Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

KPK Periksa Saksi Penyerahan Uang Untuk Irwandi Yusuf

Kasus Korupsi Proyek Dermaga Sabang

Rabu, 19 September 2018, 10:04 WIB
KPK Periksa Saksi Penyerahan Uang Untuk Irwandi Yusuf
Irwandi Yusuf/Net
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri dugaan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menerima jatah dari proyek pembangunan dermaga Sabang.
Penyidik lembaga antirasuah pun memeriksa Izil Azhar alias Ayah Merin. Bekas Panglima GAM Wilayah Sabang itu didu­ga orang yang menjadi perantara penyerahan uang.

Pemeriksaan juga dilakukan kepada Teuku Fadhiatul Amri. "Saksi ini diduga mengetahui teknis serah-terima uang," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.

KPK juga memanggil Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) Sayid Fadhil untuk diperiksa.

Irwandi diduga menerima uang Rp 14,069 miliar dari proyek pembangunan dermaga Sabang tahun 2011. Hal itu diungkapkan jaksa penuntut umum KPK dalam persidangan Ruslan Abdul Gani, Kepala BPKS periode 2010-2011.

Ruslan didakwa melaku­kan korupsi proyek dermaga Sabang yang merugikan negara Rp 116,016 miliar. "Memperkaya orang lain yaitu Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Irwandi Yusuf sebesar Rp 14,069 miliar yang diserahkan secara bertahap melalui Izil Azhar di rumah Izil Azhar di dekat bekas Terminal Setui Banda Aceh," demikian surat dakwaan yang dibacakan pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta 3 Agustus 2016.

Ruslan diangkat sebagai Kepala BPKS berdasarkan Surat Keputusan Irwandi Yusuf sebagai Gubernur Aceh sekaligus Ketua Dewan Kawasan Sabang.

Ruslan kemudian mengusul­kan proyek lanjutan pemban­gunan derma bongkar dengan anggaran Rp 263 miliar. Nindya Sejati Joint Operation kerja sa­ma PT Nindya Karya dengan PT Tuah Sejatióditunjuk langsung sebagai pelaksana proyek.

Ruslan memerintahkan Ramadhani Ismy selaku peja­bat pembuat komitmen (PPK) proyek membuat harga perkiraan sendiri (HPS). HPS ditetapkan Rp 264,76 miliar setelah di­gelembungkan.

Kontrak proyek mengalami tiga kali adendum karena pe­rubahan volume pekerjaan dan perubahan harga hingga men­capai Rp 285,84 miliar.

Dalam pelaksanaan proyek, Nindya Sejati Joint Operation mensubkontrakkan kepada PT Budi Perkasa Alam, PT Mitra Mandala Jaya, PT Kemenangan dan PT Wika Beton.

Sementara konsultan penga­was PT Atrya Swacipta Rekayasa (ASR) membuat laporan kema­juan pekerjaan bukan berdasar­kan kondisi nyata.

Berdasarkan laporan itu, Nindya Sejati Joint Operation menerima pembayaran Rp 262,1 miliar. Padahal, proyek itu han­ya menelan biaya Rp 147,461 miliar. PT Nindya Karya mer­aup untung Rp 15,512 miliar. Sedangkan PT Tuah Sejati Rp 21,079 miliar.

Ruslan mendapat jatah duit proyek Rp5,3 miliar. Uang diser­ahkan Kepala Proyek Sabir Said. Pihak lain yang ikut menda­pat keuntungan dari proyek ini adalah Kepala Cabang PT Nindya Karya Sumut-Aceh Heru Sulaksono Rp 19,88 mil­iar, Ramadhani Ismy Rp 3,821 miliar, Irwandi Yusuf Rp 14,069 miliar, Ananta Sofwan Rp 250 juta, pihak-pihak yang terkait BPKS Rp 9,25 miliar dan pihak-pihak lain Rp 26,315 miliar.

Irwandi sempat diperiksa da­lam kasus ini. Namun tak dijerat sebagai tersangka. KPK kem­bali menelusuri dugaan peneri­maan duit jatah proyek dermaga Sabang setelah membongkar kasus suap Dana Alokasi Khusus Aceh (DOKA).

Irwandi ditangkap karena menerima suap dari Bupati Bener Meriah, Ahmadi agar menga­lokasi DOKA untuk Kabupaten Bener Meriah.

Kilas Balik
Bekas Kacab Nindya Karya Divonis Bayar Uang Pengganti Rp 23 Miliar


Dua tersangka korupsi pem­bangunan dermaga Sabang lebih dulu diseret ke meja hijau. Heru Sulaksono dan Ramadhani Ismy dinyatakan bersalah melakukan korupsi bersama-sama dalam proyek yang berlangsung dari 2006 hingga 2010 itu.

Heru adalah bekas Kepala Cabang PT Nindya Karya Sumut-Aceh. Ia ditunjuk menjadi kuasa Nindya Sejati Joint Operation (JO) yang menggarap proyek pembangunan dermaga Sabang. Sedangkan Ramadhani, Direktur Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS). Ia menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek ini.

Di Pengadilan Tipikor Jakarta, Heru divonis penjara selama 9 tahun. Ia juga didenda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 12,6 miliar subsider 3 tahun kurungan. KPK telah menyita aset Heru untuk menjadi pengganti keru­gian negara jika nanti putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap.

Sebelumnya, jaksa menuntut Heru dipenjara 10 tahun penjara, denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp 23,12 miliar subsider lima tahun ku­rungan.

Majelis hakim menyatakan Heru terbukti bersalah melaku­kan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Dipaparkan dalam putusan, rangkaian perbuatan Heru dim­ulai ketika tahun 2004, dia mendapat informasi proyek pembangunan dermaga bongkar di Sabang, yang akan dilakukan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS).

Untuk mengerjakan proyek ini, PT Nindya Karya melakukan kerja sama opera­sional (joint operation) dengan perusahaan lokal PT Tuah Sejati. Heru ditunjuk sebagai kuasa Nindya Sejati JO.

Dalam perjalanannya, proses pengadaan barang dan jasa pem­bangunan dermaga Sabang dari 2004, 2006-2011 dilaksanakan tidak sesuai pedoman pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Heru dan sejumlah pihak lainnya menggunakan harga perkiraan sendiri (HPS) yang sudah digelembungkan. HPS itu yang diajukan sebagai penawaran Nindya Sejati JO kepada BPKS.

Meski Nindya Sejati JO sudah memenangkan tender, penggara­pan dermaga tak dilakukan send­iri. Tapi disubkontrakkan kepada CV SAA Inti Karya Teknik pada 2006 dan untuk tahun 2007-2011 kepada PT Budi Perkasa Alam tanpa persetujuan PPK.

Majelis hakim menye­butkan ada sejumlah pihak yang menikmati uang hasil korupsi. Yakni Tengku Syaiful Achmad Rp 2 miliar, PT Nindya Karya Rp 4 miliar, Saiful Ma'ali Rp 1,2 miliar, Taufik Reza Rp 1,3 miliar, Zainuddin Hamid Rp 7,5 miliar, Ruslan Abdul Gani Rp 100 juta, Zulkarnaen Rp 100 juta dan Ananta Sofwan Rp 977 juta.

Sedang korporasi yang disebut turut menerima duit korupsi perkara ini PT Nindya Karya Rp 44,6 miliar, PT Tuah Sejati PT 49,9 miliar, PT Budi Perkasa Alam (BPA) Rp 14,3 miliar, dan PT Swarna Baja Pacific (SBP) Rp 1,7 miliar. Pihak lain yang turut kecipratan duit korupsi proyek mencapai Rp 129,5 miliar.

Jaksa KPK memutuskan band­ing karena tuntutan mengenai besar ganti rugi tak dikabul­kan majelis hakim. Pengadilan Tinggi Tipikor DKI Jakarta mengabulkannya. Heru diharus­kan membayar Rp 23,12 miliar seperti tuntutan jaksa. Namun subsidernya hanya tiga tahun kurungan.

Sementara Ramadhany divo­nis penjara 6 tahun, denda Rp 200 juta dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 3,2 miliar. Ia menerima vonis ini. "Saya tidak banding," katanya pasrah. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA