Filosofi & Tasawuf Haji & Umrah (15)

Rahasia Hajar Aswad

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 30 Agustus 2016, 09:09 WIB
Rahasia Hajar Aswad
Nasaruddin Umar/Net
SECARA harfiah kata hajar aswad berarti batu hitam. Hajar Aswad sesungguhnya tidak hitam pekat tetapi leb­ih kepada hitam kemerah-merahan yang menempel di sudut selatan, sebelah kiri pintu Ka’bah. Ketinggian­nya 1,10 m dari permukaan tanah Ka’bah. Hajar Aswad dahulu berupa satu batu yang berdiameter kurang lebih 30 cm. Namun karena faktor usia, beberapa kali mengalami pemugaran Ka’bah, banjir di zaman Nuh yang menghancurkan ban­gunan awal Ka’bah, ditambah lagi pencong­kelan paksa batu ini oleh kelompok-kelompok sempalan dengan berbagai kepentingan, mem­buat batu itu pecah berkeping-keping. Seka­rang kepingan-kepingan batu itu terpasang rapi di dalam sebuah bingkai cekung, yang seuku­ran dengan kepala manusia. Ada yang menga­takan masih ada delapan keping seukuran biji korma ditanam di dalam bingkai Hajar Aswad.

Pada mulanya Hajar Aswad disebutkan da­lam hadis riwayat Tirmizi, Rasulullah Saw per­nah bersabda "Hajar Aswad turun dari surga dalam keadaan lebih putih dari pada susu. Lalu, dosa-dosa Bani Adam lah yang membuat­nya hitam." Pendapat lain pernah dilontarkan oleh Prior-Hey, seorang geolog, pada tahun 1953 memublikasikan Catalog of Meteorites yang telah bertahun-tahun disusunnya, menga­takan bahwa Hajar Aswad adalah batu meteor. Anggapan Prior-Hey bersumber dari pendap­at Kahn, seorang geolog lainnya, pada tahun 1936 berpendapat Hajar Aswad adalah mete­orit aerolit, yakni meteorit yang tersusun oleh senyawa-senyawa penyusun batuan dan tidak didominasi oleh Besi dan Nikel yang berlimpah sebagaimana halnya meteorit besi.

Pada masa Nabi Ibrahim a.s, bersama pu­tranya, Nabi Ismail, berusaha memugar Ka’bah kembali dengan meninggikan bangunannya dan mengangkut batu dari berbagai gunung. Setelah bangunan Ka’bah hampir selesai, Nabi Ibrahim masih merasa kekurangan sebentuk batu untuk diletakkan di Ka’bah sesuai dengan bentuk aslinya. Nabi Ibrahim meminta pada anaknya, Nabi Ismail, "Pergilah engkau mencari batu yang akan aku letakkan sebagai penanda bagi manusia." Nabi Ismail menemukan batu itu lalu Nabi Ibrahim a.s bertanya, "Dari mana kamu dapat batu ini?" Nabi Ismail menjawab: "Batu ini aku terima dari yang tidak memberat­kan cucuku dan cucumu (Jibril)." Setelah Hajar Aswad diletakkan di sudut dinding Ka’bah, Nabi Ibrahim mencium batu itu dan diikuti oleh Nabi Ismail a.s. Hingga sekarang Hajar Aswad itu tidak pernah sepi dari ciuman jamaah haji dan umrah. Siapa saja yang bertawaf di Ka’bah dis­unnahkan mencium Hajar Aswad.

Kisah tragis yang pernah menimpa Hajar As­wad ialah pencongkelan batu suci ini dilaku­kan pasukan Abu Thahir Al-Qurmuthi, salah seorang Raja Dinasti Qaramithah, dari go­longan Syi’ah Ismailiyah Jazirah Arab bagian timur, dengan kekuatan 700 orang tentara ber­senjata lengkap, mendobrak Masjid Al-Haram dan membongkar Ka’bah secara paksa lalu mencongkel Hajar Aswad dan mengangkut ke negaranya di kota Ahsa’, wilayah Bahrain. Ia membuat maklumat yang menantang umat Is­lam, dengan mengatakan jika ingin mengambil Hajar Aswad, tebuslah dengan sejumlah uang yang pada saat itu sangat berat bagi umat Is­lam atau dengan perang. Baru setelah 22 tahun (tahun 339 H) batu itu dikembalikan ke Makkah oleh Khalifah Abbasiyah Al-Muthi’ lillah setelah ditebus dengan uang sebanyak 30.000 dinar. Mereka membawanya ke Kufah, lalu menggan­tungkannya ke tiang ke tujuh Masjid Jami’. Set­elah itu, mereka mengembalikannya ke tempat semula di dinding Ka’bah seperti tampak seka­rang ini. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA