Belajar Dari Batu

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Rabu, 03 Agustus 2016, 08:04 WIB
Belajar Dari Batu
Nasaruddin Umar/Net
IBNU Hajar al-Asqalani yang bernama lengkap Syi­habuddin Abul Fadhl Ah­mad bin Ali bin Muham­mad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar, (773 H/1372 M - 852 H/1449 M, seorang ahli ha­dits dari mazhab Syafi'i, yang karya-karyanya banyak beredar di Pon­dok Pesanteren dan di Perguruan Tinggi Is­lam, di antaranya kitab Fathul Bari, Ad-Durar al-Kaminah, Tahdzib at-Tahdzib, Al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah, Bulughul Maram, Al- Isti'dad Liyaumil Mii'aad, dan Nukhbatul Fikr. Ia lahir di bulan Sya'ban 773 H bertepatan tanggal 18 Februari 1372 M di Mesir dan wafat di kota yang sama tanggal Sya'ban 773 H / 18 Februari 1372 M Mesir.

Ia mendapatkan gelar (laqab) "Ibn Hajar" (anak batu), yang sejarahnya cukup unik. Ia be­rasal dari pedalaman Mesir kemudian datang ke Kota Mesir menuntut ilmu. Bertahun-tahun belajar tetapi merasa tidak memiliki kemam­puan belajar yang baik sehingga ia memutus­kan pulang kampung, membantu orangtuanya menyambung hidup keluarganya. Dalam per­jalanan pulang, ia mampir beristirahat di dalam sebuah gua. Di dalam gua ia terbaring sejenak sambil memperhatikan tetesan air yang terus menerus menimpa sebuah batu cadas yang ada di bawahnya. Ia terpesona bagaimana mungkin air yang begitu lembut bisa melubangi kerasnya batu cadas. Akhirnya ia sadar, kalau air yang begitu lembut bisa melubangi batu ca­das yang begitu keras karena ketekunan tete­san air di atasnya, maka dirinya pun pasti akan berubah jika ia tekun belajar seperti tekunnya tetesan air. Ia memutuskan kembali ke Kota Mesir melanjutkan pelajarannya. Sejak itu ia mendapat gelar "Anak Batu" (Ibn Hajar).

Dengan pelajaran dari tetesan air di atas batu, ia kemudian berubah menjadi ulama yang tersohor. Ia bergelar Ibnu Al-Hafizh kar­ena menghafal begitu banyak hadis. Ia mu­lai menulis pada usia 23 tahun hingga akhir hayatnya. Karya-karyanya memenuhi hampir seluruh perpustakaan besar di dunia Islam. Ia sangat produktif menulis. Ada peneliti yang per­nah menghitung lembaran bukunya lalu dikali­kan dengan umurnya, maka rata-rata ia menu­lis 12 halaman setiap hari. Para raja dan Amir biasa saling memberikan hadiah dengan kitab-kitab Ibnu hajar. Menurut murid utamanya, yaitu Imam As-Sakhawi, karya dia mencapai lebih dari 270 kitab.

Ini pelajaran penting bagi siapapun, bahwa batu yang begitu besar dan keras bisa diben­tuk oleh tetesan air yang begitu lembut. Pepa­tah juga pernah mengatakan: "Ala bisa karena biasa". Filosofi batu dan air ini mengubah jalan hidup seseorang yang hampir frustrasi menja­di bangkit kembali, bahkan menyabet sejum­lah prestasi gemilang dalam bidang keilmuan, khususnya ilmu-ilmu hadis.

Memang betul alam raya ini adalah ayat yang terhapar yang harus dibaca. Justru itulah yang paling pertama harus dibaca sebelum mem­baca lebih dalam tentang kitab suci Al-Qur'an. Bukankah ayat yang paling pertama Tuhan tu­runkan ialah Iqra' (bacalah!). Tentu yang harus dibaca di situ adalah bukan Al-Qur'an karena belum turun. Yang harus dibaca pertama ialah ayat-ayat alam semesta, sebegaimana disebut­kan dalam ayat: "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendi­ri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguh­nya Dia menyaksikan segala sesuatu?". (Q.S. Fushilat/41:53)   ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA