Kemarin di kantor Ditjen Bea Cukai di Jakarta Timur, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Jaksa Agung M Prasetyo, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Badaruddin, serta Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang berkumpul menyatakan komitÂmennya untuk membantu satgas tersebut.
Berikut pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait pembentukan satgas tersebut;
Apa sih kesulitan di lapanÂgan yang dihadapi para petuÂgas dalam mengawasi dan menindak masalah impor berisiko tinggi ini?Pertama dari sisi arus baÂrang khususnya di Indonesia, kalau misalnya dari sisi pintu tadi disampaikan oleh Menko Perekonomian banyak sekali kementerian dan lembaga yang menentukan kebijakan. Seperti larangan terbatas, kemudian perjanjian kita dengan luar negÂeri, itu menyebabkan jajaran bea cukai di dalam menjalankan tugasnya harus bisa menjalankan semua kebijakan-kebijakan yang diatur oleh kementerian dan lembaga.
Dari tatanan ekonomi itu merusak seperti yang disampaiÂkan oleh Panglima TNI, Kapolri, KPK. Dengan menciptakan ketidaksamaan dan ketidakadiÂlan di dalam persaingan usaha dengan mereka yang formal, jumlahnya kecil tapi penetrasi ke dalam cukup dalam.
Oleh karena itu, Menko Perekonomian bertekad untuk berkÂoordinasi dengan kementerian lembaga dalam jumlah larangan terbatas yang saat ini 49 persen menjadi 17 persen dari seluruh barang yang masuk ke Indonesia yang subjek larangan terbatas, itu dari sisi policy.
Masalah lainnya apa lagi?Selama ini bea cukai tidak bisa menertibkan karena beÂralasan oknum-oknum itu juga dilindungi lembaga lain. Nah dalam hal ini, excuse ini dipakai. Jadi mereka mengatakan tidak bisa membersihkan sendiri kalau tidak didukung oleh kementeÂrian lembaga lain terutama TNI, Polri, dan Kejaksaan.
Oleh karena itu, sebagai pimpiÂnan untuk konsisten agar jajaran saya bersih dan tidak lagi memiÂliki excuse atau alasan maka kita perlu kerja sama. Jadi ini adalah kesepakatan dari semua pimpinan lembaga-lembaga tersebut.
Jadi sebetulnya tidak memÂbentuk lembaga baru tapi sinyal untuk aparat saya di dalam. Terus tadi Pak Kapolri mengatakan ada penentuan jalur merah, kuning, dan hijau itu dijadikan sebagai alasan. Karena biaya ekonomi yang tinggi untuk masuk ke jalur hijau, maka itu bisa ditentukan oleh oknum.
Memang sistemnya selama ini bagaimana sampai harus membentuk Satgas dari beÂberapa institusi?Kita sebenarnya sudah ada sistem, tapi sistem kita bisa dirusak oleh oknum. Kemudian untuk mengatur siapa masuk ke pelabuhan mana dengan rate berapa, misalnya untuk masuk ke Jakarta, Semarang, Surabaya ratenya beda-beda dengan baÂrang yang sama. Indonesia ini kan sangat luas, jadi kita tentuÂkan pelabuhan-pelabuhan yang menjadi denyut dari ekonomi Indonesia. Yaitu Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, Belawan, dan seluruh perairan.
Terus konkretnya apa isi kontrak koordinasi ini?Konkretnya kita sudah kerja. Tujuannya kita ini memberiÂkan sinyal kepada anak buah kita masing-masing bahwa anda tidak lagi mencari alasan, oh saya tidak bisa melakukan itu karena Polri melindungi penyeÂlundup, lalu Polri mengatakan, kita juga tidak bisa karena TNI juga melakukan dan kita bisa tangkap karena nanti juga akan dibebaskan oleh Jaksa. Itu diÂjadikan alasan oleh anak buah kita.
Kalau ditanya konkretnya apa, mulai detik ini, kalau misalnya Dirjen Bea Cukai jawabannya masih a-u-a-u, kalau perlu nanti saya copot. Nanti taruh saja di depan lapangan lalu kita soraki sebelum kita pecat dan masukin penjara.
Artinya kalau anda mau melakukan ya kita lakukan. Kalau mereka mengeluh sistemnya belum memungkinkan ya kita tanggung jawab untuk memperÂbaiki sistem, kalau policy-nya kurang baik yang kita perbaiki policy-nya. Jadi tidak ada lagi alasan bagi mereka untuk tidak melakukan tugasnya.
Berapa sih nilai kerugian akibat impor berisiko tinggi ini? Total penerimaan masuk kita sebenarnya Rp 33 triliun, total penerimaan negara kita 1.750 triliun, total penerimaan perpajaÂkan Rp 1.498 triliun. Jadi kalau dilihat, itu kecil tapi itu menimÂbulkan persepsi bahwa aturan di Indonesia ini compromise dan ini yang membuat para pelaku ekonomi kita mencari oknum, mana yang di TNI yang bisa digÂarap, mana di Polri yang bisa kita garap, mana di Kemenkeu yang bisa kita garap. Oknum itu hanya sedikit, tapi itu bisa merusak seÂluruh institusi, dan image bangsa kita. Ini pertarungan yang sedang kita usahakan. ***
BERITA TERKAIT: