KemanusiaanSebagai pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan, saya ingin mempelajari ajaran kemanusiaan Buddhisme sehingga sengaja menyempatkan diri mengunjungi situs-situs Buddhisme mulai dari candi Borobudur dan Mendut di negeri saya sendiri sampai Ajanta di India, Potala di Tibet, Kinkaku-ji di Jepang, Wat Arun di Thailand, Angkor Wat di Kamboja, Pha That Luang di Laos, Shwedagon dan Bagan di Myanmar, Sri Dalada Maligawa di Srilanka, Boudanath bahkan Lumbini di Nepal. Saya bersyukur sempat sowan menghadap tokoh kemanusiaan Master Cheng Yen di pusat pengabdian kemanusiaan Buddha Tzu Chi di Hua Lien, Taiwan.
Kekerasan
Namun saya mulai meragukan makna kemanusiaan yang terkandung di dalam ajaran Buddhisme setelah menyimak fakta kekerasan yang terjadi di Myanmar dan Srilanka terhadap kaum minoritas di dua negara dengan mayoritas penduduk beragama Buddha tersebut. Akibat kenyataan yang terjadi di Myanmar dan Srilanka saya mulai meragukan ajaran agama Buddha dalam hal tidak membenarkan kekerasan.
KelirumologiNamun melalui jalur kelirumologi saya berupaya merenung lebih jauh, seksama,
cermat, mendalam dan tabayyun menafsirkan apa yang sebenarnya terjadi di Myanmar dan Srilanka. Lambat namun pasti, saya mulai tersadar atas kekeliruan saya menafsirkan fakta. Berdasar mashab kelirumologi tentang bukan mencari “siapa†tetapi “apa†yang keliru, dua fakta menyadarkan saya atas kekeliruan tafsir saya.
Yang pertama adalah fakta bahwa sebenarnya tidak ada agama yang membenarkan manusia melakukan kekerasan terhadap sesama manusia. Yang kedua adalah fakta bahwa sebenarnya yang melakukan kekerasan adalah bukan agama tetapi manusia.
Bukan Agama Yang BersalahSecara kelirumologis saya tersadar atas kekeliruan diri saya sendiri sehingga kemudian dapat lebih jernih menerawang kekerasan yang terjadi Myanmar dan Srilanka. Tentu saja saya tetap tidak membenarkan kekerasan yang dilakukan terhadap kaum minoritas di Myanmar dan Srilanka mau pun di mana pun juga termasuk di negeri saya sendiri.
Namun saya sadar bahwa yang melakukan kekerasan sebenarnya adalah manusia
bukan agama yang dianut manusia yang melakukan kekerasan. Sama halnya dengan sama sekali tidak benar alias keliru apabila akibat ada pelaku terorisme kebetulan beragama tertentu lalu agama yang disalahkan atas terorisme yang dilakukan oleh manusia. Pada kenyataan memang yang melakukan kekerasan bukan agama tetapi manusia.
[***]
Penulis adalah pendiri Pusat Studi Kelirumologi dan Sanggar Pembelajaran
Kemanusiaan