Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Terungkap, Istri Dan Anak Asiong Musnahkan Barang Bukti

Kasus Suap Bupati Labuhanbatu

Senin, 17 September 2018, 09:13 WIB
Terungkap, Istri Dan Anak Asiong Musnahkan Barang Bukti
Efendy Sahputra alias Asiong/Net
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan penyidikan terhadap Efendy Sahputra alias Asiong. Bos PT Binivan Konstruksi Abadali itu bakal didakwa menyuap Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap.

Saksi terakhir yang diperiksa untuk perkara Asiong adalah Juliati dan Vanken Davis Vincent Efendy. Istri dan anak Asiong itu terlibat memusnahkan ba­rang bukti dengan cara dibuang ke sungai.

Pemusnahan dilakukan tidak la­ma setelah tim KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Namun bisa terendus setelah mendapati bungker di rumah Asiong dalam keadaan kosong.

Seorang petani menjadi saksi pembuangan barang bukti dari atas jembatan di Rantau Utara, Labuhanbatu.

Barang bukti yang dibuang ke sungai berupa dokumen-doku­men yang diduga terkait proyek dan perangkat elektronik.

Jurubicara KPK Febri Diansyah membenarkan pemeriksaan terhadap istri dan anak Asiong terkait pemusnahan barang bukti. "Penyidik ingin memasti­kan apakah upaya penghilangan barang bukti dilakukan atas perintah tersangka (Asiong) atau atas inisiatif saksi," katanya.

Keterangan dari pihak ke­luarga ini melengkapi berkas perkara Asiong. Menurut Febri, berkas perkara Asiong memuat keterangan 35 saksi. Termasuk saksi petani tadi.

Pelimpahan berkas perkara ke penuntutan telah dilakukan Jumat pekan lalu. Jaksa penun­tut umum KPK tengah meny­usun surat dakwaan sebelum perkara Asiong dilimpahkan ke pengadilan.

Asiong didakwa dengan Pasal 5 ayat 1 atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tentang pe­nyuapan. "Rencananya sidang di (Pengadilan Tipikor) Medan," sebut Febri.

Asiong diduga menyuap Bupati Pangonal Harahap untuk mendapatkan proyek infrastruk­tur Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu.

Menurut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, pelaku suap ini menggunakan modus baru. Bupati Pangonal membuat kode rumit untuk daftar proyek dan perusahaan yang mendapat jatah menggarapnya.

"Kode ini merupakan kom­binasi angka dan huruf yang apabila dilihat secara kasat mata tak akan terbaca sebagai sebuah daftar jatah dan fee proyek di Labuhanbatu," papar Saut.

Transaksi suap juga menggunakan modus baru. Pihak yang menyerahkan maupun menerima uang suap adalah orang-orang di luar lingkaran pelaku.

Asiong menandatangani cek senilai Rp 576 juta. Cek diserah­kan kepada Afrizal Tanjung untuk dicairkan di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sumut Cabang Rantau Parapat.

Setelah cek dicairkan, uang­nya dibagi tiga. Afrizal mengam­bil Rp 15 juta untuk dirinya. Uang Rp 61 juta ditransfer ke rekebing Asiong. Sisanya Rp 500 juta dimasukkan kantong kresek hitam dan dititipkan kepada H, pegawai bank.

Uang Rp 500 juta itu akan diambil Umar Ritonga, kerabat Pangonal. Setelah bank tutup operasional, Umar datang un­tuk mengambil uang itu dari H. Keluar dari bank, Umar disergap tim KPK. "UMR melakukan perlawanan dan hampir mena­brak pegawai KPK yang sedang bertugas saat itu," tutur Saut.

Tim KPKsempat mengejar Umar yang kabur membawa uang suap. "Saat itu kondisi hujan dan sempat terjadi kejar-kejaran antara mobil tim KPK dan UMR hingga kemudian UMR diduga berpindah tempat. Sempat pergi ke lokasi kebun sawit dan daerah rawa sekitar lokasi," kata Saut.

Tim KPK akhirnya menghen­tikan pengejaran dan menyasar pihak lain yang terlibat suap.

Meski uang suap belum ditemukan, tim menyita bukti pencairan cek. Uang Rp 500 juta itu diduga bagian dari Rp 3 miliar fee proyek Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantau Parapat, yang diminta Pangonal kepada Asiong.

Kilas Balik
Bupati Labuhanbatu Raup Duit Proyek Rp 40 Miliar


Bupati Pangonal Harahap diduga meraup duit hingga Rp 40 miliar dari proyek-proyek Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu.

"KPK sedang melakukan identifikasi dugaan penerimaanterkait proyek-proyek di Labuhanbatu, dengan jumlah sam­pai saat ini sekitar Rp 40 miliar," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.

Menurutnya, temuan ini diper­oleh dalam pengembangan pe­nyidikan kasus penerimaan suap Rp 500 juta dari Efendy Sahputra alias Asiong, pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi. "Penyidik masih terus menda­lami dugaan penerimaan (uang) lainnya," katanya.

Untuk menelusuri ke mana duit proyek itu, lembaga antira­suah menelisik harta Pangonal. "KPK melakukan pemetaan aset yang diduga berasal dari fee proyek," ujar Febri.

Aset yang ditengarai berasal dari hasil korupsi bakal disita. "Untuk kepentingan asset recoverydalam kasus ini," lanjutnya. Penyitaan aset merupakan upaya mengembalikan kerugian negara akibat korupsi yang dilakukan Pangonal.

Untuk mencegah aset Pangonal--yang tengah dilacak--dipindahtangankan diam-diam, Febri mengimbau masyarakat membantu menyampaikan in­formasi ke KPK.

"Jika ada pihak-pihak di Labuhanbatu atau Sumatera Utaraditawari aset terkait tersangka PHH(Pangonal Harahap) agar berhati-hati dan segera member­ikan kepada KPK," imbaunya.

Sejauh ini, KPK telah menge­tahui Pangonal memiliki rumah di Jalan Pelajar Timur Nomor 168 Lingkungan VI, Kelurahan Binjai, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan.

Dari muka, rumah itu terlihat biasa. Yang mencolok pagar besi yang membentengi hingga atap teras. Ketika mengintip dari samping, baru terlihat rumah itu memanjang ke belakang.Di bagian belakang terdapat ban­gunan dua lantai. Mobil Toyota Alphard kerap terlihat parkir di teras rumah.

Rumah ini pun jadi sasaran penggeledahan KPK untuk men­cari bukti korupsi Pangonal.

Pangonal ditangkap KPK usai penyerahan uang suap Rp 500 ju­ta. Uang bagian dari Rp3 miliaryang diminta Pangonal ke­pada Asiong untuk 'fee' proyek Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantau Parapat.

Pangonal dan Asiong tak bertemu langsung untuk penyerahan fulus. Asiong menanda­tangani cek senilai Rp 576 juta. Cek diserahkan kepada Afrizal Tanjung untuk dicairkan di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sumut Cabang Rantau Parapat.

Setelah cek dicairkan, uang­nya dibagi tiga. Afrizal mengam­bil Rp 15 juta untuk dirinya. Uang Rp 61 juta ditransfer ke Asiong. Sisanya Rp 500 juta dimasukkan kantong kresek hitam dan dititipkan kepada H, pegawai bank.

Uang Rp 500 juta itu akan diambil Umar Ritonga (UMR). Setelah bank tutup operasional, Umar datang untuk mengambil uang itu dari H. Keluar dari bank, Umar disergap tim KPK. "UMR melakukan perlawanan dan hampir menabrak pegawai KPK yang sedang bertugas saat itu," tutur Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

Tim KPK sempat mengejar Umar yang kabur membawa uang suap. "Saat itu kondisi hujan dan sempat terjadi kejar-kejaran antara mobil tim KPK dan UMR hingga kemudian UMR diduga berpindah tempat. Sempat pergi ke lokasi kebun sawit dan daerah rawa sekitar lokasi," kata Saut. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA