Kata kemanusiaan adalah sebuah kata yang paling tinggi nilainya dalam perbendaharaan bahasa Indonesia kita. Tanpa kemanusiaan maka manusia lebih tepat menjadi seekor hewan atau binatang. Rasa kemanusiaanlah yang membedakan seseorang dengan binaÂtang. Namun perlu dicermati karena rasa dan sifat kemanusiaan ini menyebabkan manusia menempuh perjalanan hidupnya dengan cara fluaktuatif. Berbeda dengan kehidupan makhluk biologis lainnya, termasuk binatang dan tumbuh-tumbuhan, bahkan termasuk bangsa jin dan malaikat. Satu-satunya manusialah yang dapat ketegori sebagai makhluk eksistensialis. Hanya manusia yang bisa naik turun martabatnya di mata Allah, Tuhan YME. Manusia bisa turun martabatnya lebih hina dari pada binatang (
asfla safilin). Akan tetapi manusia juga bisa mencapai ketinggian paling puncak (
ahsan taqwim) seperti yang pernah dicapai Nabi Muhammad Saw, naik ke puncak Adr al-Muntaha. Malaikat Jibril yang ditugasi Tuhan mendampinginya memohon maaf tidak bisa mendampingi Rasulullah naik ke pucak karena kedua sayapnya sudah terkapar tanpa kekuatan ener. Sebaliknya Nabi Muhammad Saw terus melejit hingga Sdr al-Muntaha, tempat yang didambakan para pencari Tuhan, sebaÂgaimana diabadikan Tuhan dalam ayat: "Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba- Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (Q.S. al-Isra’/17:1).
Tuntutan dan tuntunan sila kedua ini merupaÂkan ciri khas masyarakat Indonesia. Meskipun bangsa ini dikaruniai luas wilayah strategis beriÂkut dengan kekayaan alam luar biasa tetapi tidak membuatnya sombong dan angkuh. Sebaliknya keindahan alam dengan aneka rupa warna kembang mempengaruhi kepribadiannya sebagai warga Indonesia yang ramah dan santun. Sikap kemanusiaan yang dikembangkan, bukan manusia bebas dan liberal yang cebderung arogan dan individualistic, tetapi warga bangsa yang memiliki otonomi dan kemandiriian sebagai insan-insan yang bertanggung jawab. Satu sisih warga bangsa Indonesia terkesan sangat lebuk dan bijaksana tetapi saat bersamaan sebagian warga bangsa Indonesia jiga memiliki keangkuÂhan, individualism, dan sekularis.
Selain memiliki unsur kemanusiaan, manusia Indonesia juga perlu melengkapi dirinya dengan dengan sikap keadilan dan keadaban public dan indifidu yang tinggi. Sila kedua ini harus dipertahankan karena itulah hakekat kepribadian bangsa Indonesia.