Meraih Ketenangan Batin (43)

Jangan Tertipu "Ahli Ibadah"

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Senin, 04 Juli 2016, 09:14 WIB
Jangan Tertipu "Ahli Ibadah"
nasaruddin umar:net
BENAR kata orang bahwa dalam zaman edan sekarang sulit mencari orang yang da­pat dipercaya. Orang-orang yang gampang percaya ke­pada setiap orang pasti ser­ing kecewa. Orang sekarang bisa menggunakan berbagai topeng simbolik untuk mengelabui orang lain. Tidak terkecuali ahli ibadah khusus (mahdhah) juga dapat dipalsukan. Orang yang dikategorikan "ahli ibadah" mungkin tidak memaksudkan diri untuk menipu atau menge­labui seseorang, tetapi orang lain terkecoh kar­ena penampilan ketaatan ibadah rutinnya yang amat kuat.

Ciri-ciri khusus ahli ibadah yang perlu diwaspa­dai ialah: Pertama, mereka yang mengabaikan ru­kun dan syarat ibadah, yang penting menjalankan rutinitas yang semenjak kecil dilakoninya, walau­pun mungkin ada di antaranya yang kurang dari standar yang telah ditentukan oleh syari'ah. Kedua, mereka tidak pernah berusaha menin­gkatkan kualitas ibadah, karena yakin dengan kuantitas ibadahnya yang cukup, sesuai den­gan ketentuan yang diminta Tuhan kepadanya. Sejak kecil sampai dewasa bahkan sampai tua pola ibadahnya tidak pernah bergeser. Padahal, ibadah mahdhah seharusnya di-upgrade setiap saat. Ketiga, mereka yang lebih mementingkan bentuk dan formalitas ibadah, sehingga terkesan mereka beribadah seperti mengejar target kuanti­tas. Keempat, orang-orang yang beribadah lebih menekankan aspek kesalehan individu tanpa di­hubungkan dengan kesalehan sosial. Secara in­dividual sangat taat, apapun ajaran, baik sunnat apalagi wajib dilakukan semua, tetapi resonansi sosialnya tidak ada.

Antara taat dan ibadah tidak identik. Jika taat seperti budak taat kepada raja atau pembantu ke­pada tuan/nyonyanya. Yang penting mereka se­cara formal mempersembahkan ketaatan, mau ikhlas atau tidak, tidak ada masalah. Sudangkan ibadah ibadah betul-betul dilakukan ikhlas sep­enuh hati dan dinikmati, selain karena Allah Swt Maha Tahu isi hati kita, kita juga memang betul-betul enjoy dengan tugas-tugas kehambaan yang kita jalankan.

Taat tidak perlu menghitung lingkungan masyarakat atau orang di luar tempat pengab­diannya, sedangkan ibadah terkait dengan ling­kungan masyarakat dan lingkungan alam seki­tar. Bahkan ibadah yang baik diukur berdasarkan resonansi sosial suatu ibadah dengan lingkungan social, sebagaimana ditegaskan dalam ayat: Ta­hukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang mis­kin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salat­nya, orang-orang yang berbuat ria, dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Q.S. al- Ma'un/107:1-7).

Surah al-Ma'un ini menjadi kriteria untuk men­gukur siapa sesungguhnya ahli ibadah yang ter­tipu? siapa yang beragama secara kamuflase? siapa ahli ibadah yang tidak punya makna sosial? siapa orang beragama yang terancam? bahkan siapa ahli shalat yang celaka? Ayat-ayat dalam surah Al-Ma'un ini cukup terinci untuk mengingat­kan orang yang terlalu menekankan formalisme iba­dah mahdhah. Mulai sekarang, mari kita tinggalkan tradisi dan rutinitas ibadah mahdhah yang tanpa membuahkan nilai social kemasyarakatan. Mari kita meningkatkan diri, bukan hanya shaleh secara in­dividu tetapi juga shaleh secara social. Hanya den­gan demikianlah seseorang bisa meraih ketenan­gan batis secara hakiki. Allahu a'lam. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA