Lantas bagaimana hasilnya? Berapa korban yang berhasil diidentifikasi sejauh ini? Lalu bantuan seperti apa yang diberiÂkan kepada mereka? Berikut penuturan Wakil Ketua LPSK, Hasto Atmojo Soeroyo kepada Rakyat Merdeka.
Bagaimana hasil kerja tim sejauh ini?
Sejak hari Minggu, tim sudah melakukan serangkaian penelaahandan kordinasi dengan beÂberapa pihak, yang memang juga turun melakukan penanganan terhadap korban. Saat ini LPSKsudah mengidentifikasi sebanÂyak 46 orang. Jumlah tersebut mencakup warga masyarakat, anggota Polri, dan anak yang dilibatkan dalam pengeboman. Dari jumlah tersebut, LPSKmenerima delapan permohonan yang diajukan secara langsung oleh korban.
Siapa saja delapan orang tersebut, dan dalam rangka apa mereka mengajukan diri ke LPSK?Kalau identitasnya kami tidak bisa kasih ya, karena itu terÂmasuk kerahasian pihak pemoÂhon. Mereka mengajukan banÂtuan untuk rehabilitasi medis dan beberapa psikologis. Jadi ada juga korban yang tidak luka (secara fisik), tapi secara psikologis mengalami trauma itu kita tangani juga.
Kenapa jumlah yang mengajukan sedikit sekali?Memang baru delapan orang, karena upaya kami ini kan upaya pro aktif. Jadi kami yang mendaÂtangi korban. Sementara korban kan belum semuanya bisa kami temui. Ada yang masih di rumah sakit, ada yang datanya belum lengkap, dan lain sebagainya. Tapi ini akan terus kami datangi, orang-orang yang datanya kami himpun itu nanti akan kami daÂtangi satu persatu. Nanti kami sampaikan, kalau mereka mau mengajukan permohonan ke LPSK seperti apa.
Lalu untuk korban luka dan trauma ini penanganannya seperti apa?Di Rumah Sakit Bhayangkara Polri sudah buat krisis center. Di sana juga ada psikiater.
Kami lihat sudah mulai bekerja, nanti LPSK tinggal koordinasi saja untuk memastikan korban mendapat haknya seperti yang diatur dalam unÂdang-undang.
Bagi korban luka, apakah nanti biayanya 100 persen ditanggung oleh LPSK?Harusnya sih begitu. Tapi saya dengar pemerintah kota dan provinsi sudah melakukan itu. Ini mempermudah tugas LPSKsih. Artinya kami tinggal mengawasi saja, guna memastikan mereka memberikan bantuan kepada para korban itu.
Berarti LPSK tinggal mengawasi saja?Iya. Kalau dulu kasus bom Thamrin kan Pemerintah Provinsi DKI tidak sepenuhnya melaksakan itu.
Selain korban luka dan psikologis, dalam kejadian semacam itu kan bisa saja ada yang mengalami kerugian materil. Itu bagaimana?Mereka juga akan kami tangani. Menurut LPSK itu, korban bukan saja orang yang secara langsung mengalami luka luka secara fisik, orang yang menÂderita kerugian materil juga. Misalnya orang yang motor ataupun mobilnya rusak akiÂbat dampak dari bom tersebut. Mereka bisa ajukan untuk kami fasilitasi, guna mendapatkan kompensasi dari negara. Dan ini tidak terbatas warga saja. Anggota Polri yang mengalami penderitaan atas peritiwa ini juga dapat mengajukan kompensasi atas kerugian yang dialaminya.
Prosedurnya seperti apa?Jadi mereka ajukan saja keÂpada kami, nanti akan kami hitung kerugiannya. Lalu nanti kalau pengadilannya digelar, nanti akan kami fasilitasi supaya bisa dimasukan dalam tuntutan jaksa. Nanti hakim yang akan memutuskan, berapa yang akan diganti oleh negara.
Setelah itu mereka betul-betul bisa dapat kompensasi?Iya, karena kan ada proses pengadilannya. Hal semacam ini pernah kami lakukan dalam kasus Bom Gereja Samarinda, dan kaÂsus Bom Thamrin. Dalam perisÂtiwa bom Samarinda, Pengadilan Negeri Jakarta Timur memuÂtuskan pembayaran kompenÂsasi oleh negara kepada 7 orang koban sekitar Rp 237 juta. Hak mereka pasti kami perjuangkan, karena ini penting bagi preseden penanganan dan pemenuhan hak korban terorisme ke depan.
LPSK berharap revisi Undang-Undang Terorisme dapat disahÂkan dalam waktu dekat. Karena selain membantu proses penegakan hukum, dalam revisi ini juga ada tentang pemenuhan haksaksi korban terorisme, di mana ketenÂtuan dalam undang-undang terseÂbut memungkinkan mekanisme terhadap pelaksanaan pemenuhan hak korban yang lebih mudah dan sederhana. ***
BERITA TERKAIT: