"Kita harus memutuskan betul-betul tepat secara demokratis dan tidak menyalahi aturan perundang-undangan," ujar Agus Hermanto Wakil Ketua DPR kepada
Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Untuk mendapatkan jawaÂban konkret terkait dilema itu, pimpinan DPR menyerahkan persoalan ini kepada Biro Hukum Kesekjenan Dan Deputi Perundang-undangan DPR unÂtuk dikaji, maksimal selama tiga minggu. Berikut wawancara
Rakyat Merdeka dengn Agus Hermanto;
Sebetulnya di level pimpiÂnan DPR bagaimana menyikaÂpi surat pergantian Fahri Hamzah?Di dalam rapat pimpinan diputuskan untuk kedua surat ini dikaji betul, dalam Biro Hukum Kesekjenan, Deputi Perundang-Undangan DPR.
Sehingga kita harus sangat prudent, kita harus memutusÂkan betul-betul tepat secara demokratis dan tidak menyalahi aturan perundang-undangan. Kita harus memberikan kesÂempatan untuk ini dikaji lebih dalam.
Berapa lama?Waktunya itu sekitar tiga minggu.
Kalau dalam tiga minggu, kajian hukumnya belum seleÂsai bagaimana?Memang diberikan kesemÂpatan paling lama tiga minggu. Namun kalau ndak selesai, itu juga tentunya diambil keputusan oleh pimpinan.
Kalau dari diskusi sesama pimpinan, lebih mengarah kemÂana sebenarnya? Apakah pimpiÂnan DPR belum satu suara?Begini, sebenarnya itu kan ada dua permasalahan.
Apa saja itu?Yang pertama, pimpinan menerima surat dari pimpinan PKS yang intinya mencabut Pak Fahri Hamzah dari Wakil Ketua DPR. Kemudian di lain pihak ada surat juga yang menyatakan bahwa Pak Fahri Hamzah menÂgadukan permasalahan tersebut ke pengadilan.
Ini kan tentunya ada dua hal pokok yang harus kita pelajari secara seksama. Yang pertama kali, penempatan penarikan ataupun bahkan perpindahan ataupun apa saja yang berkenaan dengan anggota dewan yang menempati Alat Kelengkapan Dewan (AKD), itu kan kewenanÂgan penuh dari fraksinya.
Berarti PKS berhak dong mengganti Fahri Hamzah?Iya, di balik itu Undang-Undang Partai Politik maupun Undang-Undang MD3 juga apabila seseorang yang mendapatkan puÂtusan, menurut dia (Fahri) tidak sesuai, dapat mengadukan ke pengadilan. Sehingga dua hal ini memerlukan pemikiran kita yang cukup bijak dan tepat. Untuk itu pimpinan sepakat semuanya unÂtuk menyampaikan kepada Biro Hukum Kesekjenan dan Deputi Perundang-Undangan DPR.
Apa cuma saat pergantian Fahri saja, pimpinan DPR itu jadi dilema?Yang jelas PR (pekerjaan rumah)-nya bukan hanya masalah Pak Fahri. Di situ ada juga masalahnya Pak Gamari, yang sudah dicabut oleh PKS. Lalu ada masalah Pak Horning, dari PDI Perjuangan dan juga ada masalah kepengurusan frakÂsi dari PPP. Empat topik itu yang harus dikaji lebih detail oleh Biro Hukum Kesekjenan Deputi Perundang-Undangan DPR.
Kalau secara pribadi, apa jalan keluar terbaik dari keÂmelut ini?Kita tidak bisa mengutamakan (pendapat) sesuatu itu secara pribadi. Karena kita ketahui putusan pimpinan harus kolektif kolegial. Di sini pimpinan meÂmang harus menempatkan posisi yang betul-betul prudent.
Jika kedua surat itu punya kekuatan hukum yang sama, jalan keluarnya bagaimana?Makanya ini, kalau bahasa bakunya ya kita minta keteranÂgan dari ahlinya, gitu. Sehingga kita mengambil keputusan itu bisa betul-betul tepat. Dan tidak menyalahi peraturan perundang-undangan.
Selama ini memangnya belum pernah ada polemik semacam itu?Belum pernah. Maksud kami kalau Pak Horning dari dulu kan memang sudah pernah masuk, tapi memang belum inkracht. Jadi empat persoalan itu meÂmang belum pernah ada.
Pesan Anda terkait hal ini?Ya seluruhnya kita harus berÂsabar, karena keputusan kita ini harus betul-betul prudent, penuh kehati-hatian. Tidak harus ceÂpat. Kita tidak boleh menyalahi peraturan perundang-undangan yang ada. ***
BERITA TERKAIT: