Istilah “caper†kerap ditimpakan kepada mereka yang dianggap sibuk mencari perhatian demi tertuju pada diri sendiri dalam konotasi lebih cenderung negatif ketimbang positif. Meski sebenarnya caper tidak selalu bertujuan negatif seperti caper demi memperbaiki nasib rakyat tertindas . Lalu masih ada lagi istilah bahasa gaul berakhiran “per†seperti “baper†yang tidak ada kaitan dengan “perhatian†namun “perasaan†. Baper merupakan ringkasan rangkaian kata “terbawa perasaanâ€.
Dapat dikatakan bahwa baper lebih netral maka lebih akurat ketimbang istilah “emosi†yang lebih kerap dicenderungkan ke makna ungkapan perasaan bersifat tidak terlalu positif seperti jengkel, amarah bahkan murka.
Di sisi lain ada kata bahasa gaul “ilfil†yang ternyata merupakan gado-gado bahasa Jawa dengan bahasa Inggeris. “Il†merupakan kependekan kata Jawa “ilang†sinonim kata Indonesia “hilang†sementara “fil†ternyata merupakan kependekan lafal kata “fil†dari kata Inggris “feelingâ€.
Sebagai seorang warga Indonesia yang bangga atas bahasa Indonesia sebagai bahasa bangsa saya sendiri , saya kurang setuju “ilfil†sebagai kependekan rangkaian kata kombinasi Jawa-Inggris “ilang feeling†itu. Maka ketimbang “ilfilâ€, saya pribadi lebih setuju istilah “ilper†yang di samping merupakan tambahan perbendaharaan istilah gaul berakhiran “per†juga terkesan lebih nasionalis ketimbang perpaduan kata Jawa-Inggris “ilfil†dengan tetap memiliki makna yang sama yaitu kehilangan kemampuan memiliki perasaan. “Ilper†juga memiliki jangkauan lebih luas ketimbang “ilfil†yang digunakan terbatas pada urusan asmara belaka.
Saya pribadi juga merasakan bahwa istilah “ilper†sebagai akronim “ilang perasaan†di samping lebih Indonesia sekaligus juga lebih tepat untuk melukiskan kondisi psikososial reaksi publik terhadap berbagai peristiwa di Tanah Air Angkasa tercinta kita ini.
Hanya mereka yang â€ilper†saja yang tidak merasa prihatin ketika menyaksikan rakyat yang sudah puluhan tahun turun-menurun bermukim di Kalijodo, Pasar Ikan, Kampung Pulo, Bukit Duri, Muara Angke terpaksa harus mengikhlaskan diri mereka digusur atas nama pembangunan.
Hanya mereka yang ilper yang tidak merasa prihatin ketika menyaksikan para pedagang kaki lima terpaksa mengikhlaskan diri setiap saat digusur padahal mereka adalah soko guru ekonomi nasional Indonesia.
Hanya mereka yang ilper yang tidak merasa prihatin ketika menyaksikan rakyat di berbagai pelosok Nusantara terpaksa ikhlas kehilangan lahan untuk bertani atas nama pembangunan infra struktur.
Hanya mereka yang ilper yang tidak merasa prihatin ketika menyaksikan para petani Kendeng mengecor kaki mereka ke semen di depan Istana Merdeka sebagai ungkapan harapan mereka dapat berjumpa dengan presiden yang mereka sangat hormati dan harapkan demi menyelamatkan lahan pertanian mereka dari ancaman kerusakan akibat pendirian pabrik semen.
Hanya mereka yang ilper yang tidak merasa prihatin ketika menyaksikan keadilan sosial belum hadir untuk seluruh rakyat Indonesia akibat hukum hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas sehingga para penguasa leluasa melakukan pelanggaran hukum secara sempurna.
Mereka yang ilper alias kehilangan perasaan memang pasti tidak merasa prihatin ketika menyaksikan kenyataan bahwa belum semua rakyat Indonesia dapat menikmati nikmatnya kenikmatan kemerdekaan walau pun Bung Karno dan Bung Hatta telah memproklamirkan kemerdekaan bangsa, negara dan rakyat Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
[***]
Penulis prihatin keadilan sosial belum hadir untuk seluruh rakyat Indonesia
BERITA TERKAIT: