Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim, Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan, penyelidikan kaÂsus ini dimulai pada awal April 2017. Lalu pada Selasa (6/6) kemarin dilakukan penggeleÂdahan kantor dan gudang milik PT Garam.
"PT Garam ini melakukan imÂportasi garam industri sebanyak 75.000 ton setelah mendapatkan izin impor dari Kementerian Perdagangan," kata Agung keÂmarin.
Menurut dia, garam industri yang diimpor itu kemudian diperdagangkan ke pihak lain untuk diolah menjadi garam konsumsi. "Hal ini bertentangan dengan Permendag Nomor 125 tahun 2015 pasal 10 yang melarang hal itu," kata Agung. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 mengÂatur soal impor garam.
Tak hanya itu, PT Garam kata dia juga melakukan pengolahan garam industri untuk dikemas kemudian dijual ke konsumen. Tentu hal itu telah melanggar ketentuan kata Agung.
"Penyidik telah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi, dan analisa dokumen. Dari haÂsil gelar perkara penyidik telah menetapkan dua tersangka yang harus beranggung jawab atas tinÂdak pidana itu," kata Agung.
Namun Agung enggan membeberkan siapa dua tersangka itu dan apa jabatannya. Pasalnya kata dia penyidik masih mendalami dugaan pelanggaran dokuÂmen yang menjadi dasar imporÂtasi tersebut.
Dia meminta waktu agar jajaÂrannya menuntaskan penyidikan. "Tunggu dalam beberapa waktu ini akan disampaikan berikut modusnya secara komprehenÂsif," pintanya.
"Untuk pasal yang dipersangkakan yakni Undang Undang Perlindungan Konsumen dan Undang Undang Tindak Pidana Korupsi serta Undang Undang Pencegahan dan Pemberantasan tindak pidana pencucian uang," sebut Agung.
Dalam penyidikan kasus ini, Bareskrim sudah memeriksa sejumlah saksi dan menyita doÂkumen terkait. "Penyidik masih menganalisa seluruh dokumen yang ada," kata Agung.
Sebelumnya Direktur Utama PT Garam R Achmad Budiono mengatakan impor garam di Indonesia pada tahun 2016 sebanyak 3 juta ton. Angka itu bertambah dari tahun sebelumÂnya yakni 2,1 juta ton.
Dari jumlah itu, 1,7 juta ton di antaranya untuk kebutuhan industri kimia. Sedangkan kebuÂtuhan garam untuk industri panÂgan antara 350.000 ton-400.000 ton per tahun.
"Kalau garam konsumsi, relatif kami sudah bisa swasemÂbada, sedangkan untuk garam industri kami belum mampu menutupinya sehingga masih impor. Setiap tahun kebutuhan industri yang memerlukan bahan garam semakin meningkat," katanya 25 Agustus 2016.
Menurutnya, untuk kebutuhan garam konsumsi, Indonesia sudah swasembada sejak 2012. Sedangkan garam industri kimia dan industri pangan masih diimÂpor dari dua negara yakni Australia dan India.
Kilas Balik
Menteri Susi: Ada Kepentingan Bisnis Besar Di Balik Impor Garam
Kepolisian Daerah Jawa Timur menyita 116 ribu ton garam di gudang milik PTGarindo Sejahtera Abadi di Jalan Mayjen Sungkono 16 A, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Jumat, 19 Mei 2017.
Garam asal Australia tersebutdiduga sengaja ditimbun dan dijual ke masyarakat. "Ini barang yang masuk seharusnya buat konsumsi industri," ujar Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Machfud Arifin kepada wartawan di lokasi penggerebekan.
Gudang milik PT Garindo Sejahtera Abadi ini, kata Machmud Arifin, sudah cukup lama beroperasi. Polisi mendaÂpatkan laporan dari masyarakat tentang keberadaan gudang yang mengolahgaram impor untuk dijual ke pasaran sebagai garam konsumsi.
Polisi menindaklanjuti laporan tersebut dan menemukan adanya garam impor. "Semua pelakunya sudah kami tangkap dan segera kami lakukan penindakan huÂkum," ucapnya.
Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman berterima kasih kepada semua pihak yang sudah melakukan sinergi guna menjaga stabilitas pangan "Ini sinergi yang luar biasa karena kita sudah menemukan adanya kartel garam di Gresik," tuturnya.
Sebelumnya Direktur Utama PT Garam Achmad Budiono mengeluhkan masih banyaknya maÂfia garam. "Komoditas strategisini kondisinya tidak begitu menggembirakan, banyak kartel, mafia di tata niaga garam," katanya.
Namun demikian, Achmad tidak membeberkan siapa para pemain atau mafia garam terseÂbut. Yang jelas, kata dia, banyaknya kartel atau mafia garam menunjukkan bahwa bisnis ini menguntungkan.
"Tapi karena bisnis ini dikelolakartel, membuat kinerja garam naÂsional tiarap, termasuk PT Garam. Ibaratnya hidup segan, tapi mati enggak mungkin," sebutnya.
Menurut dia, PT Garam tidak mungkin mati. Sebab, perusaÂhaan ini adalah satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bisnis garam. "Karena kalau PT Garam mati, kartel bisa tambah bahaya. Karena PT Garam ini satu-saÂtunya milik negara. Sehingga dikasih (PT Garam) 'mainan kecil-kecil'," ujar Achmad.
Kondisi pergaraman nasional yang 'tiarap' karena kartel, menurut dia, sebenarnya terlihat dari neraca garam. "Ini yang tadi saya bilang, kondisi pergaraÂman kita tiarap. Neraca garam nasional, produksi kita 3,1 juta ton. Kebutuhannya 3,4 juta ton. Mestinya yang kita impor hanya 326.000 ton, kekurangannya itu. Tapi kenyataannya tahun lalu, impor garam kita mencapai 2,2 juta ton," sambungnya.
Dia mengakui ada jenjang kualitas garam yang berbeda untuk tiap kebutuhan atau konÂsumsi. Akan tetapi menurut dia, PT Garam bisa meningkatkan kualitas produknya sehingga bisa memenuhi permintaan pasar.
Begitu pula, kata dia, PT Garam juga memiliki program penÂdampingan untuk petani garamrakyat, agar kualitas produk mereka lebih baik.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga eksal dengan masuk garam impor saat masa panen. Ini membuat busaÂhanya meningkatkan kualitas dan produksi garam di petani sia-sia.
Susi menyebut, kepentingan bisnis importir garam mengÂabaikan larangan impor garam saat masa panen. "Koordinasi ini sia-sia. Kepentingan bisnisÂnya sangat besar. Kepentingan bisnis segelintir importir untuk dapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Menjatuhkan harga garam petani, garamnya dioplos untuk kepentingan sebesar-besarnya," ujarnya saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Gedung DPR, 7 September 2016.
Soal perkara impor garam ini, lanjut Susi, koordinasi dengan Kementerian Perdagangan tak berjalan sebagaimana mestinya. "Ini sulit kalau tidak ada goodÂwill. Jangan sampai ini terjadi lagi, kepentingan bisnis sangatbesar di sini. Saya pikir harus ada kebersamaan dengan Kementerian Perdagangan, bahwa ini harus selesai. Sia-sia semuanya (bantuan KKP)," jelasnya.
Susi mengungkapkan sebeÂnarnya sudah berupaya melakuÂkan stabilisasi harga dengan meminta PT Garam, membeli garam petani di harga Rp 600 per kilogram. Namun hal terseÂbut tetap akan sia-sia jika impor garam terus terjadi.
"Kalau PT Garam harus beli Rp 600 per kilogram tapi garam impor masuk besar-besaran, PT Garam nggak bisa jual. Saya pikir harus ada kebersamaan denganKemendag bahwa ini harus selesai," ujar pemilik maskapai Susi Air ini. ***
BERITA TERKAIT: