Meraih Ketenangan Batin (5)

Serahkan Diri Sepenuhnya Kepada Tuhan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 24 Mei 2016, 09:45 WIB
Serahkan Diri Sepenuhnya Kepada Tuhan
nasaruddin umar:net
MANUSIA sebagai lokus untuk memanifestasikan se­genap nama-nama Tuhan. Baik nama-nama maskulin maupun nama-nama fem­inin-Nya. Manusia bukan malaikat yang diciptakan sengan satu tangan Tuhan (jamaliyyah). Manusia dicip­takan dengan kedua Tan­gan Tuhan (khalaqtu bi yadaiiya). Manusia bisa mengejawntahkan nama-nama maskulin Tuhan seperti nama Al-Hadi Maha Pemberi Petunjuk dan Al-Mudhil (Maha Menyesatkan). Ada manu­sia yang mengejawentahkan sifat Al-Hadi, mer­eka itulah yang beruntung. Ada juga manusia yang mengejawentahkan sifat Al-Mudhil-Nya, mereka itulah yang tersesatkan. Apapun yang menimpa diri seseotang seyogyanya dikembalikan sepenuhnya kepada Allah Swt. Jika menda­patkan keberuntungan kita kembali kepada-Nya dengan penuh rasa syukur. Jika menemukan kesesatan dan kekecewaan kembali kepada- Nya dengan penuh penyesalan dan taubat. Dalam keadaan apapun diri kita selalulah kita kembali dan menyerahkan diri sepenuhnya ke­pada-Nya. Jika Dia akan menyiksa kita karena dosa memang Dia Tuhan, tetapi jika Dia mau menerima dan memaafkan kita memang Dia lebih menonjol sebagai Tuhan Maha Pengasih dan Pengampun ketimbang sebagai Tuhan Maha Penghukum dan Maha Penyiksa.

Jika Dia datang dengan wajah-Nya yang Maha Pengampun maka tidak ada dosa yang be­sar baginya. Sikap menyerahkan diri sepenuh­nya hanya kepada Allah Swt (tawakkal) itulah langkah bijaksana seorang hamba. Selain be­rarti penyerahan diri secara total semua urusan hanya kepada-Nya, tawakkal juga merupakan realisasi keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Kuasa. Pengertian ini sesuai den­gan Q.S. al-Ma'idah/5:23: "Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian benar-benar orang yang beriman".

Tawakkal tidak bisa diartikan kepasrahan secara passif, yang menyiratkan unsur kemalasan, keputusasaan, dan sikap minimalisme, tatapi kepasrahan secara aktif, sesuai kapasi­tas manusia sebagai hamba dan khalifah yang menuntut tanggung jawab. Tidak bisa berdiam diri dengan pasif saat kita didera penyakit, tetapi kita harus berusaha mencari cara penyembuhan, sebagaimana diperintahkan Rasulullah Saw: "Berobatlah wahai hamba Allah, karena Allah menciptakan penyakit dan obatnya." (HR. al-Tirmidzi). Jika kita sudah berobat dengan berbagai macam cara tetapi penyakitnya tetap berlangsung, baru kita tawakkal dan menyerah­kan sepenuhnya kepada Allah Sang Maha Pe­nyembuh. Bersabar dari penyakit merupakan suatu hal yang terpuji, bahkan akan berfung­si sebagai oengampunan dosa, sebagaima­na sabda Rasulullah Saw: "Demam satu hari menghapus dosa satu tahun." (HR. Al-Qudha’i dari Ibnu Mas’ud).

Tawakkal disertai keikhlasan akan memberi­kan banyak keajaiban dalam hidup. Rasulullah Saw memberikan perumpamaan kehidupan orang-orang yang bertawakkal dengan kehidu­pan burung: "Jikalau kamu bertawakkal kepada Allah dengan tawakkal yang sesunguhnya, nis­caya Allah memberi rezeki kepadamu, sebagaimana Allah memberi rezeki kepada burung yang keluar (dari sarangnya) pagi-pagi dengan perut lapar dan kembali pada sore hari dengan perut kenyang. Dan lenyaplah gunung-gunung penghalang dengan sebab do'amu". (HR. Muhammad bin Nashar dari Muadz bin Jabal dan oleh Baihaqi dari Wuhaib al-Makki). Dalam sebuah ayat juga menegaskan rezki bagi setiap makhluk hidup sudah ditentukan oleh Allah Swt dalam Q.S. Hud/: "Dan tidak ada suatu bina­tang melata pun di bumi melainkan Allah lah yang memberi rezekinya." (QS. Hud/11:6). Jika segala urusan diserahkan sepenuhnya kepada- Nya setelah berusaha semaksimal mungkin, it­ulah hidup sebenarnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA