Ajaran Hindu memandang kehidupan ini sebaÂgai karmaphala, yakni kehidupan ini merupakan rangkaian kejadian masa lalu yang menjanjikan kebahagiaan dan penderitaan. Karma yang menÂdorong anak manusia menjalani kehidupannya yang tiada akhir. Semenjak lahir manusia akan bergelut dengan penderitaan, karena kelahiran itu sendiri adalah penderitaan. Pandangan yang mirip dalam agama Budha yang menganggap hidup ini adalah shangsara (sensara). KehiduÂpan di dunia ini adalah fatamorgana yang meÂnyilaukan mata dengan berbagai ancaman penÂderitaan. Kedua agama ini seolah menganggap hidup ini "nasib" penuh penderitaan yang harus dijalani manusia. Bahasa berbeda dikonsepsikan di dalam agama-agama anak cucu Nabi Ibrahim (
Abrahamic Religion), seperti Yahudi, Nashrani, dan Islam, yang memandang kehidupan di dunÂia ini sebagai panggung sandiwara (
la'ib) yang penuh dengan tipu muslihat. Pandangan eskatolÂogis Islam menganggap dunia ini bukan tempat untuk meraih kesenangan paripurna, melainkan tempat untuk bersusah payah "menanam" untuk dipanen di hari keabadian akhirat.
Meskipun manusia diselimuti dunia penderitaan tetapi manusia dikaruniai kecerdasan berlapis (inÂtelektual, emosional, dan spiritual). Orang yang mampu menggunakan kecerdasan ini bisa menÂgubah penderitaan menjadi kenikmatan. Orang-orang yang cerdas memiliki kekuatan untuk surÂvive, tidak mau kalah, tunduk, dan mengalah dengan penderitaan. Dengan kecerdasan itu maÂnusia berani dan optimis menghadapi rintangan, tantangan, problem, dan penderitaan, sehingga tampil jadi pemenang. Sebaliknya orang yang tidak menggunakan kecerdasannya ia akan berkeÂcil hati, tampil setengah jadi, bahkan frustrasi dan putus asa, sehingga ia tampil kalah dan menjadi pelanggan penderitaan tiada akhir.
Orang-orang cerdas selalu menikmati penderÂitaan. Ia akan selalu bangkit bila terjatuh, dengan keyakinan sejarah belum berakhir. Ia akan tampil bagaikan Arjuna dalam mitologi perang MahabÂharata. Ketika ia menghadapi musuh dengan jumlah pasukan yang lebih besar dengan kekuaÂtan yang lebih hebat, maka nyali Arjuna menjaÂdi ciut. Pikirannya berjalan dan menyimpulkan mustahil akan menang menghadapi musuh beÂsar dan kuat itu.
Turning point terjadi ketika ArÂjuna mengolah kecerdasannya, tiba-tiba berakuÂmulasi sebuah
spiritual power yang luar biasa, sehingga ia mampu "mengamuk" dan menakÂlukkan musuh-musuhnya. Hal yang sama juga terjadi ketika Nabi Muhammad Saw dikepung musuh-musuhnya di Perang Badar, tiba-tiba ia bersama kekuatan kecilnya memperoleh
spirituÂal empowering, dalam istilah Al-Qur'an junudan lam tarauha (tentara tak terlihat), maka pasukan Nabi mampu menaklukkan musuh
super power-nya dengan penuh keajaiban. Siapapun yang ingin mengakses
The Spiritual Power dekatlah dengan Tuhan.