Ia mendapatkan gelar (laqab) "Ibn Hajar" (anak batu), yang sejarahnya cukup unik. Ia beÂrasal dari pedalaman Mesir kemudian datang ke Kota Mesir menuntut ilmu. Bertahun-tahun belajar tetapi merasa tidak memiliki kemamÂpuan belajar yang baik sehingga ia memutusÂkan pulang kampung, membantu orangtuanya menyambung hidup keluarganya. Dalam perÂjalanan pulang, ia mampir beristirahat di dalam sebuah gua. Di dalam gua ia terbaring sejenak sambil memperhatikan tetesan air yang terus menerus menimpa sebuah batu cadas yang ada di bawahnya. Ia terpesona bagaimana mungkin air yang begitu lembut bisa melubangi kerasnya batu cadas. Akhirnya ia sadar, kalau air yang begitu lembut bisa melubangi batu caÂdas yang begitu keras karena ketekunan teteÂsan air di atasnya, maka dirinya pun pasti akan berubah jika ia tekun belajar seperti tekunnya tetesan air. Ia memutuskan kembali ke Kota Mesir melanjutkan pelajarannya. Sejak itu ia mendapat gelar "Anak Batu" (Ibn Hajar).
Dengan pelajaran dari tetesan air di atas batu, ia kemudian berubah menjadi ulama yang tersohor. Ia bergelar Ibnu Al-Hafizh karÂena menghafal begitu banyak hadis. Ia muÂlai menulis pada usia 23 tahun hingga akhir hayatnya. Karya-karyanya memenuhi hampir seluruh perpustakaan besar di dunia Islam. Ia sangat produktif menulis. Ada peneliti yang perÂnah menghitung lembaran bukunya lalu dikaliÂkan dengan umurnya, maka rata-rata ia menuÂlis 12 halaman setiap hari. Para raja dan Amir biasa saling memberikan hadiah dengan kitab-kitab Ibnu hajar. Menurut murid utamanya, yaitu Imam As-Sakhawi, karya dia mencapai lebih dari 270 kitab.
Ini pelajaran penting bagi siapapun, bahwa batu yang begitu besar dan keras bisa dibenÂtuk oleh tetesan air yang begitu lembut. PepaÂtah juga pernah mengatakan: "Ala bisa karena biasa". Filosofi batu dan air ini mengubah jalan hidup seseorang yang hampir frustrasi menjaÂdi bangkit kembali, bahkan menyabet sejumÂlah prestasi gemilang dalam bidang keilmuan, khususnya ilmu-ilmu hadis.
Memang betul alam raya ini adalah ayat yang terhapar yang harus dibaca. Justru itulah yang paling pertama harus dibaca sebelum memÂbaca lebih dalam tentang kitab suci Al-Qur'an. Bukankah ayat yang paling pertama Tuhan tuÂrunkan ialah Iqra' (bacalah!). Tentu yang harus dibaca di situ adalah bukan Al-Qur'an karena belum turun. Yang harus dibaca pertama ialah ayat-ayat alam semesta, sebegaimana disebutÂkan dalam ayat: "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiÂri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhÂnya Dia menyaksikan segala sesuatu?". (Q.S. Fushilat/41:53) ***