WAWANCARA

Din Syamsuddin: Sejak Awal Sudah Tahu Tidak Akan Dilantik, Pembatalan Itu Juga Permintaan Saya Sendiri

Kamis, 08 Juni 2017, 08:37 WIB
Din Syamsuddin: Sejak Awal Sudah Tahu Tidak Akan Dilantik, Pembatalan Itu Juga Permintaan Saya Sendiri
Din Syamsuddin/Net
rmol news logo Bekas Ketua Umum PP Muhammadiyah ini awalnya juga bakal masuk dalam barisan Unit Kerja Presiden Pembi­naan Ideologi Pancasila (UKPPIP), namun belakangan dia membatalkannya. Din Syamsuddin menuturkan sedikit alasannya terkait keputusannya membatalkan masuk dalam UKPPIP.

Selain bicara soal UKPPIP, Din juga mengungkapkan, sikap­nya soal ketegangan hubungan Qatar dengan Arab Saudi plus negeri jazirah lainnya. Berikut penuturan Din Syamsuddin terkait masalah tersebut;

Anda batal dilantik sebagai anggota Dewan Pengarah UKPPIP?
Saya sejak awal sudah tahu tidak akan dilantik, dan pem­batalan itu juga merupakan per­mintaan dari saya sendiri. Tapi saya tidak ada masalah.

Maksudnya?
Saya awalnya diminta men­jadi salah seorang dari sembilan pengarah, tentu sebagai anak bangsa, apalagi menyangkut Pancasila, ini masalah kita se­mua, saya tidak bisa menolak. Cuma belakangan pemikiran saya berubah. Sebagai tokoh pergerakan Islam dan akade­misi, saya terbiasa loyal kritis, pokoknya loyalitas, tapi tidak menghalangi kritisisme. Oleh karena itu saya berdiskusi den­gan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Pratikno soal ini, dan meminta kepada beliau agar nama saya tidak dimasukkan ke jajaran sembilan, walaupun sudah sempat beredar.

Soal adanya tawaran untuk posisi lain bagaimana?

Tunggu saja nanti, tunggu saja pada waktunya, tapi jelas bukan karena saya menolak, bukan pula karena saya tidak disetujui.

Soal lain. Terkait ketegan­gan diplomatik Qatar dengan negara jazirah lainnya itu ba­gaimana Anda melihatnya?
Saya sangat prihatin den­gan adanya kejadian ini, dan saya berharap masalah ini bisa sesegera mungkin diselesai­kan. Sebab saya khawatir, jika konflik dengan Qatar tak segera diselesaikan maka dampaknya akan sistemik dan membawa efek domino bagi kehidupan umat Islam, politik dan ekomoni dunia.

Apa alasannya Anda ber­kata seperti itu?

Qatar ini negara yang telah memberi manfaat kepada ban­yak pihak. Terutama karena gasnya itu. Dan ini tentu akan memberi efek ke perekonomian global, harga minyak, harga gas, maka nanti efek globalnya secara ekonomis, secara politis. Saya kira dampak sistemik dan efek dominonya sampai ke dun­ia, akan menyeret 57 atau 50-an sisa negara OKI (Organisasi Konferensi Islam – red).

Tapi kan Qatar diduga men­dukung kelompok teroris?

Saya kira tidak begitu. Qatar ini negara kecil, sejempol kalau lihat di peta, relatif mandiri, agak bebas dan modern karena Doha dari tahun ke tahun menyalip Dubai, Jeddah, apalagi Kuwait yang sudah tenggelam. Dan ban­yak sekali multinational coopo­ration termasuk Amerika Serikat, yang berkepentingan di energi dan gas, karena Qatar penghasil gas nomor satu. Keterbukaan itu mengakomodasi Aljazeera yang memang sangat gencar, sangat kritis terhadap Saudi Arabia dan negara-negara Islam yang saat ini mendukung Saudi Arabia.

Jadi apa yang harus dilaku­kan?
Saya mendesak pemerintah Indonesia mengambil langkah islah dan mendesak Sidang Darurat OKI untuk menghindari perpecahan dan peperangan. OKI harus memainkan perannya sebagai mediator perselisihan tersebut. Tapi memang akan lebih baik jika konflik Qatar ini bisa diselesaikan secara internal melalui asosiasi kerja sama negara-negara Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC).

Tadi Anda minta OKI bergerak untuk menghindari peperangan?

Iya. Ketegangan Ini memang tak terlepas dari adanya adu domba atau proxy war. Skenario proxy war ini juga didorong oleh pola hubungan dengan negara-negara Arab dalam beberapa tahun tera­khir. Saya khawatir keadaan tersebut akan dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan politik yang anti-Islam bisa, dan berimbas ke­pada arah merugikan umat Islam di belahan dunia lainnya. Makanya harus segera dicegah.

Dari MUI sendiri, apa yang akan dilakukan menghadapi kondisi ini?

Kami berencana mengirim su­rat kepada para pemimpin nega­ra-negara Islam yang berkonflik dengan judul 'Pesan Ramadan dari Jakarta'. Isi surat tersebut di antaranya mendesak semua pihak untuk mengendalikan diri terutama pada bulan Ramadan yang beresensi 'Imsak', teruta­ma imsak 'an al-harbi wa al-qital wa tamassuk bi al-jihad al-akbar, karena bisa membawa dampak negatif bagi ibadah umrah dan haji. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA