Perempuan Hebat di dalam Al-Qur'an (14)

Siti Hajar Bukan Budak

Jumat, 07 September 2018, 08:22 WIB
Siti Hajar Bukan Budak
Nasaruddin Umar/Net
TERLANJUR tersebar di da­lam berbagai sumber bah­wa Siti Hajar, isteri ked­ua Nabi Ibrahim, adalah mantan budaknya sendiri yang dikawini atas restu Siti Sarah, isteri pertama Nabi Ibrahim. Dengan ala­san sudah tua dan mera­sa tidak mungkin lagi memiliki anak, maka Siti Sarah mengizinkan suaminya mengawini mantan budaknya sendiri yang berasal dari Afrika yang berkulit hitam. Namun sebagai manusia normal, ketika Siti Hajar hamil, maka Siti Sarah cemburu dan meminta Siti Hajar pergi jauh darinya. Akhirnya ia dibawa oleh suaminya pergi jauh sejauh-jauhnya di negeri Arab, tepatnya di kota Mekkah. Di kota inilah Siti Hajar melahirkan bayinya yang kemudian melahirkan Nabi Ismail. Turunan Nabi Ismail beberapa lapis lahir Nabi Muhammad Saw.

Tidak lama setelah Siti Hajar melahirkan Nabi Ismail, Siti Sarah pun melahirkan Nabi Ishaq. Turunan Bani Israil menganggap diri mereka lebih mulia dan terhormat karena la­hir dari seorang isteri yang sah, isteri pertama Nabi Ibrahim yang beretnik Israel. Sedang­kan Nabi Ismail lahir dari ibu mantan budak. Bahkan ada yang tidak mengakui Nabi Ismail sebagai anak Nabi Ibrahim karena ibunya se­orang budak. Padahal, di dalam Bible sendiri, Ismail dan Ishaq, diakui sebagai putra-putra Nabi Ibrahim, sebagaimana disebutkan da­lam Kitab Kejadian dalam Al-Kitab: "Abraham mencapai umur seratus tujuh puluh lima ta­hun, lalu ia meninggal….. Dan anak-anaknya, Ishak dan Ismael, menguburkan dia dalam gua Makhpela….." (Kejadian 25 : 7-9).

Banyak cerita terkesan memojokkan dan mendiskreditkan Siti Hajar. Termasuk yang paling monumental ialah mantan budak, merampas suami bosnya sendiri, dan diu­sir dari rumah bekas majikannya jauh-jauh, lalu ia ditelantarkan dengan bayinya di ping­gir kota Mekkah. Namun beberapa sumber mutaakhir menceritakan kalau Siti Hajar tidak pernah menjadi budak, bahkan ia adalah pu­tri seorang raja terkemuka di Mesir, ada yang mengatakan putri Raja Fir'aun ketiga. Ia ter­tarik bergabung dengan keluarga Nabi Ibra­him dan isterinya dalam kapasitasnya sebagai seorang pengikut ajaran Tauhid yang dianut Nabi Ibrahim. Perkawinannya dengan Nabi Ibrahim sesungguhnya atas restu Siti Sarah yang sudah lanjut usia sementara suaminya terus saja berdoa memohon anak keturunan kepada Allah Swt yang nantinya akan melan­jutkan misi kenabian yang dibawa suaminya.

Kita tidak tahu, sumber dari mana yang me­negaskan Siti Hajar sebagai mantan budak Nabi Ibrahim. Al-Qur'an sendiri samasekali tidak pernah menyebut Siti Hajar sebagai bu­dak atau mantan budak. Citra negatif yang dibangun terhadap pribadi Siti Hajar boleh jadi memiliki nuansa etnik dari orang-orang Israel yang mengaku turunan Nabi Ibrahim dengan pasangan Siti Sarah. Hingga saat ini ketu­runan Nabi Ishaq terus merendahkan anak keturunan Nabi Ismail. Mereka menganggap diri mereka etnik yang tidak pantas disejajar­kan dengan turunan Nabi Ismail.

Meskipun Siti Hajar dianggap budak, tetapi ia dimuliakan oleh Al-Qur'an dengan berba­gai ungkapan positif. Dialah yang melahirkan Nabi Ismail yang diklaim anak muda paling taat karena mengikhlaskan dirinya disembe­lih demi perintah Tuhannya. Siti Hajar sendiri hingga saat ini terus dikenang karena meskip­un dikatakan mantan budak dan berasal dari etnik Afrika yang berkulit gelap, tetap mulia di sisi Allah Swt. Bahkan ia satu-satunya manu­sia yang dimakamkan di bundaran Hijir Ismail yang hingga saat ini diputari oleh para jamaah haji dan umrah.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA