Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Hasto Kristiyanto: Ketua Tim Kampanye Jokowi Tokoh Yang Menggambarkan Keindonesiaan

Kamis, 23 Agustus 2018, 09:02 WIB
Hasto Kristiyanto: Ketua Tim Kampanye Jokowi Tokoh Yang Menggambarkan Keindonesiaan
Hasto Kristiyanto/Net
rmol news logo Kubu bakal capres-cawapres masih saling intip kekuatan masing-masing, termasuk da­lam pembentukan tim sukses (timses). Hingga saat ini, baik kubu Jokowi maupun Prabowo belum menetapkan ketua timses.

Bekas Panglima TNI Djoko Santoso disebut-sebut bakal jadi ketua timses Prabowo-Sandiaga. Kubu Jokowi-Ma'ruf yang juga hanya mengungkap inisial sang calon ketua timses, 'M'. Banyak kalangan memprediksi, jika Prabowo menetapkan Djoko Santoso, maka Jokowi akan mengangkat Moeldoko. Kalau ini yang terjadi, maka Pilpres 2019 adalah juga 'per­tarungan' dua bekas Panglima TNI. Berikut pernyataan Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto terkait bakal calon ketua timses Jokowi-Ma’ruf.

Bagaimana perkembangan pembentukan tim kampanye?
Jokowi masih menimbang-nimbang yang terbaik di antara calon.

Kabarnya pengumuman tim kampanya nasional Jokowi-Maruf Amin akan diumumkan awal pekan nanti apa betul?
Ya betul, Pak Jokowi terus menimbang-nimbang yang ter­baik di antara para calon. Akan tetapi pada intinya kami kolek­tif kolegial. Kami merupakan gabungan kekuatan partai, para relawan, dan rakyat itu sendiri. Kekuatan kami di DPR mencapai 62 persen, sehingga ini memban­gun optimisme karena pergera­kan mesin darat cukup efektif. Ditambah dari komunikasi poli­tik yang mengedepankan model kepemimpinan Pak Jokowi yang mencari solusi atas berbagai masalah bangsa dengan komit­men kerakyatannya, dengan pemimpin yang turun ke bawah menjadi modal dasar kami. Dengan demikian siapapun yang ditunjuk oleh Pak Jokowi, kami siap bekerja sama dengan sebaik-baiknya.

Mahfud MD nantinya masuk enggak dalam tim?
Kita lihat nanti dari keputusan Pak Jokowi. Pak Mahfud ada­lah sosok tokoh nasional yang memiliki pengalaman luas, siapa yang dijadikan oleh Pak Jokowi tentunya kami siap bekerja sama. Tapi intinya Pak Mahfud, Ibu Mega kemudian Buya Syafii itu kan sudah tergabung dalam BPI (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila). Nah, kami terikat oleh aturan undang-undang bahwa mereka yang masuk di dalam susunan pemerintahan negara, termasuk badan-badan negara memang sesuai dengan ketentuan KPU.

Dengan demikian sosok yang menjadi ketua, adalah sosok yang mempunyai pengalaman luas, yang merepresentasikan keindonesiaan kita. Sosok yang akan memipin dengan strategi yang positif, bukan dengan strategi yang menghancurkan pihak lain. Sosok yang mampu menjadi gambaran kepemimpi­nan Pak Jokowi yang menye­lesaikan masalah bangsa dan negara.

Dari PPP (Partai Persatuan Pembangunan) melempar ini­sial M. Bakalan plot twist eng­gak nih?
Ya apa yang terjadi dengan Pak Mahfud MD bukan in­siden. Itu gambaran yang jauh lebih beradab, dari pada politik uang yang mewarnai peneta­pan paslon dari pasangan Pak Prabowo, dengan demikian di­namika pasti terjadi. Tetapi kami pastikan untuk penetapan ketua TKN (Tim Kampanye Nasional) itu sepenuhnya kami serahkan kepada Pak Jokowi dan Kiai Maruf, karena sesuai dengan ke­tentuan undang-undang bahwa TKN ditentukan oleh paslon.

Farhat Abbas kan jadi salah satu jubir. Tidak takut blun­der?
Kalau kami lihat dari seluruh influencer. Jadi kami luruskan, pelatihan-pelatihan itu adalah untuk mencari jubir. Nanti jubir hanya sekitar 5-7 orang. Nah, di luar itu para influencer, para jurkam yang sejak awal kami latih dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, mereka yang menyatakan niat tentu saja ka­mi ajarkan, kami imbau untuk mengedepankan watak politik yang membangun peradaban untuk bicara hal yang positif tentang bangsa dan negara, tentang kontestasi tidak saling menjatuhkan. Apalagi dengan isu-isu yang bisa memecah persatuan kita sebagai bangsa dan negara.

Pak Jokowi kan mau menai­kkan gaji ASN (pegawai negeri sipil). Apakah ini termasuk strategi politik untuk menda­patkan dukungan?
Ya kami melihat sekali lagi sesuatu hal yang sifatnya positif untuk rakyat. Jadi sekali lagi kita harus melihat pemilu jan­gan sampai menutup keadaan politik kita, hal hal yang baik seperti desain di dalam APBN untuk rakyat, untuk membangun Indonesia Raya, dan melanjut­kan kebijakan pembangunan dari pinggiran. Kesejahteraan bagi rakyat, dalam hal ini bagi PNS merupakan hal yang positif, yang tidak perlu kita kaitkan dengan upaya-upaya elektoral.

Pak Jokowi itu terpilih dari prestasinya melalui kepemimpi­nan yang merakyat, bukan kar­ena politik bansos sebagaimana terjadi secara massif pada tahun 2009 lalu.

Tahun 2008-2009 sebagaima­na kita ketahui terjadi politik bansos melalui BLT (bantuan langsung tunai), kemudian dis­tribusi raskin, segala sesuatunya dikitkan dengan elektoral pihak tertentu.

Pak Jokowi belajar dari itu dan kami kemudian tidak ingin menjadikan APBN hanya seka­dar alat elektoral.

Baru-baru ini Prabowo mengunjungi Wapres Jusuf Kalla (JK). Ada khawatiran enggak JK akan mendukung Prabowo-Sandiaga Uno?
Jangankan JK, kalau Pak Prabowo-Sandi bertemu den­gan Jokowi sebagai presiden pun pasti akan diterima. Kalau kami lihat jangan jadikan pemilu menuntup keadaan publik kita. Jangan jadikan pemilu menu­tup tali silaturahim di antara pemimpin bangsa.

Ada konstestasi gagasan Indonesia tetap dijadikan ruang yang dibahas secara bersama-sama di antara para pemimpin dan rakyat itu sendiri. Jadi, jangan politisir dalam setiap pertemuan hanya karena pilpres.

Pertemuan positif berbicara tentang Indonesia ke depan itu seharusnya memang dilakukan oleh para pemimpin.

Etis enggak sih Prabowo ketemu JK?
Sekali lagi, jangan tutup keadaban politik kita dengan mensimplifikasikan setiap pertemuan hanya pada aspek dukung men­dukung paslon. Pertemuan sila­turahim adalah hal yang positif yang perlu dilakukan.

Pak Prabowo banyak meng­kritik, karena jurus itu yang bisa dilakukan. Tetapi rakyat bisa bertanya bagaimana rekam jejak beliau, rekam jejak di dalam memimpin koorporasi, itu saja banyak masalah.

Kemudian rekam jejak dalam keluarga beliau, rekam jejak dalam karier politik beliau, itu semua terbuka secara transparan, dan rakyat yang menilai hal tersebut. Apakah seorang layak menjadi pemimpin nasional ketika dalam prosesnya sudah diwarnai dengan praktik politik uang.

Jadi mari kita jadikan pemilu ini sebagai momentum untuk mencari pemimpin. Pemimpin yang tidak punya beban sejarah masa lalu, pemimpin yang tidak punya tradisi yang berlawanan dengan kemanusian. Pemimpin yang bersih, pemimpin yang tidak memperjuangkan kelu­arganya sebagai upaya untuk mendapatkan kepentingan ses­aat, kepentingan modal, kepent­ingan kapital. Kita cari pemimpi untuk rakyat, untuk Indonesia.

Tanggapan Anda terkait Panwaslu yang meloloskan ti­ga bacaleg eks napi korupsi?
Kalau dari kami sudah tegas sesuai instruksi yang diberikan, sudah sama yang disampai­kan kepada seluruh daerah. Alhasil kami mengikuti seluruh peraturan dari KPU. Sehingga mereka dua yang bekas pidana korupsi tidak diizinkan un­tuk mencalonkan melalui PDI Perjuangan.

PDIP bisa memastikan hal itu?

Iya, bisa kami pastikan bah­wa PDI Perjuangan tidak ada. Baik dalam tingkat lokal mau­pun nasional kami tidak per­nah ada. Sementara di tingkat provinsi ada, kemudian kami lakukan pencoretan, itu hanya ada tiga. Dari seluruh daftar PDI Perjuangan yang paling sedikit, karena hanya ada tiga, itupun su­dah kami lakukan pencoretan.

KPU kan sudah menetap­kan daftar calon sementara, tapi di PDIP ternyata kemarin ada?
Itu ada mis komunikasi dan mis koordinasi, namun sudah kami luruskan. Sehingga semua telah memenuhi syarat, kecuali satu yaitu pengganti dari KH Yusuf Supendi.

Tanggapan Anda soal pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan (Zulhas) dalam pidato di MPR?

Itu memang ada dalam doku­men resmi pasangan Pak Jokowi dan Jusuf Kalla saat itu. Ada tiga persoalan pokok bangsa yaitu persoalan merosotnya kedaula­tan, persoalan ekonomi, dan kri­sis identitas kita sebagai bangsa. Karena itulah Trisakti sebagai jawaban dan nawacita ditepat­kan sebagai agenda prioritaskan dari Jokowi sebagai dokumen otentik, dokumen resmi kami tidak mengada-ada.

Terkait dengan pidato Zulhas, sebagai ketua MPR pidato terse­but melalui pembahasan ber­sama, mengingat pimpinan MPR itu kolektif kolegial. Tapi ada beberapa hal terkait dengan ekonomi yang disampaikan Pak Zul itu tidak ada dalam rancangan pidato sebelumnya. Sehingga itu merupakan kreatif dari Pak Zul. Tapi kami berharap sidang tahu­nan di MPR dalam rangka meng­gunakan momentum 17 Agustus, seharusnya mengendepankan aspek etika dan keadaban politik kita. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA