OH mengaku mengonsumsi sabu lantaran dalam kondisi depresi, akibat kematian anak keduanya. Sebelumnya wakil rakyat lainnya, yang diciduk BNNadalah anggota DPRD Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Ibrahim Hasan (45). Dia diamankan petugas terkait kepemilikan 105 kilogram sabu dan 30 ribu pil ekstasi.
Kepala Badan Narkotka Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Heru Winarko memantau seksama fenomena tersebut. Berikut pemaparan jenderal Polisi bintang tiga ini.
Belakangan banyak anggota dewan yang kedapatan menggunakan narkoba. Sejauh ini apakahBNN memberikan perhatian lebih melihat fenomena itu?Ya tentu, bahkan ada juga beberapa partai politik yang bekerjasama dengan kita untuk memperbaiki (perilaku anggota dewan) sebagaimana harapan kita bersama. Alhamdulilah, sebulan yang lalu terbit Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan, Pencegahan Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN). Termasuk juga kami sampaikan kepada Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan bahwa P4GN bisa dilaksanakan di kementeÂrian, lembaga, provinsi, kabuÂpaten/kota, dan harapan kami di parpol. Kami berharap P4GN masuk dalam program-program kerja parpol, ormas, kementeÂrian, dan lembaga.
Apakah BNN pernah menÂemukan dana terkait perdaÂgangan narkotika yang masuk ke parpol?Masih belum, sedangkan yang kami dapatkan adalah pembaÂyaran ke tempat bandarnya. Serta pembelian aset seperti rumah, mobil, dan lain-lain.
Untuk menekan angka pengÂguna narkotika di kalangan anggota dewan bagaimana?Makanya saya menyampaikan harapan kita bersama agar tidak hanya parpol maupun ormas. Jadi Inpres itu tidak hanya berÂlaku untuk kalangan tertentu saja namun semuanya. Perubahan pada swasta dan parpol agar meÂmaksakan menggunakan P4GN itu. Yang jelas kalau pengguna jika tingkat stresnya tinggi bisa bandar yang masuk.
Perkembangan realisasi penjara khusus pengedar narkotika bagaimana?Untuk penjara khusus beÂberapa hari lalu kami sudah bicarakan. Jadi ada tiga
hight level, medium, dan
low level. Untuk yang hight sudah disiapÂkan namun ada kendala-kendala yang mungkin Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakat Bu Sri Puguh yang bisa menjelaskan. Sehingga kami bisa menyesuaiÂkan kira-kira apa yang dibutuhÂkan di sana (Lapas) dan apakah memungkinkan bandar narkoÂtika masuk ke
high level.Apakah akan ada percepaÂtan hukuman mati?Kalau yang itu kan supaya ada kepastian hukuman. Yang jelas kalau itu dilakukan akan menimbulkan efek jera.Terlebih kepastian hukum juga bisa kami dapatkan.
Berapa jumlahnya?Kalau dari catatan kami lebihkurang ada 91 orang yang sedang berproses. Pun ada yang mengaÂjukan Peninjauan Kembali. Kami berharap dapat disegerakan suÂpaya ada kepastian hukum.
Dari 91 orang yang akan dieksekusi, apakah masih ada yang terlibat perdagangan narkotika?Ada, malah yang kemarin di Medan baru tiga bulan kaÂmi tangkap, lalu main lagi. Parahnya yang terkena hukuÂman mati main lagi. Jadi kami memang berharap supaya ada kepastian hukum.
Memang pemesanan narkoÂtika dari Lapas mendomiÂnasi?Memang makin meningkat. Selama 7 bulan saya jadi Kepala BNN hampir semua barang-barang yang saya tangkap, dan yang terakhir 35 kilo itu pesanan dari dalam (Lapas). Ini yang sangat kami prihatinkan. Bayangkan saja selama 7 bulan ada 24 kasus yang berhasil kami bongkar. Terlebih kasus tersebut berkaitan dengan Lapas. Maka dari itu kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) terkait urusan itu.
Jadi apa yang perlu dibeÂnahi BNN bersama lembaga pemerintah lainnya?BNN sendiri kan tidak hanya menyoal pada pemberantasan saÂja, namun pencegahan dan juga pemberdayaan. Misalnya kami mengedukasi bahaya narkotika. Sistem juga kami perbaiki denÂgan menyiapkan anjing pelacak. Lalu juga sistem untuk pengawasan komunikasi. Kami juga berharap adanya keterbukaan dari Dirjen Lapas terkait perÂbaikan di dalam (Lapas). BNN juga menggagas pertemuan dengan dengan Kabareskrim, Jamtipdum, dan hakim agung. Kemudian kami adakan pelatiÂhan bagi penyidik, penuntut, hakim, termasuk bersama-sama dengan pihak Lapas.
Rencananya berapa Lapas yang akan dilatih?Ada tiga tempat. Pertama Lampung, Medan, dan Kalimantan Timur. Di situ kami harus bisa satu persepsi antara penyidik, penuntut, hakim terhadap para pengguna (narkotika). Apakah dikenakan pasal 54, pasal 27, dan lain-lain. Sehingga vonis hukuÂmannya lebih fokus. ***