Perempuan Yang Diungkap Al-Quran (53)

Mengapa Kata Ganti Tuhan Selalu Dhamir Mudzakkar?

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 12 April 2016, 09:41 WIB
Mengapa Kata Ganti Tuhan Selalu Dhamir Mudzakkar?
nasaruddin umar:net
HAL lain yang perlu dikaji ialah mengapa kata ganti Tuhan selalu menggunakan bentuk maskulin (dhamir mudzakkar)? Tidak seka­lipun Tuhan dalam Al-Qur'an menggunakan kata gan­ti bentuk feminine (dhamir mu'annats). Kata ganti Tu­han selalu Huwa, tidak per­nah menggunakan Hiya. Contohnya: Qul Huwa Allahu Ahad (Katakanlah Dia Allah Yang Maha Esa). Tentu di sini tidak menunjukkan Tuhan berjenis kelamin laki-laki. Bukan juga untuk melegitimasi superioritas kaum laki-laki kar­ena Allah Swt Maha Adil, tanpa membedakan kelas-kelas dalam masyarakat termasuk kelas jender. Banyak ayat menunjukkan hal ini antara lain: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam." (Q.S. Al-Isra’/17:70). Dalam ayat lain ditegaskan: "Hai manusia, sesungguh­nya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesung­guhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu." (Q.S. A-Hujurat/49:13). Dari kedua ayat di atas jelas menunjukkan bahwa Tuhan tidak membedakan jenis kelamin, la­ki-laki atau perempuan, tua atau muda, etnik manapun, asal merasa anak cucu Adam pas­ti Tuhan memuliakannya. Manusia tidak boleh menghina apa yang dimuliakan Allah Swt.

Penggunaan bentuk mudzakkar pada kata ganti Tuhan semata-mata mengikuti tradisi ba­hasa Arab yang memang selalu menggunakan kata ganti Tuhan di dalam bentuk mudzakkar. Al­lah Swt berposisi sebagai pengguna (musta'mil/ user), bukannya sebagai Pencipta dan sekaligus Pengguna (al-Wadhi') di dalam bahasa Arab. Kosa kata berbahasa Arab yang digunakan da­lam Al-Qur'an bukan bahasa Tuhan dalam arti mencipta sendiri kosa katanya yang kebetulan mirip bahasa Arab. Kalam Allah dalam bentuk ba­hasa lafaz (al-Kalam al-Lafdhi) sudah bersentu­han dengan budaya manusia, yakni mengguna­kan bahasa Arab yang diciptakan oleh manusia yang terikat oleh lokus dan waktu.

Kesan bias jender di dalam bahasa Al-Qur'an sesungguhnya tidak merepresentasikan kese­jatian Tuhan yang bias jender, yang pro-laki-la­ki, tetapi semata-mata mengikuti logika bahasa Arab yang menjadi living language pada waktu itu. Bias jender dalam teks tidak berarti Tuhan memihak dan mengidealkan laki-laki, atau Tu­han itu laki-laki karena selalu menggunakan kata ganti mudzakkar.

Sesungguhnya bukan hanya Al-Qur'an tetapi kitab-kitab suci lain khususnya kitab suci anak cucu Ibrahim (Abrahamic Religion) semuanya menggunakan kata ganti bentuk maskulin un­tuk Tuhan. Semua kata ganti Tuhan dalam Bi­ble menggunakan He dan tidak pernah seka­lipun menggunakan She sebagai ganti Tuhan. Hanya pernah terjadi di Toronto, kelompok fem­inis mengusulkan penggantian kata ganti Tu­han dari He ke It, jika tidak dimungkinkan She. Wacana lain ialah diusulkan He/She atau She/ He. Alasan para feminis menggugat kata ganti Tuhan menggunakan bentuk maskulin karena memberikan efek psikologis yang memberikan dukungan dan respek terhadap kaum laki-laki dan mendiskreditkan perempuan.

Dalam literatur Islam tidak pernah sekalipun diwacanakan penggantian kata ganti Tuhan dari Huwa (He) menjadi Hiya (She), atau kata gan­ti lain. Keberatan terhadap kata ganti tersebut juga belum pernah ditemukan dalam lintasan sejarah Islam. Itu disebabkan karena faham te­ologi Islam tidak penting mempersoalkan kata ganti Tuhan. Disebut kata ganti apapun tetapi Sang Tuhan ialah Sang Maha Kuasa dan maha Penyayang. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA