Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Rahmat Bagja: Kalimantan Barat Dan Papua Paling Banyak Berkembang Indikasi Isu SARA

Sabtu, 31 Maret 2018, 09:39 WIB
Rahmat Bagja: Kalimantan Barat Dan Papua Paling Banyak Berkembang Indikasi Isu SARA
Rahmat Bagja/Net
rmol news logo Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari; Perludem, YLBHI, Setara Institute, dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat memprediksi sejumlah model kampanye hitam berpeluang terjadi di Pilkada 2018. Antara lain; politisasi isu su­ku, ras, agama dan antargolongan (SARA) dan penyebaran berita bohong alias hoaks.

Selain itu, kasus ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN), Polri-  penyelenggara pemilu serta praktik politik uang diprediksi akan banyak ditemukan di daerah.

Komisioner Bawaslu, Rahmat Bagja tidak memungkiri kekhawatiran itu semua masih akan ter­jadi di Pilkada 2018. Bahkan, dia menyebutkan, indikasi terjadinya kampanye hitam sudah mulai terjadi di masa kampanye di be­berapa daerah. Berikut penuturan Rahmat Bagja kepada Rakyat Merdeka:

Apa benar muncul kampa­nye hitam di Pilkada 2018?

Iya, memang indikasi kam­panye hitam itu sudah ada ya. Terus misalnya politik uang ada dua, kasus yang terjadi di masa kampanye. Isu SARA memang sudah mulai juga terjadi di masa kampanye. Itu sudah masuk di masa kampanye sekarang. Tetapi memang isu SARA itu belum terlihat jelas, namun itu masuk ke dalam kampanye hitam saja.

Kalau soal kerawanan?
Indikasi kerawanan sebe­narnya sudah kita sampaikan sejak tahun 2017 lalu dan saat ini memang sudah terbukti terjadi di masa kampanye.

Memang pencegahannya bagaimana?
Kita sudah melakukan be­berapa pencegahan agar hal terse­but tidak terjadi, misalnya kita sosialisasi hal tersebut kepada masyarakat mengenai antipolitik SARA, antipolitik uang, terus kita juga memperkuat pengawas pemilu agar kuat taringnya untuk memperkuat kampanye, agar tidak melanggar undang-undang. Itu semua sudah kita perkirakan, sehingga semua itu sudah kita lakukan pencegahan dan penan­ganan perkarannya itu.

Kalau pendidikan kepada para peserta atau tim pendu­kung apakah diberikan juga oleh Bawaslu?
Kalau untuk pendidikan ke­pada peserta sendiri kita masih lakukan, hal itu masih terus berjalan. Misalnya kita lakukan sosialisasi kepada para saksi, kepada calon anggota, kepada pasangan calon.

Terus kenapa indikasi ka­sus-kasus itu masih banyak terjadi di masyarakat?
Itu sih tergantung kepada masyarakatnya sendiri. Kita bisa melihat bagaimana pen­didikan mereka dan kesadaran mereka.

Namun tentunya sebagai penyelenggara pemilu untuk mengedukasi masyarakat dan ini juga tugas dari negara, tugas pemerintah, tugas partai politik memberikan edukasi kepada masyarakat.

Kalau untuk isu SARA, daerah mana yang paling banyak terjadi?
Untuk adanya indikasi kasus SARA itu terjadi di Kalimantan Barat.

Lho kenapa itu bisa terjadi di Kalimantan Barat?

Nah, di sana itu ada pertarun­gan antara calon gubernur yang Kristen-Kristen, Islam-Islam, Islam-Kristen, jadi sudah ada isu SARA itu di sana. Selain itu di Papua juga sudah ada isu SARA ini, dengan cara Kepala suku mendukung A, kepala suku mendukung B dan seterusnya.

Daerah lainnya apa masih ada?
Ada juga memang terjadi di daerah Maluku terjadi isu SARA itu. Jadi indikasi terjadinya isu SARA di daerah-daerah tersebut sangat kuat.

Bagaimana supaya isu SARA ini tidak meluas ke daerah-daerah lainnya?

Kalau bilang sangat kuat seka­li juga tidak ya, kan sudah ada kerjasama kami dengan pihak Kepolisian, dengan Kejaksaan, dengan Badan Intelijen Negara untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di masyarakat.

Selain SARA, bagaimana Bawaslu menanggapi prak­tik politik uang yang diduga masih banyak terjadi?
Masalah politik uang ini kita punya strategi untuk meningkat­kan kesadaran masyarakat agar tidak menerima politik uang dan melaporkan kepada Panwas (Panitia Pengawas Pemilu). Kita juga melakukan peningkatan ke­pada Panwas untuk pengawasan terhadap tindakan pemberian politik uang.

Kalau mengenai keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI-Polri bagaimana?
Dalam waktu 25 hari Bawaslu melakukan pengawasan kampa­nye pilkada 2018, kita menemukan sebanyak 425 pelangga­ran yang dilakukan oleh ASN, TNI, Polri, Lurah, serta Pejabat BUMN/BUMD.

Selain itu, kita juga men­emukan adanya 49 pelanggaran kampanye di tempat ibadah dan lembaga pendidikan dan Jawa Barat menjadi provinsi yang paling banyak ditemukan pe­langgaran kampanye oleh pihak lain dengan jumlah 163 pelang­garan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA