Di antara mereka yang sering terpedaya dengan ilmu-ilmu muamalah menurut Imam Al-Gazali ialah: Pertama, mereka yang terlalu banyak bermain di wilayah syubhat dan hilah. Hilah ialah siasat yang sering lakukan oleh kaÂlangan pebisnis yang berusaha menghindar dari pelanggaran secara formal dengan melakukan peraktek yang menyerupai halal tetapi terkandÂung diat curang. Misalnya, seorang wajib zakat yang zakat malnya jatuh tempo besok, maka ia memanggil pembantunya dengan mengatakan: "Mbak, saya hibahkan engkau dengan uang yang tersimpan di dalam deposito saya dengan senilai satu miliar", setelah itu ia menggembok seluruh pintu gerbang tidak boleh keluar rumah. Keesokan harinya dia meminta lagi sertifikat deposito itu dengan mengatakan: "Mbak, mana sertifikat deposito yang kemarin? Itu tidak jadi", sambil dia kasih uang saku dalam bentuk kes. Hal itu diusahakan agar terbebas dari zakat mal yang haulnya jatuh kemarin. Yang wajib dizakalti ialah harta milik mutlak (milk al-tam). Sementara depositonya sudah dihibahkan kepada orang lain meskipun sehari. Mungkin sehari sebelum jatuh tempo tahun entah mau diberikan kepada siapa lagi. Kelihatannya sah tetapi terkandung niat curang, ini disebut praktek hilah.
Kedua, mereka yang banyak bermain di wilayah syubhat. Memang tidak sampai haram secara forÂmal tetapi substansi, metode, dan materi jual beli yang dilakukan sarat dengan sesuatu yang abu-abu, seperti jual beli barang syubhat yang posisinya beÂrada antara yang halal dan haram. Ketiga, mereka yang sibuk menjalin hablun minannas tetapi meluÂpakan hablun minallah, yakni mereka yang selalu memberikan sisa-sisa waktu untuk shalat diujung waktu shalat, atau mungkin sering meninggalkan shalat lantaran lebih memprioritaskan bisniisnya. Keempat, mereka sibuk mengumpul harta tetapi tidak teliti menghitung zakatnya. Mereka sengaja atau tidak, tidak meneliti jumlah kekayaannya untuk menentukan jumlah zakat malnya. Kelima. merÂeka sibuk melakukan innovasi tetapi mengabaikan tanggungjawabnya sebagai khalifah. Keuntungan yang diperolehnya tidak berbanding lurus dengan pengabdian dan tanggungjawab yang diberikan kepada kesejahteraan manusia dan pemeliharaan lingkungan alam. Mereka semata-mata memikirkan keuntungan pribadi dan kelompok tanpa mau tahu nasib orang lain dan leingkungan sekitarnya.
Kelima, mereka yang selalu sibuk dengan kitab putih (buku-buku pengetahuan umum) dan saÂmasekali meninggalkan kitab kuning (buku-buku pengetahuan agama), sehingga berpengaruh terhadap jalan pikirannya yang lebih sekuler dan kering dengan suasana batin keagamaan. Mereka hanya tertarik untuk membaca dan mempelaÂjari trend dan perkembangan dunia usahanya tetapi tidak pernah memperhatikan pendidikan keagamaan dan budi pekerti anak-anaknya, akiÂbatnya keluarga mereka mennjadi kering dengan nilai-nilai agama. Allahu a'lam. ***