Harapan Dunia Terhadap Indonesia (21)

Sejarah Panjang antara Filipina dan Indonesia

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Jumat, 18 November 2016, 09:50 WIB
Sejarah Panjang antara Filipina dan Indonesia
Nasaruddin Umar/Net
FILIFINA dan Indonesia memiliki sejarah panjang yang hampir sama. Selain kedekatan georgrafis juga den­gan kesamaan budaya dan genetic. Orang-orang Indo­nesia di luar negeri sering ditanya "Are you Philipin?". Demikian pula orang Filipi­na sering ditanya "Are you Indonesian?". Itu disebabkan karena penampi­lan secara fisik penduduk kedua negara mirip. Komunitas muslim di Filipina, khususnya di kaasan Mindanao juga sama dengan Indone­sia, bermazhab Syafi' dan dengan teologi Ahl­ussunnah al Jama'ah.

Masyarakat muslim di Filipina memang masih minoritas tetapi posisi potlitiknya sangat penting. Sia­papun ingin menjadi kepala Negara selalu berharap dukungan dari komunitas muslim. Seringkali mere­ka menjadi penentu di antara calon-calon Presiden yang bersaing. Apalagi kantong-kantong muslim di Filipina berada di daerah yang cukup strategis. Ko­munitas muslim sering diidentik dengan etnik Moro, sebuah istilah yang diberikan oleh pemerintah colo­nial Spanyol yang pernah menjajah Pilipinia. Moro artinya orang yang buta huruf, jahat, tidak bertuhan dan huramentados (tukang bunuh). Sejak saat itu julukan Moro melekat pada orang-orang Islam yang mendiami kawasan Filipina Selatan tersebut. Bang­sa Moro jatuh bangun membela dan mempertah­ankan diri dari masa penjajahan Spanyol, Amerika Serikat, hingga pemerintah yang berdaulat pasca kemerdekaan Filipina. Mereka ditekan oleh pen­guasa dala berbagai periode untuk beralih menjadi Kristen tetapi mereka tetap bertahan hingga saat ini. Mereka sering dituduh sebagai pemberontak dan in­gin memisahkan diri atau mendeklarasikan sebuah negara baru, namun sesungguhnya yang diingink­an adalah kemerdekaan di dalam menjalankan ag­amanya yang sering mengalami masalah.

Hampir sama dengan Indonesia, Islam masuk di Filipina diperkirakan antara abad ke 12 dan 13, berasal dari Teluk Parsia dan Pantai Malabar di India Selatan. Pada 1390 di Putera Minangka­bau Raja Baguinda dan para pengikutnya men­gajarkan Islam di beberapa kepulauan. Karimal Makdum kemudian dijadikan nama dari salahsatu mesjid dan sering dikatakan sebagai mesjid perta­ma di Filipina. Populasi muslim di seluruh Filipina Filipina sekitar 2.348.000 atau sekitar 5.3% dari total penduduk negara itu berjumlah 44.300.000 jiwa. Agama mayoritas dianut di negeri ini ialah Katolik Roma, kemudian Protestan, Budha, Hin­du, Animisme, dan kelompok tidak beragama. Pada 1390 di Putera Minangkabau Raja Bagu­inda dan para pengikutnya mengajarkan Islam di pulau-pulau Filipina dan sekaligus membentik komunitas yang dengan susah payah memban­gun pulau-pulau yangu diduduki. Perkampungan seterusnya oleh mubaligh Arab bepergian ke Ma­laysia dan Indonesia membantu menguatkan Is­lam di Filipina dan penyelesaian masing-masing diperintah oleh seorang Datu, Raja dan Sultan. Wilayah-wilayah Islam didirikan di Filipina ter­masuk Kesultanan Maguindanao, Kesultanan Sulu dan wilaya-wilayah lain di Filipina Selatan.

Proses islamisasi di Filipina pada masa awal menurut para ahli melalui tiga hal, yaitu perdagan­gan, perkawinan dan politik. Diterimanya Islam oleh orang-orang Mindanao, Sulu, Manilad, dan sepanjang pesisir pantai kepulauan Filipina tidak terlepas dari ajaran Islam yang dibawa oleh para pedagang tersebut dapat mengakomodasi tradi­si lokal. Dalam lintasan sejarah Filipina, khusus­nya perjuangan bangsa Moro dapat dibagi men­jadi tiga fase: Pertama, Moro berjuang melawan penguasa Spanyol selama lebih dari 375 tahun (1521-1898). Kedua, Moro berusaha bebas dari kolonialisme Amerika selama 47 tahun (1898- 1946). Ketiga, Moro melawan pemerintah Filipi­na (1970-sekarang). Kekecewaan Bangsa Moro terhadap pemerintah Filipina antara lain Undang- Undang Nasional dilai terlalu "Barat" dan pengar­uh Katolik terlalu kuat di dalamnya. Di samping itu, sistem sekolah yang menetapkan kurikulum nasional dan terlalu sedikit memberi ruang untuk kearifan local warga Moro, dan adanya trauma perpindahan penduduk yang dilakukan oleh pe­merintah Filipina ke wilayah mereka di Mindanao, akibatnya mengubah mereka dari mayoritas men­jadi minoritas di dalam berbagai aspek. Hal inilah yang sering menjadi factor ketegangan internal Filipina. 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA