Semenjak 14 abad lalu Nabi Muhammad saw menginstruksikan: Uthlubul ‘ilm wa lau bis shin (Tuntutlah ilmu walau sampai ke China). Hadis ini sarat dengan berbagai makna. Pertanyaan kita ialah kenapa Nabi memerintahkan umat Islam menuntut ilmu jauh-jauh ke tanah China? Bukankah kekayaan intelektual Yunani kuno sudah ada di Eropa saat itu? Ada apa di China ketika itu? Dinasti apa yang berkuasa saat itu, sehingga Nabi seolah tanpa keraguan meminta umatnya jauh datang ke China menuntut ilmu.
Penulis pernah mengunjungi pusat-pusat budaya China. Tradisi kuno China yang sudah berumur ribuan tahun tetap terlestarikan sampai sekarang. Etos kerja yang disiplin, keluhuran budi pekerti, kesederhanaan hidup, dan penghargaan terhadap nilai dan rasa kemanusiaan sangat dijunjung tinggi. Jika saja mereka bersyahadat maka sudah barang tentu banyak orang menilai mereka lebih Islami dari pada negara-negara yang lebih utama memeluk Islam, bahkan mungÂkin tempat Islam itu lahir.
Penulis juga pernah menyaksikan sendiri sebuah perusahaan besar, Good-Ark, di daerah Suzhou, pinggir kota Shanghai, yang bergerak di dalam bidang elektronik, pensuplay chips dan komponen computer dan hanphon terbesar di dunia, menerapkan konsep kerja budaya luhur China
(The Ancient tradition of China’s Working). Luar biasa dan fantastic. Sedemikian luas hamÂparan lokasi pabrik dan perkantoran, mempekerÂjakan 2.300 karyawan, tetapi sama sekali tindak menggunakan cleaning services. Dalam waktu yang sangat tepat mereka serentak makan tanpa kedengaran bunyi piring atau suara yang berisik. Mereka betul-betul menghayati makanan yang mereka makan sambil memuji leluhur (mungkin Tuhan merut persepsi sebagian orang). Selesai makan mereka membersihkan sendiri peralatan makanan mereka.
Mereka sudah terdoktrin untuk mencintai pekerjaan mereka seperti mencintai dirinya sendiri. Mereka memasang
motto: "In our dictionary there is no "suffering" but only "happiness" is to be found" (Di dalam kamus kami tidak ada "penderitaan", yang ada hanya "kebahagiaan" yang ditemukan". Mereka menerapkan delapan perinsip kerja yaitu: Pendidikan yang humanis (
humanist education), pengelolaan perusahaan secara hijau (
green enterprise), mempromosikan kesehatan (
health promotion), pilantropi, program training voluntir, keindahan yang berprikemanuÂsiaan, bertanggung jawab penuh, dan kesejahteraan karyawan. Di sepanjang dinding perusahaan tidak ada yang kosong tetapi semuanya dipasang pamphlet cantik yang berisi pesan-pesan leluhur seperti:
Change suffering to happiness, change evil to good, change delusion to awakening, change complexity to compassion, change perÂsonnel to family, change this scene to a virtuous place, change the supplier to Customer. Para karyawan juga ditradisikan sangat menÂcintai orang tua. Setiap pekerja diminta memÂbiasakan diri mencuci kaki kedua orang tuanya sambil menggunting dan membersihkan kukuÂnya. Setiap tahun mereka melakukan apa yang disebut dengan
Family gathering, anak-anak dan orang tua karyawan datang ke kantor dalam berbagai acara kegembiraan sambil berdoa agar perusahaan terus berkembang dan diberkahi.