Selain itu, YPKP juga memÂberikan masukan terkait dokumen rahasia dari Amerika Serikat (AS) yang berisi tentang dugaan keterÂlibatan TNI Angkatan Darat dalam menggulingkan Presiden Soekarno dan menghancurkan PKI pada 1965. Berikut penuturan lengkap tokoh PKI, Bedjo Untung.
Di mana saja titik kuburan massal baru tersebut? Lokasinya tersebar di beÂberapa daerah, yaitu di Magetan, Pacitan, Cilacap, Grobogan, Purwodadi, dan Sukabumi. Lokasinya persisnya beragam, ada yang berada tengah daratan, ada yang di sekitar pantai atau daerah pesisir. Tapi sebagian besar kuburan massal itu telah tertutup bangunan yang berdiri di atasnya. Ada yang jadi toko dan hotel. Lalu ada juga yang diÂgusur jadi perumahan, di bawah itu ada kuburan massal.
Dari mana YPKP tahu bisa ada kuburan massal di sana?
Lokasi kuburan massal itu ditemukan karena ada keteranÂgan dari saksi hidup. Misalnya, kami pernah menemui algojo yang membunuh simpatisan PKI. Dia merasa itu tugas negaÂra. Diperintahkan menembak, ya (korbannya) ditembak.
Selain itu, kami juga memperÂoleh kesaksian dari penggali dan pemegang lampu saat penembaÂkan terhadap simpatisan PKIdi malam hari. Mereka tahu karena masih ingat karena ada penanda, yaitu pohon kelapa. Saksi-saksi itu merasa gundah jika tidak memÂbeberkan apa yang sebenarnya terjadi, karena itulah kami bisa menggali informasi tersebut.
Diperkirakan ada berapa jumlah korban dalam kuburan massal tersebut? Perihal jumlah korban atau alamat rinci lokasi kuburan massal yang baru, kami belum bisa mengungkapkan lebih jauh. Sebab, masih ada hal yang perlu dilengkapi agar temuan itu jadi data yang valid dan komprehenÂsif. Tapi kami harap temuan ini ditindaklanjuti Komnas HAM paling tidak perlu ada penandaan supaya tidak hilang.
Dengan adanya temuan ini, total ada berapa titik kuburan massal yang telah ditemukan? Sejauh ini total ada 122 lokasi, dan diduga terdapat 13.999 orang yang dikubur di sana.
Lokasi lainnya di mana saja? Lokasinya tersebar di berbagai provinsi di seluruh Indonesia, seperti di Jawa Tengah, ditemuÂkan 50 lokasi, dengan jumlah korban diperkirakan ada 5.543 orang. Di Yogyakarta ada 2 lokasi dengan jumlah korban diduga ada 757 orang. Lalu di Jawa Barat terdapat 3 lokasi denÂgan jumlah korban diperkirakan 115 orang, dan di Jawa Timur terdapat 28 lokasi dengan korban perkiraan mencapai 2.846 orang. Sementara untuk Sumatera, kuburan masal ditemukan di Sumatera Barat sebanyak 21 lokasi dengan korban perkiraan mencapai 1.988 orang, dan Sumatera Utara sebanyak 7 lokaÂsi dengan jumlah korban diperÂkirakan mencapai 5.759 orang. Terakhir di Sumatera Selatan ada 2 lokasi, dengan jumlah korban sekitar 2.150 orang.
Temuan ini sudah disampaiÂkan juga kepada pemerintah? Yang baru belum, tapi kalau yang lama sudah kami laporkan dan berikan datanya kepada Komnas HAM dan Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan pada 2016. Saat itu saya memberikan data kuburan massal kepada Pak Luhut saat masih menjaÂbat sebagai Menko Polhukam. Saya memberikan data karena Pak Luhut memintanya di acara Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 yang dihelat pada 18-19 April 2016.
Ketika itu, beliau berjanji akan menindaklanjutinya. Tapi ketika diberikan, dia seolah berdalih. Menganggap enggak ada kuburan massal. Sampai sekarang berganti jadi Wiranto, enggak ada kelanjutannya.
Itu kan temuan kuburan massal. Kalau temuan inÂtimidasi, teror terhadap YPKP bentuknya seperti apa? Iya, jadi kami korban 65 masih mendapat represi, dari kekuaÂsaan, dari aparat keamanan. Padahal seharusnya tidak perlu karena YPKP adalah organisasi yang legal berdasarkan putusan Menkum HAM dan itu sudah saya daftarkan agar mendapat berita lembaran negara.
Tiap bertugas aparat keamanÂan selalu mengawasi YPKP. Kemudian, bila kami mengadakan rapat atau pertemuan selalu dibubarkan dengan segala macam rekayasa. Ini tidak adil, kami tidak ada ruang kebebasan berpendapat dan organisasi. Padahal kami adalah organisasi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, dan kami ingin membantu pemerintah mengamalkan Pancasila dan UUD 1945.
Di mana saja temuan adanÂya intimidasi tersebut? Di banyak tempat. Misalnya ketika kami membuat kegiatan di Cirebon, Jawa Barat, dan di Cilacap, Jawa Tengah. Acara itu akhirnya harus dibatalkan. Selain itu ada pula kegiatan lain seperti di Bukit Tinggi, dan Solo. Semuanya dibubarkan oleh aparat. Padahal acara-acara tersebut murni membahas perlindungan dan sosialisasi peÂlayanan medis bagi saksi dan korban bersama LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban-red). Artinya ini membuktikan bahwa masih adanya deskrimiÂnasi represi dari pemerintah, iniÂlah catatan bahwa deskriminasi represi itu masih terjadi. ***