Garin memilih sendiri calon wakilnya, Rommy Harmanto. Setelah menang konvensi Joint, kini Garin dan Rommy dihadapkan pada tugas baru yakni mengumpulkan KTP warga Yoyga sebanyak 45 ribu sebagai tanda dukungan. Kepada
Rakyat Merdeka, tadi malam, Garin yang baru saja mendarat di Jakarta dari Yogyakarta, membeberkan kesiapannya mengikuti gelaran pilkada di Kota Gudeg.
Anda terpilih sebagai baÂcawalkot oleh Joint. Bagaimana perasaan Anda?Biasanya kalau calon perseÂorangan itu tokoh kan. Jadi meÂmang Jogja itu mau bikin suatu proses demokrasi yang terbuka, makanya dibuat seperti konÂvensi. Dan biasanya, kalau calon perseorangan itu kan kalau suÂdah punya satu tokoh, ya tokoh itu saja yang dimajukan. Tapi ini berbeda, ada konvensinya.
Apa saja proses dalam konÂvensi yang diselenggarakan Joint?
Jadi ada uji kompetensi dari para panelis, termasuk juga dari masyarakat yang hadir. Jadi memang ada proses demokrasi yang panjang, gitu lho.
Mengapa Anda memutusÂkan maju dalam konvensi?Jadi saya tertarik karena inilah salah satu proses demokratis untuk memilih calon independen yang tidak semata-mata hanya memilih figur tertentu. Jadi memang disaring melalui proses yang berkualitas. Yogya ingin memproses calon independen yang berkualitas.
Anda cukup memiliki popuÂlaritas, tapi malah memilih jalur perseorangan, apakah tidak ada parpol yang melirik?Sebenarnya dua-duanya, baik dari parpol maupun perseoranÂgan merupakan pilihan yang dihormati ya. Kita lihat dari parpol ada Ibu Risma (Walikota Surabaya) yang baik. Tapi konÂstitusi kita memberi jalan, baik kepada parpol maupun perseÂorangan.
Jadi menurut saya, dua jalur itu sama baiknya. Calon perseÂorangan juga memberikan alterÂnatif terobosan kan, oleh karena itu saya lebih menyukai perseÂorangan. Dan karena platform yang diusung teman-teman Joint dan saya sama.
Apakah sebelumnya Anda sudah sempat didekati parpol?Ya kalau ngobrol dengan parpol cukup banyaklah. Dan (langkah maju lewat perseoranÂgan) tidak juga harus disebut seÂbagai deparpolisasi. Justru tetap menjadi rekan memperjuangkan aspirasi bersama parpol.
Anda tidak anti-parpol?Sama sekali nggak. Saya berÂtemu mereka, ngobrol, gitu kan. Jadi sebuah tujuan sama, yakni demokratisasi, tapi dengan jalan yang berbeda saja, begitu.
Lantas bagaimana persiaÂpan Anda?Untuk maju sebagai calon, perÂlu 45 ribu dukungan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sekarang ini, tim yang mengumpulkan itu sedang berjalan.
Sudah sejauh mana?Ya sedang berjalan. Karena konvensi kan baru saja selesai, dan saya juga kan harus memiÂlih wakil. Pasangan kan secara formal, dan kita menjalankan aturan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jadi secara berÂtahap, ada konvensi, pemilihan wakil, baru kemudian pengumÂpulan KTP, sesuai dengan syarat yang ditentukan.
Mulai kapan akan mengumÂpulkan KTP?Mulai minggu ini.
Apa saja yang jadi prioritas Anda jika sudah sah sebagai calon walikota?Sebetulnya di balik ini kan ada kegelisahan ya. Bahwa di pemilu atau politik kita itu juga ada hubungan dengan bisnis. Jadi politik dan bisnis. Tapi meminggirkan kepemimpinan cendikiawan dan budayawan, juga teologi kebangsaan.
Jadi yang mempertemukan antara politik dan bisnis yakni politik itu sendiri. Akibatnya, siÂfat-sifar humanis itu hilang. Jadi kalau politik hanya dipertemuÂkan dengan bisnis, cenderung akan menjadi vulgar. ***
BERITA TERKAIT: