan, sebagaimana dikutip dalam kitab Majmu'ah al-Watzaiq al-Siyasah, karya Muhammad Hamidullah bahwa: "Bila ses­eorang sudah tua dan lemah sehingga tidak mampu lagi bekerja, atau ditimpa penyakit, atau dia orang kaya tetapi tiba-tiba jatuh pailit, sehingga orang-orang yang seagama dengan­nya bersedekah kepadanya, maka kewajiban­nya membayar pajak (jizyah) harus ditiadakan dan dia harus dibiayai dan keluarganya oleh Baitul Mal selama mereka tinggal di tengah-tengah masyarakat Islam" (h.318).

Kebijakan serupa juga diterapkan Umar bin Khaththab terhadap penduduk non-muslim di Damsyik. Ketika ia menyaksikan komuni­tas Kristen yang sangat miskin dan mempri­hatinkan, maka ia memerintahkan agar mer­eka dibantu melalui Baitul mal. (Lihat Futuh al-Buldan karya Albalaziri, h. 135). Khalifah Umar juga menghapus beban pajak orang-orang non-muslim Qibti yang pernah mem­bantu umat Islam pada saat mengalami masa paceklik dalam tahun 18 H. Sama yang di­lakukan oleh Amru bin 'Ash, pernah membe­baskan pajak bagi orang-orang non-muslim yang bisa menunjukkan jalan keluar untuk mengirimkan kebutuhan pangan ke Mekkah dan Madinah dari Qibti.

Umar bin Abdul Aziz (W.102 H.) yang juga dikenal sebagai khalifah yang amat bijaksana, pernah membuat kebijakan dengan menyu­rat kepada Gubernur Bashrah, Adiy Arta'ah (W.102), yang isinya antara lain: "Carilah orang-orang non-muslim yang sudah tua dan tidak lagi bekerja, berikan apa yang mereka butuhkan dari Baitul Mal". (Lihat, Abu Ubaid bin Sallam, Al-Amwal, h. 57).

Soal pembebasan pajak dan bantuan lang­sung tunai (BLT) sering ditemukan dalam lin­tasan sejarah Islam, mulai dari zaman Nabi Muhammad Saw sampai sekarang. Islam dengan tegas melarang umatnya melakukan pembiaran terahadap suatu keadaan yang memprihatinkan secara kemanusiaan kepada umat manusia, tanpa membedakan agama dan etnik. Sekalipun etnik Yahudi sering me­musuhi umat Islam ketika itu tetapi Nabi selalu mencontohkan agar tidak pernah menggener­alisir kejahatan berdasarkan agama. Yang bermasalah bukan agama tetapi orang-orang yang beragama, mungkin karena tujuan-tu­juan yang sangat subjektif. Mari kita mencon­toh sikap positif Nabi sebagaimana disebut­kan dalam beberapa riwayat di atas.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA