Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Perempuan Hebat di Dalam Al-Qur'an (56)

Hak Politik Perempuan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 23 Oktober 2018, 10:37 WIB
Hak Politik Perempuan
Nasaruddin Umar/Net
PARA perempuan yang di­ungkap di dalam Al-Qur'an, yang dalam artikel ini dis­ebut 'Perempuan Hebat', ternyata memiliki kemam­puan untuk menggunakan hak-haknya, termasuk hak politik. Ini menjadi bukti ter­balik kalau ada yang men­gatakan perempuan dibata­si haknya oleh nilai-nilai dan ajaran agama. Dalam Islam, ada ayat dan hadis sering digu­nakan untuk mereduksi hak-hak politik perem­puan. Di antara dalil-dalil agama tersebut ialah: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan se­bahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka (Q.S. Al-Nisa’/4:34). Sedangkan dalam hadis ialah: Tidak akan beruntung suatu yang menyerahkan urusannya kepada perempuan). Ternyata ayat dan hadis ini difahami secara berbeda atara kelompok yang menganut azas kesetaraan jender.

Ayat dan hadis tersebut di atas membatasi perempuan untuk menjadi pemimpin. Akan tetapi jika didalami sabab nuzul dan sabab wurud-nya sesungguhnya tidak bermaksud mereduksi hak-hak perempuan untuk menjadi pemimpin. Ayat ini turun dalam konteks kerumahtanggaan (domestic sphare), bukan dalam lingkup ruang publik, yaitu turun untuk melerai pertengkaran seorang laki-laki Anshar dengan isterinya. Ayat ini juga menggunakan kata al-rijal (gender term), yang menunjuk kepada kapasitas terten­tu yang dibebankan budaya terhadap laki-laki tertentu, bukannya menggunakan kata al-dza­kar (sex term), yang menunjuk kepada setiap orang yang berjenis kelamin laki-laki. Kata qaw­wamun diartikan sebagai "pemimpin", yakni la­ki-laki menjadi pemimpin terhadap perempuan, yang juga bisa berarti pelindung. Terjemahan bahasa Inggerisnya: "Man are the protectors and maintainers of women" berarti pelindung atau pemelihara. Muhammad Abduh dalam Al- Manar-nya tidak memutlakkan kepemimpinan laki-laki terhadap perempuan. Alasannya kare­na ayat ini tidak menggunakan kata: Bi tafdhili­him 'alaihinna atau bima fadhdhalahum 'alaihin­na (sebagaimana Allah memberikan kelebihan laki-laki terhadap perempuan), tetapi menggu­nakan kata: Bima fadhdhala Allah ba'dhahum 'ala ba'dh (oleh karena Allah telah memberikan kelebihan di antara mereka di atas sebagian yang lain). Redaksi ini lebih tepat karena dalam kenyataan sosial tidak selamanya laki-laki lebih mampu daripada perempuan.

Mengenai hadis yang dipopulerkan oleh Abu Bakrah, salahseorang mantan budak yang dih­adapkan oleh suatu kondisi sulit. Ia harus memi­lih antara mendukung sayyidina Ali, suaminya Fatimah anak kesayangan Nabi, atau mendu­kung 'Aisyah, istri Nabi dan putrinya sayyidina Abu Bakar. Dalam posisi seperti ini Abu Bakrah memopulerkan hadis di atas. Hadis ini sesung­guhnya respon Nabi setelah mendengarkan raja Persi bernama Kisra wafat, dan kekua­saannya digantikan oleh putrinya. Nabi mema­hami betul kondisi kerajaan Persi yang tengah menghadapan musuh bebuyutannya, kerajaan Romawi. Dan ternyata kemudian Heraklius menginvasi Persia dan menduduki Ktesiphon. Munculnya hadis ini ternyata juga dilatarbela­kangi oleh suatu sebab khusus yang sifatnya kondisional.

Al-Qur'an justru menampilkan sosok pemimpin perempuan ideal dalam al-Qur'an. Balqis adalah representasi kepemimpinan ratu yang sukses dalam Al-Qur'an. Balqis dilukiskan se­bagai pemilik tahta kerajaan "superpower" (lahu 'arsyun 'adhim/27:23), dan tidak pernah ada kata lah'arsyun ‘adhim. Kisah tentang ke­besaran Ratu Balqis diuraikan tidak kurang dari dua surah (al-Naml dan al-Anbiya'). Kisah pan­jang tentang penguasa Saba' yang makmur tentu bukan sekedar "cerita pengantar tidur", tetapi sarat dengan makna dalam kehidupan umat manusia. Setidaknya, Al-Qur'an mengi­syaratkan dan sekaligus mengakui keberadaan perempuan sebagai pemimpin. Kita diingat­kan bahwa di dalam Al-Qur'an pernah ada to­koh perempuan yang mengendalikan kekua­saan besar dan di sekelilingnya banyak tokoh laki-laki. Kisah Balqis dan Sulaiman ini mendu­kung pernyataan ayat lain yang mendukung ke­bolehan perempuan untuk menjadi pemimpin, yani: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (ada­lah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendiri­kan sembahyang, menunaikan zakat, dan mer­eka ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya (Q.S. Al- Taubah/9:21).

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA