Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hafid Abbas menyebut, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, melakukan kesalahan dengantidak menyÂiapkan tempat tinggal baru untuk warga Luar Batang yang menjadi korban gusuran.
"Perahu bukan tempat tinggal yang layak. Mestinya dalam penggusuran itu diperhatikan beberapa hal," ujarnya kepaÂda
Rakyat Merdeka, kemarin. Berikut petikan wawancara denÂgan Hafid Abbas selengkapnya:
Setelah penggusuran Pasar Ikan, Luar Batang, muncul fenomena manusia perahu?Pemprov telah melakukan kesalahan saat menggusur warga Luar Batang.
Apa itu?Kesalahan yang dilakukan adalah belum dipersiapkan temÂpat tinggal baru. Jadi belum ada penampungan. Mestinya dalam penggusuran itu diperhatikan beberapa hal.
Pertama, ini kan warga negara yang sah, kalau mau digusur, tetap diperlakukan sebagai manusia. Dan tidak boleh direndahkan martabatnya. Karenanya kalau digusur, mereka harus dipastikan tempat tinggal baru, karena merÂeka belum siapkan.
Untuk menggusur mereka, kaÂlau di Surabaya itu perlu setahun atau dua tahun, baru kemudian digusur. Itu contoh pengalaman yang dilakukan ketika menertibkan Dolly oleh Walikota Ibu Tri Rismaharini.
Kalau di Luar Batang ini kan hanya sebentar saja, jadi kesannya tergesa-gesa sekali. Kasihan mereka hidupnya di laut. Sebagian besar mereka kan pedagang ikan. Jadi tempatnya sekarang ini di atas perahu.
Dari temuan Komnas HAM, ada berapa manusia perahu eks Luar Batang?Kelihatannya cukup signifiÂkan. Saya tidak hafal jumlahnya, tapi saya melihat semua perabot rumah tangga mereka seperti kaÂsur, itu diletakkan di atas perahu kecil saja.
Manusia perahu itu, sebelÂumnya warga legal atau ilegal sehingga tidak dapat rumah pengganti?Bukan karena itu. Mereka itu kan jumlahnya ribuan, tapi rumah susun yang disiapkan pemerintah hanya ratusan saja. Karena persyaratan-persyaratan formal mereka itu juga tidak dipenuhi ya.
Maksudnya?Mereka sudah tinggal berÂtahun-tahun, tapi tidak dibuatÂkan kartu identitas penduduk. Terlepas dari apapun alasannya, mereka ini WNI harus diperÂlakukan selayaknya, dan tetap dijunjung tinggi kehormatannya sebagai manusia.
Lalu apa lagi temuan Komnas HAM?Yang
kedua, di sana juga ada anak-anak. Dan mereka sedang menghadapi ujian akhir (UAN). Bagaimana bisa mereka menulis di atas perahu? Bagaimana merÂeka bisa belajar tanpa listrik? Siapa tahu anak korban itu bisa jadi presiden, bisa jadi gubernur. Mereka kan pemilik masa depan bangsa ini. Itu kan sama saja diÂhancurkan masa depannya. Tidak diberi kesempatan dulu untuk belajar dulu.
Kalau memang mau digusur, lebih baik setelah melewati ujian. Tapi kelihatannya Pemprov ngÂgak mau menunggu. Bayangkan saja, anak-anak di atas perahu yang mau ujian dan berangkat sekolah, tidak bisa lagi menghÂadapi ujian. Padahal itu kan masa depan mereka.
Yang
ketiga, masalah besar dari manusia perahu ini adalah kan habitat mereka, kehidupanÂnya itu kan dari berjualan ikan, dari laut di sana. Tapi tiba-tiba digusur. Mestinya kan ada subÂtitusi dulu untuk mata pencahaÂriannya ya.
Bayangkan dari jual ikan harÂus jual beras! Kan perlu waktu. Mereka ini bisa jadi bom waktu, dan jadi masalah, tidak ada lagi sumber kehidupan. Ini sangat rawan dari penggusuran, bukan hanya dari Luar Batang.
Temuan Komnas HAM suÂdah disampaikan ke Pemprov atau DPRD?Sudah, sudah saya sampaikan ke gubernur.
Apa tanggapannya?Tidak ditanggapi kan. Saya minta kalau menggusurperhatikan waktu belajar anak. ***