Sosialisasi Empat Pilar MPR (Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara; UUD NRI 1945 sebagai Konstitusi Negara dan Ketetapan MRR RI; NKRI sebagai bentuk negara; Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara) ini menghadirkan narasumber Anggota MPR dari Fraksi PKS, Hadi Mulyadi, dan Anggota MPR dari Fraksi Partai Demokrat Ihwan Datuk Adam.
Mengawali pengantarnya, Mahyudin mengatakan Sosialisasi Empat Pilar MPR berbeda dengan penataran P4 pada masa Orde Baru. Sosialisasi Empat Pilar MPR adalah untuk me-
refresh atau menyegarkan kembali pada ideologi Pancasila.
"Secara tidak sadar kita diganggu baik dari dalam maupun dari luar. Pemahaman kita terhadap ideologi tergerus melalui
proxy war atau perang asimetris. Bukan perang konvensional tapi dengan cara merusak ideologi bangsa," jelas Mahyudin.
Melalui
proxy war, lanjut Mahyudin, secara tidak sadar nilai luhur gotong royong tergantikan dengan paham individualistik. Maka, terjadi tawuran antar-pelajar, dan tawuran antar-kampung.
"Kita kurang menghormati kebhinnekaan," ucapnya dalam rilis Humas MPR.
Proxy war, tambah Mahyudin, juga menjadi perang ideologi dan ekonomi.
Proxy war memasukkan ideologi radikalisme. Banyak orang yang diiming-iming masuk kelompok radikal ISIS. Dalam perang ekonomi, Indonesia juga belum merdeka dan berdaulat.
"Buktinya Indonesia seharusnya sudah bisa menguasai Freeport. Tapi sampai sekarang belum. Padahal Indonesia memiliki kemampuan untuk mengelola Freeport. Seperti ucapan Bung Karno, kita harus berdikari, berdiri di atas kaki sendiri," tukasnya.
Pada bagian lain Mahyudin menyoroti soal demokrasi di Indonesia. Demokrasi Indonesia semakin terbuka dengan pemilihan langsung, one man one vote. "Demokrasi Indonesia terbuka melebihi negara demokrasi seperti Amerika Serikat," ujarnya.
Namun, sambung Mahyudin, demokrasi belum berjalan dengan semestinya. Dia mencontohkan dalam pemilihan langsung, kelas menengah terpelajar memilih pemimpin berdasarkan visi misi, kualitas, kapabilitas, integritas.
"Tapi masyarakat bawah masih terpengaruh dengan "berjuang", memilih pemimpin berdasarkan beras, baju, dan uang. NPWP, nomor piro wani piro. Itulah demokrasi kita," imbuhnya.
Tambah politisi Partai Golkar ini, demokrasi terbuka bisa berjalan baik dan efektif di negara maju yang masyarakatnya sudah makmur.
"Tapi bukan berarti demokrasi kita harus kembali ke belakang. Melainkan kita harus mencerdaskan rakyat," pungkas Mahyudin.
[rus]
BERITA TERKAIT: