Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tutup Facebook, Menteri Kominfo Patut Dipuja

Per 24 April 2018, Indonesia Tanpa Facebook?

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/derek-manangka-5'>DEREK MANANGKA</a>
OLEH: DEREK MANANGKA
  • Selasa, 17 April 2018, 12:17 WIB
Tutup Facebook, Menteri Kominfo Patut Dipuja
BOCORNYA data jutaan orang Indonesia melalui Facebook memang sangat berbahaya. Itu kata Menteri Kominfo, Rudiantara.

Data curian tersebut, bisa disalah gunakan orang luar untuk “merusak” Indonesia, begitu kurang lebih pemahaman yang coba ditegaskan oleh anggota Kabinet Presiden Joko Widodo ini.

Rahasia negara, rahasia pejabat, rahasia rakyat otomatis sudah berada di tangan orang asing. Artinya semua rahasia.  Apakah itu rahasia perselingkuhan, kencan-kencanan lewat Facebook, bahkann korupsi kecil-kecilan, tepu-menepu, sudah terdeteksi.

Dan itu semua bisa dijadikan bahan untuk merusak NKRI.

Sehingga sangat wajar kalau Menteri Kominfo berpikir pragmatis: Facebook di Indonesia, ditutup saja. Penutupan Facebook, jelas demi keutuhan bangsa.

Dengan menutup Facebook, otomatis data yang sudah terekam pihak asing itu, akan terhapus. Tak bisa digunakan, kira-kira demikian logikanya.

Maka sejak terhapusnya data tersebut, perjalanan Indonesia menuju ke negara yang besar, makmur dan aman sejahtera, tinggal soal hitungan waktu saja.

Persiapan Indonesia menuju Pilpres 2019, tak akan terganggu. Semua ujaran kebencian melalui Facebook - terutama yang dilakukan oposisi terhadap pemerintah, terhindarkan.

Dan yang paling penting lagi, Indonesia tidak akan bubar pada 2030, sebagaimana ramalan sebuah novel fiksi.

Novel ini kini diketahui banyak di-review di Facebook.

Saya baru sadar, ternyata semua strategi dan taktik mengatur negara, yang sifatnya rahasia - sudah terlanjur dicuri melalui Facebook.

Begitu naifnya saya selama 10 tahun menjadi pengguna Facebook.

Tapi sebagai warga negara yang baik, saya lega dengan keputusan Menteri Kominfo.

Sebab data curian itu, otomatis tak bisa digunakan lagi oleh si pencuri data.

Bravo Pak Menteri. Anda memang pantas mendapat acungan jempol.

Anda lah satu-satunya yang berani pasang badan menghadapi para pakar media sosial dan ahlinya Teknologi Informasi. Lanjutkan.

Sebaliknya bagi Facebook: Nah modar lu sekarang! Baru nyaho lu. Baru tahu bahwa Indonesia punya Menteri yang luar biasa visi dan antisipasinya.

Harga saham Facebook di Wall Street, New York pasti turun, seiring dengan hilangnya jutaan Facebooker asal Indonesia.

Selama 10 tahun menggunakan Facebook, saya kurang waspada dan cermat. Data pribadi yang diminta oleh Admin Facebook saya berikan cuma-cuma.

Percakapan saya dengan teman-teman yang berada di benua berbeda, ternyata menjadi jejak digital yang bisa dimanfaatkan secara destruktif.

Yah ampun, betapa naifnya. Mengapa saya turuti semua permintaan Admin Facebook?

Dengan data yang dicuri itu, saya mungkin termasuk Facebooker yang paling diincer oleh sang pencuri.

Pasalnya, saya tahu banyak tentang kelemahan dan kekuatan rezim saat ini.

Saya banyak menulis di Facebook dengan tagline Catatan Tengah.

Tulisan saya, kabarnya ada banyak yang tidak ngenakin pemerintah atau beberapa anggota kabinet.

Nah catatan-catatan tersebut bisa dijadikan “senjata”, “amunisi” untuk melemahkan pemerintahan Jokowi.

Bahkan bisa-bisa kalau catatan-catatan itu dikompilasi, mampu membuat perjuangan Jokowi untuk dipilih kembali di Pilpres 2019, gagal.

Yah ampun, logika saya tidak menjangkau sampai ke sana.

Dari catatan-catatan saya di Facebook, jelas tercermin, saya tahu siapa yang bisa disebut menteri cerdas dan siapa yang kira-kira pengetahuannya cuma pasa-pasan.

Padahal itu hanya rekaan saja.

Nah data penting seperti itu, otomatis terhapus setelah Facebook ditutup.

Dengan ditutupnya Facebook otomatis, pencuri data tidak bisa lagi memanfaatkan pengetahuan saya tentang hal-hal di atas.

Sebetulnya pengguna Facebook yang punya pengetahuan seperti di atas, mungkin jutaan. Artinya bukan hanya saya.

Nah bayangkan kalau tulisan-tulisan di Facebook yang merugikan pemerintah apalagi yang bisa merugikan pencapresan Jokowi, tidak ditutup menjelang Pilpres 2019.

Bisa runyam kan.

Jadi saya bersyukur dengan keputusan cerdas Pak Menteri Kominfo. Sebab tahun 2014, saya memilih Jokowi-JK.

Penutupan Facebook yang direncanakan per 24 April 2018 ini, menjadi semacam “hikmah terselubung”.

Sebab tak akan ada lagi orang asing yang mau melakukan tindakan subversi ke Indonesia, dengan memanfatkan data Facebook.

Padahal sebelumnya saya dihubungi teman yang mana teman dari teman bapaknya, ingin bekerja sama dengan membedah kelemahan pemerintaha Jokowi.

Oleh orang tak dikenal ini, dia minta saya membocorkan rahasia dari semua pelanggan Telkomsel.

Karena menurut orang yang tak mau memperkenalkan identitasnya secara lengkap, yang lebih berbahaya, justru data pelanggan Telkomsel.

Bukan data pengguna Facebook.

Sebab data Telkomsel, harus disertai KTP resmi. Tidak bisa menggunakan KTP abal-abal.

Tidak seperti Facebook yang boleh memakai nama samaran, foto binatang, pohon, benda tak jelas, tanggal lahir 200 tahun lalu dan domisili palsu.

Artinya pencuri data lewat Facebook itu, ikut mendata semua binatang, pohon dan orang yang sudah meninggal dan tak jelas dimana mereka tinggalnya.

Facebooker menetap di Lenteng Agung (LA), ngakunya tinggal di Los Angeles. LA juga.

Orang penganggur dan banyak acara mengaku berprofesi Pengacara. Yah penganggur banyak acara.

Inilah contoh data penting di Facebook.

Mau berapapun bayaran yang saya minta, dia sanggupi.

Syaratnya, asal saya bisa pertemukan dia dengan Presiden Jokowi. Tak peduli di Solo, Istana Bogor atau di Asmat, Papua sana.

Saham 35 persen Singtel di Telkomsel, sanggup dia "buy back".

Menurut dia, Singapura justru lebih cerdas ketimbang Mark Zuckerberg, pendiri Facebook.

Diam-diam, setiap hari, Singapura bisa memantau percakapan telepon rahasia Presiden, Wakil Presiden, Ketua MPR, Ketua DPR dan orang-orang pentingnya lainnya. Termasuk para Markus (Makelar Kasus).

Tapi kok ini didiamin?

Juga termasuk percakapan Menkominfo tentunya. Sepanjang dia atau mereka menggunakan nomor Telkomsel.

Teman dari teman bapaknya punya teman ini justru mempertanyakan keputusan penutupan Facebook, dengan alasan pencurian data.

Kalau Pak Menteri sering melalukan “tamasya”, mestinya dia sadar, bahwa keputusan menutup Facebook, tidak sejalan dengan kebijakannya mengizinkan “Balon Google” beroperasi di Indonesia.

Kalau “balon google”, kasarnya, data yang disimpan di belantara hutan Papua bisa terdeteksi.

Jadi kontradiktiflah.

Justru pencurian data oleh “Balon Google” jauh lebih efektif ketimbang “Facebook”.

Tapi mau bilang apa, pengambilan keputusan, berada di tangan beliau.

Pak Menteri jelas lebih banyak tahu dari apa yang rakyat atau kita-kita ini tahu.
 
Mau bilang apa? 

Keputusan salah pun harus kita terima.

Bahkan kalau kebijakan itu tidak efektif, tak masalah.

Karena tujuan sesungguhnya bukan menyelesaikan masalah.

Tapi memberi masalah baru kepada rakyat.

Jadi efektif dan tidaknya sebuah kebijakan seorang Menteri, bukan urusan rakyat.

Belajar dari kisah ini, ada baiknya Jokowi tak perlu pusing mencari menjadi pendamping Cawapres di Pilpres 2019.

Jadikan Pak Menteri Kominfo ini sebagai calon orang kedua - alias RI-2

Jadi tidak cukup dipuja.

Waktu sudah mendekati jam makan siang.

Mareee kita makan, isi perut sambil saling memuji dan memuja. Sedaaaaap! [***]

Penulis adalah wartawan senior

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA