Era Wali Songo bisa disebut era proto Islam InÂdonesia. Era ini mengakhiri pusat kerajaan Hindu Majapahit di Nusantara. Para ahli sejarah menunÂjuk kepiawaian Wali Songo memainkan peran di dalam masyarakat sehingga bagai menarik benang dari tepung, transformasi Hindu ke Islam berlangsung tanpa menimbulkan ketegangan sedikit pun. Diplomasi dakwah Wali Songo perÂlu menjadi pelajaran kepada generasi baru Islam bahwa menyampaikan dakwah tidak mesti harus menimbulkan ketegangan di dalam masyarakat. Kita tidak meragukan sedikit pun keulamaan Wali Songo tetapi di dalam menyampaikan dakwah Islam mereka mengingatkan kita kepada strateÂgi dakwah Rasulullah Saw. Mereka pertama kali memahami filosofi dasar budaya bangsa nusanÂtra. Mereka juga memahami sistem dan struktur serta peran kraton di dalam masyarakat. Wali Songo menghadirkan diri sebagai bagian dari kraton tanpa mengesankan adanya ancaman sedikit pun kepada raja dan elit masyarakat yang ada. Mereka menawarkan potensi diri yang amat dibutuhkan kraton dan kelompok elit masyarakat lainnya. Sembilan wali ini masing-masing memÂpunyai kepiawaian dan keunikan peran di dalam menyebarkan Islam.
Di antara figur Wali Songo yang sangat mengesankan ialah Maulana Malik Ibrahim. Ia menempatkan diri sebagai "tabib" bagi KeraÂjaan Hindu Majapahit. Ia menjadi tabib istana yang banyak menyelamatkan keluarga kraton. Ia diangkat menjadi orang penting di istana, buÂkan hanya keahliannya dalam ketabiban tetapi juga pandangan-pandangannya yang arif dan menyejukkan. Pada akhirnya raja bersama keluarganya, kemudian diikuti pembesar kerÂajaan dan masyarakat luas memeluk agama baru yang dibawa sang tabib. Sebelum ke taÂnah Jawa, Maulana Malik Ibrahim pernah berÂmukim di Campa (Kamboja) selama 13 tahun sejak tahun 1379. Ia sendiri merupakan putra seorang ulama Persia, Maulana Jumadil KuÂbro, yang menetap di Samarkand. Begitu heÂbatnya sampai ia berhasil menikahi putri raja, yang memberinya dua putra, yaitu Raden RahÂmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri.
Putranya sendiri yang kemudian dikenal sebaÂgai Sunan Ampel (2), menikah dengan putri seÂorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya lahir Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika KesÂultanan Demak hendak didirikan, Sunan Ampel menyaksikan lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia menunjuk muridnya Raden Patah, puÂtra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M. Banyak keÂluarga Wali Songo berbaur di beberapa kerajaan lokal. Dari sini kita melihat bagaimana Wali SonÂgo menguasai hukum-hukum sosial masyarakat yang terkenal dengan istilah: "Agama masyarakat ialah apa agama rajanya." Jika mengislamkan kerajaan maka sama dengan mengislamkan seÂluruh masyarakat.
Sunan Giri yang memiliki nama kecil Raden Paku,unan yang aslinya bernam Muhammad Ainul Yakin, lahir di Blambangan (BanyuwanÂgi) pada 1442 M, putri raja Blambangan, Dewi Sekardadu ke laut. Ia berhasil mengislamkan sejumlah besar keluarga isterinya yang juga keluarga kraton. Ia sangat disegani oleh Raja Majapahit ketika itu makanya diberikan otoriÂtas berupa pesantren yang berkembang menÂjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahÂan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu SatÂmata dan beberapa gelar lain yang diberikan masyarakat kepadanya.