KEAJAIBAN SILATURRAHMI (17)

Belajar Dari Ikan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Kamis, 28 Juli 2016, 08:05 WIB
Belajar Dari Ikan
nasaruddin umar:net
KEDENGERANNYA aneh jika kita berbicara tentang sila­turrahim dengan ikan. Bu­kankah ikan adalah san­tapan sehari-hari manusia dan beberapa jenis bina­tang? Mungkinkah dan ba­gaimana caranya bersila­turrahim dengan binatang? Apakah hikmah dalam ber­silaturrahim dengan ikan? Justru karena ikan adalah kebutuhan sehari-hari manusia maka sejumlah etika dan perlakuan kita terhadap­nya harus ada. Bukan hanya untuk melestari­kan keberadaannya tetapi mereka juga adalah bagian dari makhluk Allah Swt yang membu­tuhkan perlindungan dan berada di bawah oto­ritas kekhalifahan manusia. Nabi Muhammad Saw selalu menegaskan agar memperlakukan binatang termasuk ikan secara wajar. Kita di­larang mengganggu keberadaannya secara masif. Kita juga dilarang menyiksanya dengan api. Boleh makan ikan bakar tetapi kita dilarang membakar ikan dalam keadaan hidup-hidup. Nabi menegaskan: "Hanya Allah Swt yang ber­hak menyiksa makhluk dengan api".

Jika kita sebagai manusia menjalin silatur­rahim dengan binatang termasuk ikan, maka bukan hanya akan tunduk (taskhir) terhadap manusia tetapi juga akan melindungi dan me­nyelamatkan manusia dalam keadaan tertentu. Lihatlah buktinya bagaimana ketika Nabi Yunus dilemparkan ke dalam laut. Yang menyelamat­kannya adalah ikan, sebagaimana dikatakan dalam Al-Qur'an: "Maka ia (Yunus) ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit". (Q.S. al-Shaffat/37:143-144).

Peristiwa itu sangat tragis. Ketika perahu di tengah laut diterjang ombak besar. Cara satu-satunya untuk keluar dari ancaman besar ini perahu harus dikurangi muatannya. Tidak cu­kup hanya menurunkan barang-barang tetapi penumpang juga harus dikorbankan. Untuk menunjuk siapa di antara penumpang yang harus dibuang ke tengah laut didasarkan pada undian. Akhirnya Nabi Yunus yang ditunjuk da­lam undian itu yang harus dikorbankan. Nabi Yunus tidak bisa lagi menolak, hanya pasrah dan menyerahkan dirinya secara total kepada kemahakuasaan Allah Swt.

Begitu ia dilempar kelaut, maka seketika itu juga ia ditelan oleh seekor ikan besar (al-hut). Dalam sekejap Yunus ditelan kegelapan perut ikan di tengah laut. Secara normal tidak ada lagi kemungkinan Yunus akan selamat. Namun takdir berkata lain. Ikan besar tadi ternyata utu­san Tuhan bukan untuk mencelakakan Yunus tetapi untuk menyelamatkannya. Dalam kitab-kitab Tafsir dikisahkan, sesungguhnya ikan pertama ditelan lagi oleh ikan kedu, lalu ikan kedua ditelan lagi oleh ikan ketiga. Ikan ke­tika ini membawanya ke arah pantai, lalu ikan ini memuntahkan ikan kedua, ikan kedua lalu memuntahkan Nabi Yunus ke tepi pantai. Di situlah Nabi Yunus diselamatkan oleh nelayan, kemudian karena kebaikannya maka ia menjadi orang penting di ngeri itu.

Pelajaran penting yang dapat dipetik dari ki­sah ini ialah orang-orang yang mencintai Tu­han sepenuh hati lalu menyerahkan diri secara penuh kepada-Nya, maka seluruh makhluk Tuhan ikut menyayanginya. Itulah yang terja­di pada diri Nabi Yunus. Ia diperebutkan oleh ikan-ikan ganas di laut, bukan untuk disakiti tetapi untuk diselamatkan.

Perhatikan redaksi ayat di atas: "Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah (minal musabbihin)", maka sudah pasti ia akan celaka dan binasa. Jika orang termasuk ahli tasbih maka orang itu akan mengalami banyak keajaiban seperti keajaiban yang dicontohkan Nabi Yunus. Tas­bih adalah tolak bala! ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA