Selama ini, Iskandar buron danbersembunyi di wilayah Sumut. "Iskandar ditangkap di Kompleks Taman Umar Asri Blok B 10, Glugur Darat I, Medan Timur," ungkap Sumanggar Siagian, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut.
Berdasarkan putusan kasasiyang diputus Mahkamah Agung (MA) pada 21 Mei 2014, Iskandar dinyatakan bersalah dan dihukum 4 tahun penjara. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 1 bulan kurungan dan membayar uang pengganti senilai Rp 14,8 juta.
"Setelah putusan MA, Kejaksaan Negeri Pekanbaru telah 3 kali memanggil Iskandar naÂmun yang bersangkutan mangÂkir," ujar Sumanggar. Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru meÂmasukkan Iskandar dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Selama buron 4 tahun, Iskandar menjadi dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Senior Medan. Ia juga buka praktik dokter umum di Rumah Sakit Estomihi dan Klinik Bunda Medan.
"Tim intelijen Kejati Sumut kemudian melakukan peneluÂsuran, pengawasan, dan menangkap yang bersangkutan," ungkap Sumanggar.
Ia menegaskan Kejati Sumut tak akan membiarkan buronan bersembunyi di wilayahnya. Sejauh ini, Kejati Sumut telah meringkus 22 buronan. "Ini sesÂuai dengan komitmen kejaksaan bahwa tidak ada tempat bagi para DPO di wilayah Sumatera Utara," tandas Sumanggar.
Sebelumnya, dokter Mariane Donse, terpidana kasus sama lebihdulu diringkus. Ia juga berÂsembunyi di Sumut. Penangkapan dilakukan Kejaksaan Negeri Pekanbaru dengan bantuan tim intelijen Kejati Sumut.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Pekanbaru Ahmad Fuadi mengungkapkan, Mariane buron sejak 2014. Pihaknya pun memasukkan Mariane dalam DPO.
Mariane ditangkap saat membeli ulos di Toko Sumber Rezeki, Tarutung, Sumut. Ia lalu digiring ke Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Pekanbaru untuk mulai menjalani masa hukuman.
Korupsi yang dilakukan Mariane cs terjadi pada 2011-2012. Ia bersama dr Suwignyo mendaÂpat wewenang dari Kepala KKP Pekanbaru dr Iskandar untuk memberikan suntikan vaksin meningitis terhadap 12.701 calon jamaah umrah.
Kementerian Kesehatan menetapkan biaya suntik vaksin meningitis hanya Rp 20 ribu. Namun para calon jamaah umrah dipungut Rp 200 ribu hingga Rp 550 ribu. Dari pungutan liar itu, mereka meraup Rp 759.300.000.
Mariane, Suwignyo dan Iskandar pun diseret ke meja hijau. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru menyatakan ketiga bersalah melakukan korupsi sebagaimaÂna dakwaan Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Ketiganya dihukum masing-masing 4 tahun penjara.
Mariane cs keberatan atas vonis itu. Mereka mengajukan banding hingga kasasi. MA dalam putusan perkara kasasi perkara 1764 K/Pid.Sus/2014 tetap menyatakan mereka bersalah melakukan korupsi.
Suwignyo pasrah atas putusan MA tersebut dan bersedia menjalani putusan MA. "DokÂter Suwignyo sudah selesai menjalani hukuman," ungÂkap Ahmad Fuadi. Sedangkan Mariane dan Iskandar mangkir. Keduanya melarikan diri setelah mengetahui permohonan kasasi ditolak MA.
Menurut Ahmad Fuadi, seÂlama menjalani proses hukum Mariane dan Iskandar tidak ditahan. "Ibu ini (Mariane) dulu tidak ditahan dengan pertimÂbangan beliau ini sedang hamil. Sedangkan dokter Iskandar juga tidak ditahan karena mengaÂlami kecelakaan motor, kakinya patah. Tapi keduanya malah melarikan diri," ujarnya.
Berkat bantuan Kejati Sumut, keberadaan Mariane dan Iskandar bisa terendus. Pelarian mereka selama empat tahun pun berakhir.
Kilas Balik
Bekas Pejabat PUPR Sembunyi Di Loteng Rumah Disatroni Jaksa
Wilayah Sumatera Utara kerap menjadi tempat persemÂbunyian terpidana kasus koruÂpsi yang menghindari hukuman. Sudah puluhan buronan yang berhasil ditangkap Kejaksaan Tinggi Sumut.
Salah satunya, Madison Silitonga, bekas pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Madison terpidana koÂrupsi pembebasan lahan penÂgendalian banjir di Kabupaten Deliserdang, Sumut tahun 2004.
Penangkapan terhadap Madison dilakukan tim intelijen Kejati Sumut. Tim memperoleh informasi, terpidana selama ini bersembunyi di sebuah rumah di Jalan Sei Blumai, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan.
Tim yang dipimpin Asisten Intelijen Kejati Sumut Idianto lalu meluncur ke lokasi. Berpakaian preman, tim mengetuk pagar rumah dan memperkenalkan diri dari kejaksaan.
Tempat persembunyiannya terbongkar, Madison lari ke daÂlam rumah dan mengunci pintu. Tim kejaksaan pun merangsek masuk dengan membongkar paksa pintu pagar dan rumah.
Semua ruangan di rumah itu digeledah, namun Madison tak ditemukan. Tim lalu mencari ke loteng. Madison terlihat meringÂkuk bersembunyi.
Meski sudah ketahuan, Madison masih berupaya melarikan diri. Ia melompati dinding belaÂkang rumah. Namun bisa diserÂgap. Pelarian Madison selama 12 tahun pun berakhir. "Dia mengalami luka pada bagian tangan sebelah kanan karena melompat dinding," kata Idianto.
Madison dibawa ke Kejati Sumut untuk proses eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA). Selanjutnya, terpidana digiring ke Lembaga Pemasyarakatan Lupukpakam untuk mulai menÂjalani masa hukumannya.
Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksaan Agung, Jan S Maringka membenarkan penangÂkapan Madison. "Penangkapan dilakukan tim intelijen Kejati Sumut," katanya.
Madison divonis bersalah dalam kasus korupsi pembebasan lahan untuk keperluanpengendalian banjir di Deliserdang. Sebagai pimpinan proyek, Madison menyetujui pembayaran ganti rugi tanah dan bangunan tanpa mengacu hasil inventarisasi panitia pengadaan lahan. Akibat negara mengalami kerugian Rp 5,3 miliar dalam pembebasan lahan ini.
Vonis perkara Madison sudah berkekuatan hukum tetap dengan keluarnya putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 441/K. Pid/2006 tanggal 10 Agustus 2006. Madison dihukum 3 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider lima bulan kurungan.
Saat putusan itu hendak dieksekusi, Madison menghiÂlang. Lewat kuasa hukumnya, Madison mengajukan peninÂjauan kembali (PK) perkaranya. Pada 16 September 2008, MA menolak PK perkara Madison.
Bersamaan, di Jakarta tim intelijen Kejaksaan Agung menangkap terpidana korupsi yang sudah buron belasan taÂhun. Salim Achmad, buronan Kejaksaan Negeri Sumenep dicokok setiba di Bandar Udara Internasional Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung M Rum menÂjelaskan, Salim Achmad berÂstatus terpidana kasus korupsi Kredit Usana Tani (KUT) tahun 1998. Kasus ini merugikan negara Rp 3 miliar.
Salim didakwa melanggar Pasal 1 ayat (1) sub a juncto Pasal 28 juncto Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. "Dipidana penjara dua tahun sesuai putusan Mahkamah Agung nomor 1548 K/Pid/2005 tanggal 27 September 2007," kata Rum. ***
BERITA TERKAIT: