Dzikr berarti mengingat atau menyebut. Dzikrullah biasa diartikan berarti menyebut-nyeÂbut (nama) Allah Swt seraya mengingat-Nya. Wirid dari akar kata warada berarti "datang mengambil air". Seakar kata dengan ward beÂrarti bunga mawar. Makna wird dalam hal ini sama dengan dzikr. Bedanya, yang pertama biasanya tidak ditentukan jumlah, waktu, dan tempat pelaksanaannya, sementara yang kedÂua (wird) biasanya ditentukan jenis, jumlah, waktu, dan ketentuan pengamalannya. Yang pertama biasanya berisifat insidental dan kedua bersifat permanen. Dasarnya dalam Al-Qur'an antara lain: Q.S. al-Ahdzab/33:42, S.al-Ra’d/13:28).
Tafakkur dari akar kata fakara berarti berÂfikir, merenung. Sebagaimana halnya dzikr dan wird, tafakkur juga salah satu media pendekatan diri kepada Allah Swt. Bedanya, yang pertama dan yang kedua, seolah-olah yang aktif adalah manusia, sedangkan yang ketiga (tafakkur) seolah-olah manusia pasÂsif, bahkan fakum, tidak ada lagi kata-kata, yang ada hanya kebisuan dan keheningan. Tafakkur biasanya merupakan kelanjutan dari dzikr dan atau wird. Rasulullah bersabda (diÂkutip dalam kitab Hadaiq al-Haqaiq karya al- Razi) bahwa: "Tafakkur sejam lebih baik dariÂpada setahun ibadah". Dasar tafakkur dalam Al-Qur'an antara lain Q.S. al-Ra'd/13:3, S. Ali 'Imran/3:191.
Pentingnya dzikir dan tafakkur untuk meraih ketenagan batin banyak dijelaskan para ulama dan 'arifin. Ibnu 'Athaillah mengatakan: "JanÂgan kita menganggap rendah hamba yang memiliki wirid dan ibadah tertentu, karena kedÂuanya memiliki kedudukan yang mulia di sisi Allah." Ia menambahkan: "Jika engkau melihat seorang hamba yang ditetapkan oleh Allah daÂlam menjaga wiridnya, dan dilanggengkan-Nya dalam keadaan demikian, namun lama ia tidak mendapatkan pertolongan-Nya, maka jangan sampai engkau meremehkan apa yang Allah telah berikan itu kepadanya, hanya karena engkau belum melihat tanda-tanda orang 'arif ataupun cahaya indah seorang pencinta Allah pada diri hamba itu. Kalaulah bukan karunia berupa warid, tentu tidak akan ada wirid."
Orang-orang yang sudah memperoleh warÂid dengan sendirinya orang itu memilki kepribÂadian zuhud, dalam arti tidak lagi akan didikte oleh kepentingan dunia. Dia sudah diberi keÂmampuan untuk memiliki dirinya sendiri tanpa tergantung kepada kekuatan makhluk. BagÂinya, cukup dengan kasih-sayang Allah Swt. Warid sudah menjadi semacam cahaya Tuhan (Nur Allah) yang memantul diri dalam batin dan pikirannya, sehingga kekuatan itu menÂjadi prisai terhadap berbagai kemungkaran. Kalaupun mereka tergelincir maka secepatnya ia akan mengendalikan diri, kembali ke jalan yang benar atau yang lebih benar. ***