Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Hadar Nafis Gumay: Rekam Jejak Kasus Hukum Calon Legislatif Bisa Dimasukkan Dalam Curriculum Vitae

Rabu, 11 April 2018, 10:06 WIB
Hadar Nafis Gumay: Rekam Jejak Kasus Hukum Calon Legislatif Bisa Dimasukkan Dalam Curriculum Vitae
Hadar Nafis Gumay/Net
rmol news logo Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) peri­ode 2012-2017 ini mengusulkan, informasi mengenai rekam jejak kasus hukum seorang calon leg­islatif di dalam curriculum vitae atau riwayat hidupnya. Namun bagaimana cara masyarakat bisa mengetahui rekam jejak calegnya jika di surat suara tidak ada informasi tersebut? Kepada Rakyat Merdeka, Hadar Nafis Gumay menjelaskan hal itu dan juga membahas soal usu­lan larangan bekas narapidana menjadi caleg serta usulan KPU agar caleg melampirkan Laporan Harta Kekayaannya.

Anda mengusulkan agar re­kam jejak kasus hukum calon anggota legislatif ditampilkan dalam curriculum vitae (CV), bagaiman masyarakat bisa mengetahuinya sedangkan in­formasi di surat suara sangat sedikit?
Ya memang kalau di surat suara untuk aturan itu tidak ada tempatnya ya, karena me­mang kan surat suara tidak besar. Kemudian memang tidak lazim, bahkan di dalam undang-undang sudah disebutkan di dalam surat suara itu apa saja, tetapi kalau di dalam CV saya kira itu masih sangat mungkin aturan itu ada karena CV itu kan menunjukan sejarah calon-calon yang bersangkutan, yaitu cukup digambarkan orang itu seperti apa, baik tentang keluarga, pen­didikan, pengalaman hidup dan seterusnya.

Masyarakat rasanya enggan untuk mencari tahu tentang caleg atau calon pemimpinnya secara detail. Bagaimana itu?

Kita akan dorong terus, na­mun tidak hanya masyarakat, tetapi kepada semua pihak yang misalnya kelompok masyarakat atau organisasi atau media massa yang ingin mengangkat informasi mengenai berapa ban­yak sih calon yang bermasalah, jadi itu bisa di cv yang memang resmi dipublikasikan oleh KPU. Nah kita tentu akan mendorong terus di dalam pemilu kita harus mempelajarinya, melihat cv-nya atau juga dengan adanya kegia­tan kelompok atau organisasi masyarakat mengadakan pen­didikan politik yang menjadikan cv itu sebagai bahan informasi yang akurat.

Dalam surat suara tidak dit­ulis kasus hukumnya, apakah secara aturannya bisa dimasu­kan ke dalam surat suara atau informasi daftar calon saat hari pencoblosannya?
Karena kan di dalam pemilu itu ada daftar calon tetapi kan informasinya tidak banyak, namun jika mengenai infor­masi rekam jejak (kasus hukum) dirasa penting, itu juga bisa dimasukan dalam daftar calon, jadi menjadi satu elemen yang harus diumumkan kalau pernah terlibat dalam kasus pidana.

Soal lain. Apa tanggapan Anda dengan usulan KPU ten­tang larangan eks narapidana korupsi untuk menjadi caleg?
Itu memang sudah ada di da­lam draf KPU ya. Menurut saya, itu merupakan gagasan yang cukup baik ya, karena korupsi ini kan permasalahan yang sangat besar dan sangat bermasalah, sehingga kita harus banyak cara untuk mengurangi, apalagi un­tuk para untuk pemimpin. Jadi kita harus dorong terus supaya ini bisa direalisasikan.

Bagaimana dengan usulan melampirkan LHKPN?
Itu merupakan salah satu cara untuk memastikan seseorang itu betul-betul menggambarkan seseorang itu siapa dan informasi kepemilikan harta. Karena kalau dia dicatatkan sejak awal memi­liki sejumlah A kemudian setelah menjabat mendadak hartanya banyak, kemudian nanti orang bisa bertanya-tanya, jadi sejak itu bisa dipelajari. Karena ruang dia untuk mengumpulkan uang sep­erti itu menjadi sangat sulit. Jadi ini bisa mejadi bentuk pencega­han. Karena kan dengan laporan itu akan diklarifikasi oleh KPK, apakah dia melaporkan dengan benar atau tidak. Jadi itu memang gagasan yang baik seperti calon walikota, bupati, gubernur, nah anggota DPR, DPRD juga harus melampirkan LHKPN itu.

Tetapi dari beberapa par­tai menyatakan tidak setuju dengan rencana itu. Mereka menganggap caleg bukan pe­jabat negara…
Kita juga tidak harus terlalu kaku melihat aturan-aturan ini, terkadang kita harus lebih jauh lagi mengintepretasikan pasal-pasal tersebut dari aturan yang kita punya. Karena kan para calon kepala daerah mereka juga masih calon, tetapi kan mereka juga diharuskan melampirkan LHKPN-nya, lalu kenapa kita harus membeda-bedakannya. Jadi bukan artonya belum ada pengembangan makna yang lebih luas mengenai batasan­nya, jadi tidak apa-apa aturan­nya untuk sebuah kebaikan dan informasi kepada publik tentang siapa yang bersangkutan ini dilihat dari harta dan keuangan yang dimiliki, karena ini kan informasi yang baik juga. Toh pengisian itu kan dilakukan tidak merepotkan banget. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA