Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dan Bola Pun Kehilangan Demamnya

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/adhie-m-massardi-5'>ADHIE M. MASSARDI</a>
OLEH: ADHIE M. MASSARDI
  • Jumat, 01 Juli 2016, 14:02 WIB
<i>Dan Bola Pun Kehilangan Demamnya</i>
net
JUNI yang baru saja kita tinggalkan akan tercatat sebagai bulan ganjil. Karena di dalamnya memang tersimpan peristiwa-peristiwa yang ganjil.
 
Pertama, tentu saja, sebagai bangsa religius yang kebanyakan (konon mayoritas) beragama Islam, mendapat limpahan berkah diberi kesempatan Allah Swt untuk memasuki Ramadhan, bulan penuh barokah.
 
Akan tetapi berbeda dengan Ramadhan-Ramadhan sebelumnya, pada Ramadhan yang mulai bergulir awal Juni 2016 ini jargonnya berubah. Dari "hormatilah orang yang berpuasa" menjadi "hormatilah orang yang tidak berpuasa". Ekspresi paling ganjil dalam kehidupan kerukunan beragama.
 
Itulah sebabnya Bu Saeni, pemilik warung makan (wateg) di Cikepuh, Serang, Banten, yang buka di siang hari tapi dipaksa tutup dan dagangannya disita satpol PP, mendapat limpahan dukungan masyarakat sosmed. Bahkan Presiden Joko Widodo langsung mengirimkan uang Rp 10 juta, sehingga ditambah santunan dari publik, Bu Saeni mengantongi ratusan juta rupiah. Ini berkah (yang ganjil) buka warung makan siang hari di bulan Ramadhan.
 
Keganjilan lain terjadi di dunia sepakbola. Selama ini Indonesia dikenal sebagai bangsa paling gila (nonton) bola. Tak penting Timnas Indonesia ada atau tidak, tapi setiap pertandingan bola kaliber dunia (Piala Dunia, Piala Eropa, Piala Champions) yang dihantarkan stasiun TV ke pelosok Nusantara, niscaya menebar demam di mana-mana. Tapi semua itu tidak terjadi pada Juni lalu.
 
Padahal pada Juni itu ada dua kompetisi sepakbola internasional digelar di dua benua bola, Amerika (Latin) dan Eropa. memperebutkan gelar supremasi di masing-masing benua. Yakni Copa America Centenario (seratus tahun) yang digelar di Amerika Serikat dan putaran finalnya ditayangkan langsung Kompas TV, serta Piala Eropa yang digelar di Perancis, ditayangkan RCTI.
 
Menampilkan 16 timnas negara Amerika Latin plus AS, putaran final Copa America Centenario sudah berakhir pada 27 Juni, juaranya Chile, menumbangkan Argentina lewat adu penalti (4-2). Nasib Argentina sebetulnya masih lebih baik dibandingkan Brasil. Karena raksasa bola Amerika Latin ini bahkan tumbang di babak penyisihan grup.
 
Piala Eropa masih berlanjut di beberapa kota di Perancis. Babak perempat finalnya sudah digelar mulai 1 Juli dini hari tadi. Polandia yang bisa memberikan perlawanan seru kepada Ronaldo dkk (Portugal) akhirnya memang tersingkir dalam adu penalti setelah tetap seri (1-1) hingga perpanjangan waktu.
 
Portugal menjadi timnas pertama yang masuk babak semi final, menghadapi pemenang partandingan dini hari nanti, antara Wales dan Belgia.
 
Menjelang final, Piala Eropa masih akan mempertontonkan keseruan bola kelas dunia yang pasti memiliki potensi memberikan kejutan. Jerman vs Italia (3/7) dan Perancis melawan timnas negeri mungil Islandia (4/7).
 
Spanyol dan Inggris, seperti pada Piala Dunia 2014 Brasil, tersingkir lebih awal. Padahal inilah dua negara dengan kompetisi liga sepakbola profesional paling dahsyat di dunia. Sementara tim oranye Belanda bahkan tak lolos ke putaran final.
 
Putaran final Piala Eropa 2016 yang digelar sejak 10 Juni dan akan berakhir pada 11 Juli, sebenarnya tetap memiliki daya pukau khas Eropa. Wales, misalnya, yang pada Piala Eropa sebelumnya sering hanya jadi pelengkap penderita, kali ini bisa menembus babak perempat final. Dan bukan mustahil timnas negara berpenduduk 3 juta lebih sedikit ini bisa tembus ke semi final menghadapi Portugal.
 
Islandia lebih sensasional lagi. Negara pulau dengan penduduk tak lebih dari 340 ribu jiwa ini sukses menahan imbang Portugal dan Hungaria (1-1), lalu mengalahkan Austria (2-1) hingga membawanya ke posisi runner up grup F. Di babak perdelapan final (knock out), Islandia menyingkirkan Inggris (2-1).
 
Memang menarik. Sungguh-sungguh menarik.
 
Tapi kenapa dua event bola kelas dunia seperti Copa America Centenario dan Piala Eropa 2016 tidak menimbulkan demam bola di Tanah Air? Ini di luar kelaziman. Apakah kita sudah tak bisa lagi menikmati tontonan bola? Tak kita dengar juga hiruk-pikuk nobar (nonton bareng). Bahkan di media sosial (sosmed), sedikit saja orang yang bicara bola.
 
Jangan-jangan ini potret depresi berat bangsa ini, sehingga bola pun kehilangan demamnya. Memang jadi kurang seru! @AdhieMassardi [***]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA