Selain Ade dan Heri, dalam operasi tangkap tangan (OTT) tersebut satgas juga menangkap anggota tim sukses pasangan Soni Sondani-Usep Nurdin, Didin Wahyudin. Bakal calon buÂpati Garut dari jalur perseoranÂgan, Soni Sondani pun sudah memenuhi panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Jawa Barat, Rabu lalu.
Lantas apa tanggapan DKPP terkait kasus ini? Karena ini merupakan OTT, apakah kedua penyelenggara pemilu itu otomaÂtis akan diberhentikan? Berikut penjelasan Komisioner DKPP, Ida Budhiati;
Apakah laporan kejadian tersebut sudah diterima oleh DKPP? Kabar dari Pak Ketua surat dari KPU itu sudah masuk. Setelah surat diterima oleh DKPP itu kan ada proses administrasi ya, jadi diverifikasi suratnya, doÂkumennya, setelah dinyatakan lengkap baru dijadwalkan waktu sidangnya.
Bagaimana tanggapan DKPP terhadap kasus ini? DKPP sebetulnya enggak boleh komentar tentang pokok perkaranya. Karena kan perkara sudah masuk, dan dokumennya sedang diperiksa. Bisa kena etik kan. Tapi kami mengapresiasi KPU dan Bawaslu yang telah bertindak cepat, dalam menanÂgani kejadian ini. Guna menjaga kehormatan institusinya, mereka telah menghentikan sementara yang bersangkutan. Dan langkah itu sangat kami apresiasi. Selain itu kami juga apresiasi Polri yang bisa membongkar adanya persekongkolan politik uang.
Itu kan kejadiannya OTT. Berarti bisa langsung dinyataÂkan melanggar etik ya? Kan atasannya sudah mengamÂbil tindakan administrasi. Dalam kerangka hukum kami, KPU dan Bawaslu punya wewenang untuk memberikan sanksi adÂministratif. Jika anggota diÂanggap melanggar nilai-nilai, atau melanggar prinsip sebagai penyelenggara pemilu, maka atasanya bisa menjatuhkan sankÂsi administratif yaitu menghenÂtikan sementara. Soal terbukti atau tidaknya itu wewenangnya DKPP.
Berarti enggak bisa langÂsung otomatis dinyatakan melanggar etik oleh DKPP? Tidak bisa. Soal melanggar atau tidak melanggar kode eik itu sudah ada tindakan nyata, yaitu pemberhentian sementara oleh KPU. Sisanya harus dipuÂtuskan nanti, setelah melalui penilaian oleh tim dimana saya nanti termasuk yang menilai perkara tersebut.
Kalau dinyatakan bersalah oleh DKPP nanti sanksinya apa? Sanksi dari DKPP itu kan ada tiga jenis sanksi, teguran, pemÂberhentian sementara, hingga pemberhentian tetap.
Selama ini apa saja upaya pencegahan yang telah dilakuÂkan DKPP? Ruang lingkup DKPP ini kan sempit ya, hanya soal etika. Seperti dijelaskan dalam poin-poin sosialisasi tentang apa itu pedoman penyelenggara pemilu, apa itu yang dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang harus dikerjakan. Bagaimana pelaksanaannya akan tergantung kepada KPU dan Bawalu. Jika dalam pelaksaannya kami meÂnemukan adanya fakta hukum seperti terjadinya politik uang, maka kami rekomendasikan kepada penegak hukum untuk diusut lebih lanjut.
Lalu apa masukan DKPP terkait kasus ini? KPU dan Bawaslu itu harÂus memanfaatkan mekanisme kelembagaannya secara maksiÂmal. Negara ini sudah luar biasa kelembagaan penyelenggara pemilunya. Ada kontrol internalÂnya, ada kontrol eksternalnya, ada DKPP, adan Bawaslu, ada penegak hukum.
Sejauh ini, DKPP sudah menangani berapa kasus pelanggaran penyelenggara pemilu? Sejak Januari sampai 22 Februari 2018 kami sudah meÂmeriksa 76 perkara pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dan melibatkan 163 orang. Dan setelah diperiksa kami meÂnarik kesimpulan 61,2 persen di antaranya melanggar kode etik yang berarti lebih dari 50 persen. Bentuk pelanggarannya sebagian besar adalah masalah profesionalisme, bekerja tak sesuai prosedur, tak cermat, tak teliti, dan lain-lain. Namun kasus suap belum ditemukan dalam kaitannya dengan penyeÂlenggaraan pemilu.
Dari semua kasus yang ditanÂgani, ada soal politik uang? Ada dugaan suap, tapi itu tidak terbukti politik uangnya. Jadi dugaan suap tidak terbukti. Kejadiannya itu di Sumatera Utara. ***
BERITA TERKAIT: