Islam betul-betul agama kemanusiaan. BuÂkan hanya menghargai kemanusiaan sesama umat Islam tetapi juga kemanusiaan seluruh umat manusia, tanpa membedakan agama, kepercayaan, etnik, kewarganegaraan, dan warna kulit. Ini sesuai firman Allah Swt: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam." (Q.S. Al-Isra'/17:70). Dalam ayat ini digunakan istilah anak cucu Adan (Bani Adam), tidak dikatakan Allah memuliaÂkan umat Islam atau umat beragama tertenÂtu, tetapi siapapun merasa anak cucu Adam wajib hukumnya dimuliakan. Baik ketika ia masih hidup maupun ketika sudah ia menjadi mayat.
Dalam tradisi Nabi yang kemudian dilanÂjutkan oleh sahabat Nabi, orang-orang tua Bangka (uzur) diperhatikan oleh Negara atau pemerintah. Ada sebuah perjanjian yang perÂnah ditandatangani Khalid bin Walid, sahabat seperjuangan Nabi yang wafat tahun 21 H, dengan penduduk Hirah, salah satu wilayah di dekat Kufah, Bagdad, yang intinya ia memÂbuat kebijakan, sebagaimana dikutip dalam kitab Majmu'ah al-Watzaiq al-Siyasah, karya Muhammad Hamidullah bahwa: "Bila sesÂeorang sudah tua dan lemah sehingga tidak mampu lagi bekerja, atau ditimpa penyakit, atau dia orang kaya tetapi tiba-tiba jatuh pailit, sehingga orang-orang yang seagama denganÂnya bersedekah kepadanya, maka kewajibanÂnya membayar pajak (jizyah) harus ditiadakan dan dia harus dibiayai dan keluarganya oleh Baitul Mal selama mereka tinggal di tengah-tengah masyarakat Islam" (h.318).
Kebijakan serupa juga diterapkan Umar bin Khaththab terhadap penduduk non-muslim di Damsyik. Ketika ia menyaksikan komuniÂtas Kristen yang sangat miskin dan mempriÂhatinkan, maka ia memerintahkan agar merÂeka dibantu melalui Baitul mal. (Lihat Futuh al-Buldan karya Albalaziri, h. 135). Khalifah Umar juga menghapus beban pajak orang-orang non-muslim Qibti yang pernah memÂbantu umat Islam pada saat mengalami masa paceklik dalam tahun 18 H. Sama yang diÂlakukan oleh Amru bin 'Ash, pernah membeÂbaskan pajak bagi orang-orang non-muslim yang bisa menunjukkan jalan keluar untuk mengirimkan kebutuhan pangan ke Mekkah dan Madinah dari Qibti.
Umar bin Abdul Aziz (W.102 H.) yang juga dikenal sebagai khalifah yang amat bijaksana, pernah membuat kebijakan dengan menyuÂrat kepada Gubernur Bashrah, Adiy Arta'ah (W.102), yang isinya antara lain: "Carilah orang-orang non-muslim yang sudah tua dan tidak lagi bekerja, berikan apa yang mereka butuhkan dari Baitul Mal". (Lihat, Abu Ubaid bin Sallam, Al-Amwal, h. 57).
Soal pembebasan pajak dan bantuan langÂsung tunai (BLT) sering ditemukan dalam linÂtasan sejarah Islam, mulai dari zaman Nabi Muhammad Saw sampai sekarang. Islam dengan tegas melarang umatnya melakukan pembiaran terahadap suatu keadaan yang memprihatinkan secara kemanusiaan kepada umat manusia, tanpa membedakan agama dan etnik. Sekalipun etnik Yahudi sering meÂmusuhi umat Islam ketika itu tetapi Nabi selalu mencontohkan agar tidak pernah menggenerÂalisir kejahatan berdasarkan agama. Yang bermasalah bukan agama tetapi orang-orang yang beragama, mungkin karena tujuan-tuÂjuan yang sangat subjektif. Mari kita menconÂtoh sikap positif Nabi sebagaimana disebutÂkan dalam beberapa riwayat di atas.