Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mengenang Feril Nawali Dalam Tawa

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-5'>ALDI GULTOM</a>
OLEH: ALDI GULTOM
  • Minggu, 25 Juni 2017, 08:12 WIB
Mengenang Feril Nawali Dalam Tawa
"Old soldiers never die; They just fade away.."

Ucapan terkenal dari General Douglas MacArthur itu terngiang ketika saya melayat ke rumah duka senior sekaligus sahabat kami, Feriolus Nawali. Orang-orang yang mengasihinya akrab dengan nama Feril Nawali.

Kata-kata itu pula yang pernah ia lontarkan kepada saya di suatu kesempatan "ngopi" di kantin kantor. Sambil menyemburkan asap rokoknya, ia menekankan kata-kata itu dengan suaranya yang berat.

Pak Feril, atau saya biasa meledeknya "Opa Feril" (karena beda usia yang sangat jauh dengan kami-kami yang muda), wafat mendadak Sabtu siang (24/6) di usianya yang ke-55, satu hari sebelum Idul Fitri 1438 H.

Keluarganya meyakini ia terkena serangan jantung. Sesaat sebelum menghembuskan nafas terakhir, almarhum sempat berkata kepada istri tercinta hendak pergi bekerja. Ia tiba-tiba lemas. Para kerabat menggotongnya ke rumah sakit. Mungkin Tuhan sudah hilang sabar menemui kekasihnya. Opa Feril meninggalkan dunia dalam perjalanan dari RS Carolus ke RS Premier Jatinegara.

Opa Feril bukan sembarang wartawan senior bagi kami anak-anak muda di redaksi Kantor Berita Politik RMOL. Ia pandai menempati banyak posisi sekaligus: yaitu sahabat, teman curhat, mentor, aktivis, pejuang politik dan orang tua.

Saya mengenalnya sepanjang sembilan tahun belakangan. Dan selama itu pula saya melihat konsistensi sikapnya dalam bergaul dengan sesama wartawan tanpa pandang jam terbang, atau siapapun juga tanpa pandang latar belakang: rendah hati, setia kawan, suka menolong, tidak pernah mengeluh dan tidak pernah mau menyakiti hati lawan bicara.

Jam terbang sebagai wartawan senior sejak era Orde Baru tidak membuatnya mudah pongah dan merasa tahu segala (penyakit yang umum diderita kuli tinta). Bahkan ia pernah menolak julukuan "wartawan senior" ketika saya memperkenalkannya dalam sebuah kesempatan workshop yang kami gelar di salah satu kampus swasta Jakarta.
 
Satu sifat lagi, mungkin yang paling kentara darinya, adalah tukang banyol! Saya kira anda semua yang mengenal almarhum pasti setuju. Dalam situasi sesulit apapun, Opa Feril bisa membuat kelucuan hingga tawa meledak dari lawan bicara dan orang-orang sekitarnya.

Saya bisa pastikan, semua orang yang mengenalnya akan menyimpulkan Feril Nawali sebagai manusia baik hati. Sifat-sifat manusia baik hati itulah yang saya yakini membuat almarhum memiliki banyak kawan dekat di semua lapisan, mulai dari rakyat jelata, tentara sampai elite politik negeri.

Teman dekat almarhum dari masa muda, wartawan senior Mulia Siregar, tak sungkan menyebutnya sebagai pejuang ketika bertukar cerita dengan saya di rumah duka. Di usia mudanya, Opa Feril dikenal sebagai aktivis paroki gereja yang ulet dan sangat berbakti pada orang tuanya. Melampaui berbagai kesulitan hidup berbekal kesederhanaan. "Dari dulunya dia pejuang", kata Bang Mul.

Bukan hanya keluarga kandungnya, kami keluarga angkatnya di ruang redaksi pun pasti akan sangat merindukan sosok Feril Nawali. Ledekan-ledekan yang kurang up to date tapi segar, pandangan yang bijak, juga suara bas-nya yang khas.

Yang pasti, Feril Nawali (bersama segudang banyolannya) "never die" bagi kami. Dia cuma menyingkir untuk memberi kami kesempatan lebih membuktikan diri.

Vaya Con Dios, Opa..    

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA