Ciri-ciri khusus ahli ibadah yang perlu diwaspaÂdai ialah: Pertama, mereka yang mengabaikan ruÂkun dan syarat ibadah, yang penting menjalankan rutinitas yang semenjak kecil dilakoninya, walauÂpun mungkin ada di antaranya yang kurang dari standar yang telah ditentukan oleh syari'ah. Kedua, mereka tidak pernah berusaha meninÂgkatkan kualitas ibadah, karena yakin dengan kuantitas ibadahnya yang cukup, sesuai denÂgan ketentuan yang diminta Tuhan kepadanya. Sejak kecil sampai dewasa bahkan sampai tua pola ibadahnya tidak pernah bergeser. Padahal, ibadah mahdhah seharusnya di-upgrade setiap saat. Ketiga, mereka yang lebih mementingkan bentuk dan formalitas ibadah, sehingga terkesan mereka beribadah seperti mengejar target kuantiÂtas. Keempat, orang-orang yang beribadah lebih menekankan aspek kesalehan individu tanpa diÂhubungkan dengan kesalehan sosial. Secara inÂdividual sangat taat, apapun ajaran, baik sunnat apalagi wajib dilakukan semua, tetapi resonansi sosialnya tidak ada.
Antara taat dan ibadah tidak identik. Jika taat seperti budak taat kepada raja atau pembantu keÂpada tuan/nyonyanya. Yang penting mereka seÂcara formal mempersembahkan ketaatan, mau ikhlas atau tidak, tidak ada masalah. Sudangkan ibadah ibadah betul-betul dilakukan ikhlas sepÂenuh hati dan dinikmati, selain karena Allah Swt Maha Tahu isi hati kita, kita juga memang betul-betul enjoy dengan tugas-tugas kehambaan yang kita jalankan.
Taat tidak perlu menghitung lingkungan masyarakat atau orang di luar tempat pengabÂdiannya, sedangkan ibadah terkait dengan lingÂkungan masyarakat dan lingkungan alam sekiÂtar. Bahkan ibadah yang baik diukur berdasarkan resonansi sosial suatu ibadah dengan lingkungan social, sebagaimana ditegaskan dalam ayat: TaÂhukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang misÂkin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatÂnya, orang-orang yang berbuat ria, dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Q.S. al- Ma'un/107:1-7).
Surah al-Ma'un ini menjadi kriteria untuk menÂgukur siapa sesungguhnya ahli ibadah yang terÂtipu? siapa yang beragama secara kamuflase? siapa ahli ibadah yang tidak punya makna sosial? siapa orang beragama yang terancam? bahkan siapa ahli shalat yang celaka? Ayat-ayat dalam surah Al-Ma'un ini cukup terinci untuk mengingatÂkan orang yang terlalu menekankan formalisme ibaÂdah mahdhah. Mulai sekarang, mari kita tinggalkan tradisi dan rutinitas ibadah mahdhah yang tanpa membuahkan nilai social kemasyarakatan. Mari kita meningkatkan diri, bukan hanya shaleh secara inÂdividu tetapi juga shaleh secara social. Hanya denÂgan demikianlah seseorang bisa meraih ketenanÂgan batis secara hakiki. Allahu a'lam. ***