Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Otto Hasibuan: Kalau Pengadilan Ini Pakai Sistem Juri Seperti Di AS, Saya Yakin Jessica Akan Bebas

Kamis, 20 Oktober 2016, 10:01 WIB
Otto Hasibuan: Kalau Pengadilan Ini Pakai Sistem Juri Seperti Di AS, Saya Yakin Jessica Akan Bebas
Jessica Kumala Wongso dan Otto Hasibuan/Net
rmol news logo Kasus kopi bersianida yang menjerat Jessica Kumala Wongso kian mendekati babak akhir. Pengacara Jessica, Otto Hasibuan masih hakul yakin, kliennya tak melaku­kan pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin. Tak yakin hakim akan membebaskan Jessica, dia meminta Presiden Joko Widodo turun tangan memperhatikan kasus ini. "Saya mohon Bapak Presiden memperhatikan kasus ini," pinta Otto.

Berikut wawancara lengkap Otto kepada Rakyat Merdeka di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (18/10) malam:

Bagaimana tanggapan anda soal replik jaksa penuntut umum?

Tanggapan replik itu sangat emosional dan menjadi tidak proporsional. Karena apa? Jadi menjurus pada persoalan priba­di, tidak ada dalam perkara.

Contohnya?
Ketika mereka bilang saya nggak dibayar. Itu kan urusan pribadi. Atau Jesicca waktu menangis baca pledoi, apa uru­sannya airmata dengan jaksa? Kok jaksa marah-marah ketika menyatakan Jesicca merenungi nasib pribadi daripada nasib Mirna. Ini kan pribadi, jadi ng­gak substansial. Kalau marah-marah karena subtansi ya fine-fine saja.

Replik jaksa menyebut ple­doi anda miskin teori hukum?
Iya, karena kalau kaya den­gan teori hukum, itu adanya di fakultas. Kalau saya ngajar, saya pakai teori hukum. Tapi kalau membuktikan kasus di persidan­gan, saya nggak pakai itu. Saya pakai fakta. Itu bedanya jaksa dengan saya. Jaksa mau men­ghukum Jessica dengan teori. Saya membuktikan dia tidak bersalah dengan fakta.

Apa saja faktanya?
Tak ada saksi, patologi ahli bilang tak ada sianida, bukti surat juga mengatakan negatif, lalu motifnya (pembunuhan) tidak ada. Jadi ngapain saya pakai teori? Untuk apa? Teori digunakan untuk menghukum orang ya nggak benar. Dengan begitu, dia (jaksa) lemah. Kami yang strong.

Anda juga disebut jaksa be­rambisi memenangkan perka­ra dengan segala cara?

Dalam kasus manapun, saya tak ingin menang. Saya hanya berjanji pada klien, best effort. Artinya mengusahakan yang terbaik semampu saya, bukan berjanji untuk menang. Pantang itu. Nasib Jessica bukan di tan­gan jaksa dan saya, tapi di tangan hakim. Mungkin malah seba­liknya, dia (jaksa) secara tidak sadar yang ingin menang.

Salah satu yang menimbulkan kontroversi adalah pernyataan jaksa, ruang sel Jessica mewah. Tanggapan anda?
Seperti saya bilang tadi, sep­ertinya jaksa terlalu emosional. Karena itu, jadi berhadapannya dengan Jessica pribadi. Soal selti (sel tikus) itu sudah pernah diungkapkan, bagi kami sudah selesai karena sudah masuk materi hukum. Tapi saya nggak nyangka itu muncul lagi dalam replik. Salah pula. Itu ruang kon­seling, bukan sel. Dan jadinya jaksa blunder.

Blunder apanya?
Karena ucapan itu secara sadar nggak sadar mendiskreditkan Polda (Metro). Seakan-akan Polda punya sel mewah, dan memberi fasilitas khusus bagi Jessica. Itu sangat tidak baik ba­gi image Polda. Akibatnya polisi jadi kena. Dia (jaksa) jadi sibuk sendiri membantah. Akhirnya jadi seperti lagu dangdut; kau yang mulai, kau yang mengakh­iri, kau yang berjanji kau yang mengingkari. Dia (jaksa) yang ngomong, dia mau cabut lagi.

Seperti apa sebenarnya kon­disi sel Jessica?
Selti itu sangat sumpek, tidak ada exhaust. Setelah 3 bulan baru ada exhaust, setelah dikomplain. Dulunya juga kotor, baru saja dibersihkan. Kalau hujan bocor itu. Ada kecoa juga. Buktinya di pintunya ada tulisan "kecoa dilarang ganggu", anda bisa cek sendiri.

Jessica sering dituding jaksa berbohong. Apakah itu benar?
Subjektif sekali itu. Jessica nggak pernah bohong. Sekarang kan penyidik kita canggih. Kalau teroris 10 hari ada di tangan penyidik, ngaku kalau mereka berbuat. Bandit-bandit besar pun dengan ilmu penyidik yang canggih, ngaku. Jessica ini 4 bu­lan di tangan polisi nggak ngaku. Perempuan lho. Dan sampai sekarang konsisten. Kalau jaksa menuduh bohong, bagaimana itu? Yang bohong mana? Siapa yang bohong?

Anda bilang, akan ada keg­emparan yang akan terjadi ketika Jessica dan anda mem­bacakan duplik?
Kita buka semua di per­sidangan nanti. Kalau dibuka sekarang, nanti nggak gempar lagi. Sebetulnya kita bukan mau gempar-gemparan. Kita ingin menunjukkan kebenaran supaya semua petinggi-petinggi repub­lik ini yang concern pada hukum mau menaruh perhatian.

Termasuk Presiden?
Tentu saja. Saya mewakili Jessica sebagai warga negara, anak bangsa, rakyat meminta keadilan. Kami memohon, sudah saatnya presiden turun tangan dan ambil bagian dalam kasus ini. Bukan intervensi. Presiden bisa bikin tim independen. Saya yakin kalau tim itu dibentuk, ka­sus Sengkon dan Karta tak akan terulang. Tapi kalau dibiarkan berjalan begini saja, percayalah, Sengkon dan Karta lain akan terus terjadi.

Ini bisa digunakan sebagai momentum reformasi hukum dan penegakan hukum. Sayang sekali kalau Presiden tidak me­nangkap momentum ini.

Seperti apa tim independen yang dimaksud?
Presiden bisa memanggil 10 atau 20 orang ahli kedokteran untuk memeriksa berkas dan lab­krim. Apakah benar kalau tidak otopsi bisa ditemukan sebab kematian? Apakah benar jika sianida yang tadinya tiada jadi ada? 70 menit setelah kematian belum ada formalin hasilnya negatif, tidak ada sianida. Itu sianida ada setelah 4 hari, set­elah diformalin, ditemukan 0,2 sianida. Sianida alami itu, mun­cul setelah kematian. Itu disebut bukan masuk dari mulut, tapi pasca kematian.

Bagaimana kalau ahli-ahli itu tetap menyatakan tewas­nya Mirna karena dibunuh?
Kalau salah satu saja dari mereka menyatakan tanpa di­otopsi bisa disebut mati, kita ny­erah deh. Kalau kemudian hasil­nya negatif tidak ada sianida, tapi disebut mati karena sianida, dikatakan pembunuhan, nyerah deh. Saya dengan senang hati mempersilakan Jessica dihukum mati. Jessica saya kira rela.

Apakah anda yakin Jessica akan bebas?
Begini, ya, kalau dari akal sehat saya, tidak ada satupun ala­san untuk tidak membebaskan dia. Tetapi sebagai seorang law­yer yang sudah berpuluh-puluh tahun menghadapi peradilan kita yang penuh ketidakpastian, terus tetang saja saya sulit men­jawabnya.

Dukungan untuk Jessica semakin mengalir. Apakah itu menghidupkan optimisme untuk lepas dari kasus ini?
Saya sudah dapat ribuan surat, email dari AS, Jeddah, Wonogiri, Solo, Yogya, bahkan Afrika meyakini Jessica tidak bersalah. Ada yang kasih doa, bahkan ada yang kasih pembelaan dalam versi mereka. Kalau dipublikasi­kan mungkin satu rumah penuh. Saya akan masukkan dalam persidangan. Kalau ini pakai sistem juri seperti di AS dan masyarakat adalah jurinya, saya yakin Jessica akan bebas. Kita sudah bikin survei kecil-kecilan, tapi nggak bisa kita umumkan karena nggak objektif, kan. Coba saja bikin survei independen.

Anda berpikir bahwa Jessica dikriminalisasi?
Kita pakai istilah yang lebih halus, ini dipaksakan kasusnya. Itu tidak boleh terjadi. Karena itu kami mohon Pak Presiden memperhatikan kasus ini. Kasus ini juga jadi perhatian dunia. Bisa berdampak luas. Kalau penegakan hukum tidak pasti, akan berpengaruh pada investor. Mereka akan kabur.

Seandainya Jessica tetap di­jatuhi hukuman, apakah anda akan terus melakukan upaya-upaya hukum selanjutnya?
Setelah saya bicara dengan Jessica, dia menyatakan, satu hari pun dihukum, dia akan banding. Dia tidak terima. Kami yakin, sekarang atau besok, kea­dilan akan datang. Di mana itu? Apakah di Pengadilan Negeri, apakah di Pengadilan Tinggi, saya tidak tahu. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA