Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

3 Bulan Mengintai Di Dua Daerah Kejaksaan Tangkap Koruptor

Dana Swakelola Rp 98 Miliar

Minggu, 11 November 2018, 09:47 WIB
3 Bulan Mengintai Di Dua Daerah Kejaksaan Tangkap Koruptor
Foto/Net
rmol news logo Tim intelijen Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menangkap Faisal, terpidana korupsi dana swakelola Dinas Pekerjaan Umum (PU) Deli Serdang Rp 105,8 miliar.

Mantan Kepala Dinas PU Deli Serdang itu dicokok di rumahnya di Kota Tebing Tinggi, Sumut, Sabtu dini hari, 10 November 2018.

"(Ditangkap) di semacam rumah workshop barang proyek. Yang bersangkutan kita dapatkan di tempat tersebut. Alamatnya di Jalan Yos Sudarso, Mekar Sentosa, Tebing Tinggi," kata Leo Simanjuntak, Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Sumut.

Ia menjelaskan, Faisal meru­pakan terpidana 12 tahun penjara karena melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp 105,83 miliar. Perbuatan itu dilakukan saat menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang.

Selain hukuman penjara, Faisal didenda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 98.098.963.578,52.

Apabila Faisal tak membayar uang pengganti, jaksa bisa me­nyita dan melelang hartanya. Jika hasil lelang belum mencu­kupi, Faisal dipenjara 5 tahun.

"Yang bersangkutan dipidana berdasarkan putusan Mahkamah Agung pada tanggal 15 Februari 2016," jelas Leo.

Faisal hanya dikenakan status tahanan kota saat proses kasasi. Begitu putusan MA keluar, ia menghilang.

Kejaksaan memasukkannya dalam daftar pencarian orang (DPO). Surat penetapan DPO kembali dibuat pada awal 2018. Sekaligus permohonan ban­tuan pencarian buronan kepada Adhyaksa Monitoring Center Kejaksaan Agung.

Selama buron, Faisal bisa menjalankan usaha. "Dia tetap bekerja. Sepertinya ada usaha-usaha. Karena di rumahnya berjalan usaha-usaha," ungkap Leo.

Tak hanya itu, Faisal yang kini berjenggot tebal juga bisa menghadiri hajatan pejabat koleganya.

Sebelum melakukan penangkapan, tim intelijen Kejaksaan Tinggi Sumut melacak keberadaan Faisal lebih dari 3 bulan. Awalnya Faisal diduga berada di rumahnya di Lubuk Pakam. Setelah disatroni ternyata tak ada.

Tim intelijen juga mengamati orang tua Faisal di Lubuk Pakam. Orang yang dicari juga takpernah nongol. Faisal akhirnya ditemukan di rumahnya di Tebing Tinggi.

"Selanjutnya (Faisal) akan dieksekusi ke Lapas Lubukpakam untuk menjalankan putusan Mahkamah Agung," kata Kepala Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumut, Sumanggar Siagian.

Perkara Faisal disidangkan sejak 2013 silam. Jaksa penuntut umum mendakwa Faisal korupsi dana swakelola Dinas PU tahun 2007-2010 mencapai Rp 105,8 miliar. Perbuatan itu dilaku­kan bersama-sama Bendahara Dinas PU Elfian, dan Bendahara Umum Daerah Deli Serdang, Agus Sumantri.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan me­mutus, Faisal terbukti korupsi. Sayangnya, Faisal hanya dihu­kum ringan: 1,5 tahun penjara. Vonis ini jauh di bawah tuntutan JPU yang meminta Faisal dihu­kum 8 tahun penjara.

Meski dihukum ringan, Faisal tak terima. Ia mengajukan banding. Pengadilan Tinggi Sumut memperberat hukuman menjadi 12 tahun penjara. Lebih tinggi dari tuntutan jaksa.

Tak hanya itu, Faisal harus membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 98 miliar subsider 5 tahun kurungan. MAmenguatkan putusan ini di ting­kat kasasi.

Sementara Elfian divonis 8 tahun penjara, denda Rp 200 juta dan membayar uang pengganti Rp 7,7 miliar subsider 1 tahun kurungan. Sama seperti Faisal, Elvian buron. Hingga kini belum tertangkap.

Kilas Balik
Buronan Diringkus Usai Buka Puasa Di Hotel Mewah


 Tauphan Ansar Nur, terpidana korupsi proyek pembangunan pasar Pabaeng-baeng diterbang­kan ke Makassar. Bos PT Citra Tama Timurindo itu bakal men­jalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas 1 Makassar.

Tauphan yang buron sejak 2016 ditangkap tim gabungankejaksaan pada Jumat, 18 Mei 2018 di Jakarta. "Dia ditangkap di Hotel Shangri-La, Jakarta ketika selesai berbuka puasa," kata Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksaan Agung, Jan Samuel Maringka dalam keterangan tertulis kepada Rakyat Merdeka.

Setelah ditangkap, Tauphan digiring ke Kejaksaan Agung. Selanjutnya diterbangkan ke Makassar. "Untuk eksekusi ke lapas," kata bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan itu.

Penangkapan terhadap Tauphan untuk melaksanakan putu­san Mahkamah Agung (MA) Nomor 09 K/Pid.Sus/2014 tang­gal 10 Juli 2014. Juga menanggapi Surat Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan nomor : R-132/ R.4.3/Dps.4/05/2017 tanggal 24 Mei 2017 kepada Adhyaksa Monitoring Center Kejaksaan Agung. Surat tersebut berisi per­mohonan pencarian buronan.

Jan menjelaskan, berdasarkan putusan kasasi Tauphan terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek pekerjaan konstruksi Pasar Pabaeng-bareng Kota Makassar tahun 2009.

Proyek itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2009 pada DIPA Kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kota Makassar. Anggarannya Rp 12,5 miliar

Berdasarkan perencanaan kegiatan proyek, alokasi anggaran tersebut digunakan untuk mem­bangun 16 item pekerjaan. Di antaranya pembangunan lahan parkir dan bagian muka toko serta los pedagang.

Beberapa item pekerjaan tidak terealisasi. Sedangkan pekerjaan yang telah diselesaikan ternyata di bawah standar. Sebab terjadi pengurangan penggunaan bahan material.

Begitu juga pekerjaan pembuatan sanitasi, bak kontrol saluran, pengadaan pompa air, sumur bor, menara air, rangka baja, dan pagar. Semuanya tak sesuai spesifikasi.

Hasil penyidikan kejaksaan, juga ditemukan penggunaan dana fiktif untuk pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Kenyataannya, tidak ada pen­gurusan izin itu.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar men­jatuhkan vonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 1 miliar, ter­hadap Tauphan.

Tak terima dengan vonis itu, Tauphan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Makassar. Upayanya membuahkan hasil. Pengadilan tingkat banding me­nyatakan Tauphan tak bersalah.

Menyikapi vonis itu, kejaksaan mengajukan kasasi ke MA. Alhasil, majelis hakim MAmembatalkan putusan Pengadilan Tinggi Makassar. MAsepakat dengan vonis yang diketuk Pengadilan Tipikor Makassar.

Tauphan kemudian menem­puh upaya peninjauan kembali (PK) ke MA, namun ditolak. Sejak Mei 2017, nama Tauphan dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Sebab dia tak memenuhi panggilan eksekusi putusan MA.

Kejati Sulsel sempat menggeledah rumah mewah Tauphan di komplek Azalea, Kota Makassar pada Desember 2017 silam. Lantaran pagar rumah digembok, tim kejaksaan harus memanjat untuk bisa masuk.

Di halaman rumah Tauphan terparkir tujuh mobil mewah. Mulai dari Ferrari, Porsche, Hummer, Mercedes Benz, Range Rover hingga Toyota Alphard.

Ketika disatroni tim kejak­saan, semua pintu rumah dikunci dari dalam. Tim berhasil masuk rumah melalui lorong di samping yang menuju kolam renang.

Mengetahui kedatangan tim kejaksaan, penghuni bersem­bunyi dan mengunci di dalam kamar. Setelah tim mengancam akan mendobrak pintu, menantu, cucu Tauphan, dua pembantu rumah tangga dan seorang baby sitter, akhirnya keluar.

Tim menginterogasi penghuni rumah karena tak menemukan Tauphan. Namun mereka ogah buka mulut. "Kita mengimbau le­wat keluarga agar Tauphan meny­erahkan diri," kata ketua tim Jefri Penanging Makapedua. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA