Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Tjahjo Kumolo: Silakan Kepala Daerah Dukung Capres, Tapi Jangan Melibatkan ASN dan Fasilitas Negara

Rabu, 17 Oktober 2018, 08:31 WIB
Tjahjo Kumolo: Silakan Kepala Daerah Dukung Capres, Tapi Jangan Melibatkan ASN dan Fasilitas Negara
Tjahjo Kumolo/Net
rmol news logo Sebelumnya terdapat 11 orang kepala daerah yang mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi-Ma'ruf Amin di Riau. Deklarasi itu pun dipermasalahkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Riau. Bawaslu Riau menilai kepala daerah tidak etis apabila membawa nama jabatan instansi pemerintah dalam mendukung salah satu calon presiden (capres).

Bawaslu pun sudah melaku­kan rapat pleno untuk mengkaji dugaan pelanggaran yang di­lakukan oleh para kepala daerah tersebut. Selain itu Bawaslu juga sudah menjadwalkan pemanggilan para kepala daerah yang deklarasi mendukung Jokowi- Ma'ruf Amin. Lantas bagaimana tanggapan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Berikut penuturan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Bagaimana tanggapan Anda soal ini?
Begini ya, kepala daerah itu kan jabatan politis. Dia men­jadi calon kepala daerah, dan menjadi kepala daerah dengan didukung oleh satu partai, atau gabungan partai politik. Jadi pi­sahkan, pada catatan dia sebagai anggota partai politik, maupun jabatan kepala daerah. Kalau dia sebagai anggota koalisi par­tai yang mendukung salah satu pasangan calon, sah-sah saja menurut saya. Tapi dalam me­nyampaikan dukungannya tidak boleh melibatkan pegawainya, tidak boleh menggunakan dana atau aset daerah.

Yang penting enggak pakai fasilitas dan melibatkan ASN (Aparatur Sipil Negera/PNS) ya?
Iya. Kalau dia mau rapat di Jakarta ya pakai dana pribadi. Dia (kepala daerah) mau deklarasi di Jakarta ya harus pakai uang pribadi. Kalau dia mau deklarasi di daerah ya jangan pakai uang pemda, dan juga jangan me­libatkan pegawai pemdanya. Netralitas ASN itu harus sama dengan yang diemban oleh TNI-Polri. Jadi tolong pisahkan posisi kepala daerah tersebut. Meski dia beda partai tetapi mendu­kung capres yang beda partai, saya kira sah-sah saja. Kalau kemudian dia dipanggil oleh Bawaslu ya jelaskan. Saya kira aturan-aturan sudah jelas, jadi tidak ada masalah.

Tapi kalau dia bawa-bawa jabatannya misalnya bupati atau walikota itu bagaimana?
Ya silakan datang saja dulu ke Bawaslu. Kemudian sam­paikan alasannya, dan dengar apa yang menjadi masukan dari Bawaslu.

Bupati Malang kan diper­iksa oleh KPK. Bagaimana tanggapan Anda soal ini?

Pertama, asas praduga tak ber­salah tetap kami ke depankan. Bagi kepala daerah atau sia­papun yang tidak bisa menjalani pemerintahan, langsung kami tunjuk Pelaksana Tugas (Plt). Bupati Malang kan baru ter­sangka. Belum seperti yang lain yang ditahan. Artinya dia masih bisa membagi waktu dengan wakilnya. Sampai kapan? Ya menunggu hasil pemeriksaan dari KPK.

Ini kan korupsinya un­tuk bayar utang kampanye saat pilkada. Apa upaya dari Kemendagri supaya hal se­rupa tidak terulang?
Saya kira itu kembali kepada masing-masing individu. Tentu tidak bisa pemerintah ikut cam­pur bagaimana mekanisme, bagaimana hubungan seorang kader partai, seseorang yang didukung partai atau gabungan partai politik. Kami kembalikan kepada masing-masing individu. Tapi yang penting mari kita la­wan yang namanya politik uang, mari kita lawan kampanye yang mengumbar kebencian, fitnah dalam pilkada, pileg, dan pil­res. Mari kita adu program, adu konsep, dan adu gagasan untuk mensejahterakan masyarakat dan daerah. Karena semua itu adalah racun demokrasi yang harus kita lawan. Kita harus pu­nya komitmen yang sama, untuk melawan racun demokrasi, yang sekarang sedang menjerat, baik kepala daerah maupun anggota DPRD.

Kembali terjadi OTT kali ini di Bekasi. Apa tanggapan Anda terkait hal ini?
Saya belum mendapat lapo­ran soal itu. Tunggu saja dulu. Kami akan menyikapi setelah KPK menyampaikan pernyataan resmi. Dan biasanya setelah itu, KPK akan mengirim surat ke Kemendagri, jika ada perangkat daerah, kepala daerah, dan ang­gota DPRD yang ditangkap.

Soal pelarangan ponpes di­gunakan sebagai media untuk kampanye bagaimana?
Saya hanya mengimbau ke­pada seluruh pasangan calon, baik capres-cawapres maupun calon DPRD dan juga tim suksesnya, untuk mengikuti baik PKPU maupun peraturan Bawaslu yang merujuk kepada peraturan un­dang-undang. Sudah itu saja. Ikuti aturan KPU dan Bawaslu yang merujuk pada undang-undang.

Secara garis besar apa isi MoU ini?

Ini adalah MoU lanjutan yang selama 3 tahun Kemendagri bu­ka kerja sama rutin. Isinya yang pertama adalah pejabat-pejabat eselon II yang akan masuk es­elon I di Kemendagri itu wajib untuk mengikuti Lemhanas. Kemudian gubernur, wakil gu­bernur, bupati, wakil bupati, serta pimpinan DPRD baik tingkat I dan II. Itu semata-mata untuk membangun pola pikir sampai di tingkat wali kota, bu­pati, dan DPRD, sehingga mer­eka akan punya pola pikir yang komprehensif dan memahami masalah ketahanan nasional, serta wawasan nusantara.

Dengan berkumpulnya mer­eka di lembaga Lemhanas ini, kita akan mampu mencetak orang-orang yang mempunyai pola pikir komprehensif. Ini penting buat kepala daerah yang mempunyai latar bela­kang partai politik, punya latar belakang kelompok, golongan, maupun daerah dengan mengi­kuti Lemhanas ini akan memiliki wawasan ketahanan nasional, dan pola pikir yang utuh. Bahwa dia bertugas membawa amanat masyarakat, sebagai bagian dari pada pemerintahan yang sah, dengan ideologi dan wawasan yang utuh.

Notaris kan juga ada ikut kegiatan di Lemhanas. Untuk apa?
Lho, notaris itu terlibat ya dalam setiap pemerintahan di daerah. Menyangkut kredit, menyangkut jual beli tanah, menyangkut pajak dan lain seba­gainya. Saya kira aturannya jelas, undang-undangnya jelas. Karena keberadaannya itu ada di setiap kecamatan. Perlunya notaris di Lemhanas itu dia juga jadi punya pola pikir yang integral, tidak ego, tidak untuk kepentingan masing-masing.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA