Mengenal Inklusi Visme Islam Indonesia (49)

Keberadaan Majlis Ta'lim

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Rabu, 21 Maret 2018, 10:30 WIB
Keberadaan Majlis Ta'lim
Nasaruddin Umar/Net
KEBERADAAN Majlis Ta'lim (MT) di Indonesia yang terdata oleh Kementeri­an Agama hingga saat ini tidak kurang dari 250.000. Jumlah ini tidak bisa di­pandang enteng jika set­iap MTanggotanya misal­nya berjumlah 50 orang. Ini artinya 250.000 x 50 = 12.500.000. Banyak MT jumlah anggotanya ratusan orang. Kebanyakan mereka adalah kaum ibu. Mereka melaksanakan kegiatan rutin bukan hanya dalam bentuk pengajian-pengajian tetapi kegiatan sosial, pendidikan, dan ekonomi. Mereka secara rutin menerima materi pengajian dari para ustaz dan ustazah yang telah mengecap pendidikan dari Pon­dok Pesantren dan atau Perguruan Tinggi Islam. Mereka mengkaji Al-Qur'an dan hadis dengan metodenya masing-masing.

Bisa dibayangkan, para nara sumber mer­eka umumnya dari alumni-alumni Pondok Pe­santren dan Perguruan Tinggi Islam yang su­dah mendapatkan pencerahan dari para Kiai dan para Profesornya masing-masing. Mer­eka memperkenalkan Islam sebagai Rahma­tan lil 'Alamin. Jarang sekali terdengar ada MT yang terkontaminasi dengan ajaran dan aliran kekerasan apalagi teroris. Bahkan mer­eka rata-rata berikrar untuk mengutuk para pelaku teroris yang tega menghilangkan nya­wa orang yang tak berdosa. Mulai dari anak-anak kecil yang tak tahu apa-apa sampai kepada para yang lansia yang sudah tidak punya pikiran apa-apa selain menyiapkan diri menghadap Allah Swt. Kaum ibu yang meru­pakan kebanyakan anggota MT tentu paling sensitif dan serentak bereaksi untuk meng­utuk kegiatan tersebut. Bahkan tidak sedikit MT yang menjalin kerjasama dengan aparat keamanan, khususnya kepolisian untuk ikut serta memberantas anasir-anasir teroris.

Kementerian Agama pernah mencanang­kan setiap masjid dan mushalla harus mem­punyai MT, kalau perlu MT-nya lebih dari satu. Misalnya ada MT khusus kaum remaja di Masjid, kaum lansia, dan kelompok yang berkebutuhan khusus. Melalui MT juga bisa dilakukan pemberdayaan ekonomi umat den­gan mudah. Tidak sedikit MT saat ini mengelola bisnis dan koperasi dengan omset tidak bisa dikatakan kecil. MT yang sukses bisa menyalurkan pendanaannya kepada objek-objek yang produktif ditambah dengan sasa­ran yang memang dianjurkan untuk dibantu di dalam Islam. Sejumlah MT juga merintis usaha mikro dengan sentuhan dana secara terstruktur dari bank pemberi kredit mikro. Ada salah satu banks syari’ah sangat ber­hasil berkat kerjasama dengan MT-MT yang ada di daerah. Pengalaman bank tadi menda­patkan kesan bahwa ibu-ibu yang tergabung di dalam MT lebih lancar membayar kred­it dari pada kelompok-kelompok sosial lain. Kita masih ingat Muhammad Yunus dari Ban­glades sukses meraih Nobel dalam bidang ekonomi melalui MT-MT kaum ibu.

Inklusivisme Islam terlihat menjadi perilaku yang inheren dengan anggota MT. Jika ada anggota mereka sakit, meninggal dunia, dililit utang, atau dilanda musibah, mereka ramai-ramai hadir untuk meringankan beban mere­ka yang tertimpa musibah. Jika ada di antara mereka sukses dalam berbagai bidang mer­eka tidak saling melupakan satu sama lain. Mereka sangat terkesan secara emosional satu sama lain karena memang diikat oleh tali persaudaraan ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathaniyah. Mereka lebih gampang menghimpun dana jika ada kegiatan-kegiatan sosial keagamaan di dalam masyarakat. Mis­alnya ada perayaan 17 Agustusan, Maulid, Isra" Miraj, Halal bi Halal, khataman, dan per­pisahan jika ada anggotanya hijrah ke tem­pat lain. Kehadiran MT di Indonesia sangat membantu untuk menyatukan segenap war­ga bangsa dan warga umat. Subhanallah. 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA