Pada mulanya Hajar Aswad disebutkan daÂlam hadis riwayat Tirmizi, Rasulullah Saw perÂnah bersabda "Hajar Aswad turun dari surga dalam keadaan lebih putih dari pada susu. Lalu, dosa-dosa Bani Adam lah yang membuatÂnya hitam." Pendapat lain pernah dilontarkan oleh Prior-Hey, seorang geolog, pada tahun 1953 memublikasikan Catalog of Meteorites yang telah bertahun-tahun disusunnya, mengaÂtakan bahwa Hajar Aswad adalah batu meteor. Anggapan Prior-Hey bersumber dari pendapÂat Kahn, seorang geolog lainnya, pada tahun 1936 berpendapat Hajar Aswad adalah meteÂorit aerolit, yakni meteorit yang tersusun oleh senyawa-senyawa penyusun batuan dan tidak didominasi oleh Besi dan Nikel yang berlimpah sebagaimana halnya meteorit besi.
Pada masa Nabi Ibrahim a.s, bersama puÂtranya, Nabi Ismail, berusaha memugar Ka’bah kembali dengan meninggikan bangunannya dan mengangkut batu dari berbagai gunung. Setelah bangunan Ka’bah hampir selesai, Nabi Ibrahim masih merasa kekurangan sebentuk batu untuk diletakkan di Ka’bah sesuai dengan bentuk aslinya. Nabi Ibrahim meminta pada anaknya, Nabi Ismail, "Pergilah engkau mencari batu yang akan aku letakkan sebagai penanda bagi manusia." Nabi Ismail menemukan batu itu lalu Nabi Ibrahim a.s bertanya, "Dari mana kamu dapat batu ini?" Nabi Ismail menjawab: "Batu ini aku terima dari yang tidak memberatÂkan cucuku dan cucumu (Jibril)." Setelah Hajar Aswad diletakkan di sudut dinding Ka’bah, Nabi Ibrahim mencium batu itu dan diikuti oleh Nabi Ismail a.s. Hingga sekarang Hajar Aswad itu tidak pernah sepi dari ciuman jamaah haji dan umrah. Siapa saja yang bertawaf di Ka’bah disÂunnahkan mencium Hajar Aswad.
Kisah tragis yang pernah menimpa Hajar AsÂwad ialah pencongkelan batu suci ini dilakuÂkan pasukan Abu Thahir Al-Qurmuthi, salah seorang Raja Dinasti Qaramithah, dari goÂlongan Syi’ah Ismailiyah Jazirah Arab bagian timur, dengan kekuatan 700 orang tentara berÂsenjata lengkap, mendobrak Masjid Al-Haram dan membongkar Ka’bah secara paksa lalu mencongkel Hajar Aswad dan mengangkut ke negaranya di kota Ahsa’, wilayah Bahrain. Ia membuat maklumat yang menantang umat IsÂlam, dengan mengatakan jika ingin mengambil Hajar Aswad, tebuslah dengan sejumlah uang yang pada saat itu sangat berat bagi umat IsÂlam atau dengan perang. Baru setelah 22 tahun (tahun 339 H) batu itu dikembalikan ke Makkah oleh Khalifah Abbasiyah Al-Muthi’ lillah setelah ditebus dengan uang sebanyak 30.000 dinar. Mereka membawanya ke Kufah, lalu mengganÂtungkannya ke tiang ke tujuh Masjid Jami’. SetÂelah itu, mereka mengembalikannya ke tempat semula di dinding Ka’bah seperti tampak sekaÂrang ini. ***