Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menuding Pemkot Bekasi sengaja memunculkan isu sampah untuk memperÂoleh dana kemitraan dari DKI Jakarta, sebab, kata Anies, perÂsoalan dana hibah kemitraan tak ada kaitannya dengan dana hibah pengelolaan sampah, yang di dalamnya termasuk dana kompensasi bau sampah.
Kisruh soal pengelolaan sampah itu kemudian berlanjut saat Dinas Perhubungan Kota Bekasi melakukan penghentian operasional 16 truk sampah miÂlik Pemprov DKI Jakarta.
Kemarin siang, Walikota Bekasi Rahmat Effendi bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balaikota DKI. Lantas bagaimana hasilÂnya? Apakah Bekasi tetap mengajukan dana kemitraan Rp 2 triliun? Berikut penuturan pria yang akrab dipanggil Bang Pepen ini.
Bagaimana hasil pembaÂhasan soal polemik pengelolaan sampah di Bantargebang? Beberapa hari ini memang terjadi miskomunikasi, antara Bekasi dengan DKI Jakarta. Dan hari ini saya merasa bersyukur, bahwa ternyata tidak ada yang berubah dari kebijakan DKI, berkenaan dengan hubungan kedaerahan dan kemitraan yang dibangun, dan juga tanggung jawab terhadap pengelolaan TPST Bantargebang. Jadi karena saya melihat dan mendengar langsung dari Pak Gubernur, rasanya sangat adem Kota Bekasi.
Memang kemarin ada yang sulit, ternyata dua hari yang lalu Pak Gubernur menghubungi saya, cuma tidak ditindaklanjuti. Pas tadi dicek-cek saya hubungi, ternyata keluar nomor ini oh iya.
Akhirnya, atas nama Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dan warga kota Bekasi, kami mengucapkan terima kasih kepada pak gubernur.
Bahkan setelah itu pun kami dijamu makan. Jadi itu baru makan sebentar saja gizi kami sudah meningkat, apalagi jika kebersamaan ini terus dibanÂgun.
Soal masalah dana bagaimaÂna?Kalau pun ada pengajuan dari Kota Bekasi ke Pak Gubernur, itu adalah bagian dari kemiÂtraan, bagian dari perjanjian. Kemudian sesuatu hal yang Pak Gubernur sampaikan tadi, integrasi daerah bagaimana membangun daerah itu supaya kalau jalan di DKI rasanya Adi Kota Bekasi juga A.
Karena komunitas urbannya seperti itu. Terus berkenaan dengan bantuan hibah itu, daÂlam kata proses pengelolaan keuangan sebenarnya yang kami minta itu partisipasi, karena kami ada kerjasama pengeloÂlaan Bantargebang. Terus tadi ditanya saat ada persoalan misÂkomunikasi itu, semua datang ke sana enggak ada yang tertahan. Yang tertahan itu hanya 12 moÂbil yang enggak punya SIM dan surat-suratnya enggak lengkap.
Lalu dananya akan cair akhir 2018 atau tahun deÂpan? Persoalannya bukan cair atau tidak, persoalannya itu rasional atau tidak. Yang kedua prosesnya ini yang kesepahaman. Saya dan Pak Gubernur sudah sepaÂkat kalau ke depan akan terus, karena itu tadi kami membuat kerangka pembangunan untuk lima tahun.
Pak Gubernur kan baru satu tahun pertama, lalu saya juga baru pertama, nanti kami grade tahun pertama, tahun kedua, tahun ketiga dan seterusnya sehingga tidak terjadi miskomuÂnikasi seperti ini lagi.
Bakal bentuk tim untuk membahas hal ini? Iya, nanti antar tim akan berdiskusi lebih detailnya. Kami ingin pembangunan Jabodetabekjur dibangun dalam sebuah semangat integrasi, karena perekonomian di wilayah ini terintegrasi, jadi kerjanya pun harus terintegrasi.
Yang dibahas detail itu dana sampahnya saja kan? Semuanya, katanya semua yang jadi aspirasi akan dibahas secara detail.
Dana tersebut nanti dimanÂfaatkan buat apa saja? Kami manfaatkan bantuan itu pertama buat infrastruktur lingÂkungan, pendidikan, kesehatan, serta sarana dan prasarana. Nah, karena itu diatur dalam hak dan kewajiban, maka pemanfaatan tadi diutamakan buat di sekitar daerah TPST Bantargebang. Sekarang di sana itu sudah ada 90 ribu jiwa.
Kalau tahun 1988-1989 atau pada saat awal itu belum segitu, dan volumenya belum mencapai 7 ribu. Kalau Pak Gubernur dengan intermediate treatment facility (ITF) bisa 2.200 ton per hari sebenarnya cukup, dengan DKI yang uangnya banyak, dan bisa mengurangi yang di sana sehingga bisa selesai. ***
BERITA TERKAIT: